BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Asam dan Basa merupakan dua golongan zat kimia yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Berkaitan dengan sifat asam Basa, larutan dikelompokkan dalam tiga golongan, yaitu bersifat asam, bersifat basa, dan bersifat netral. Asam dan Basa memiliki sifat-sifat yang berbeda, sehingga dapat kita bisa menentukan sifat suatu larutan. Untuk menentukan suatu larutan bersifat asam atau basa, ada beberapa cara. Yang pertama menggunakan indikator warna, yang akan menunjukkan sifat suatu larutan dengan perubahan warna yang terjadi. Misalnya Lakmus, akan berwarna merah dalam larutan yang bersifat asam dan akan berwarna biru dalam larutan yang bersifat basa. Sifat asam basa suatu larutan juga dapat ditentukan dengan mengukur pH-nya. pHmerupakan suatu parameter yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman larutan. Larutan asam memiliki pH kurang dari 7, larutan basa memiliki pH lebih dari 7, sedangkan larutan netral memiliki pH=7. pH suatu larutan dapat ditentukan dengan indikator pH atau dengan pH meter.
Dengan penjelasan tersebut di atas penyusun ingin menjelaskan tentang keseimbangan asam basa setra berbagai macam faktor atau hal - hal yang berkaitan dengan keseimbangan asam basa. Serta menjelaskan bagaimana asuhan keperawatan yang di berika pada pasien dengan gangguan keseimbangan cairan
1.2 Rumusam masalah
1. Apa yang dimaksud dengan keseimbangan asam basa ?
2. Apa sajakah gangguan yang terjadi pada keseimbangan asam basa ?
3. Bagaimana pengaturan keseimbangan asam basa ?
1.3 Tujuan penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mengetahui tentang keseimbangan asam basa yang ada dalam tubuh manusia.
1.3.2 Tujuan khusus
Mahasiswa mampu mengetahui apa yang dimaksud dengan keseimbangan asam basa, mahasiswa mampu mengetahui apa saja gangguan yang ada pada keseimbangan asam basa, mahasiswa mampu mengetahui bagaimana pengaturan yang ada pada keseimbangan asam basa.
1.4 Metode penulisan
Metode yang digunakan dalalm pembuatan makalah ini adalah metode kepustakaan.
1.5 Manfaat penulisan
Dengan adanya penyusunan makalah ini mampu mempermudah penyusun dan pembaca guna memahami materi tentang keseimbangan asam basa Kemudian penyusunan makalah ini menambah pengalaman dan kemampuan penulis dalam membuat sebuah makalah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Ion hidrogen adalah proton tunggal bebas yang dilepaskan dari atom hidrogen. Molekul yang mengandung atom – atom hidrogen yang dapat melepaskan ion hidrogen dalam larutan dikenal sebagai asam. Satu contoh asam adalah asam hidroklorida ( HCL ), yang berionasi dalam air membentuk ion- ion hidrogen ( H+ ) dan ion klorida ( CL- ) demikian juga, asam karbonat ( H2CO3) berionisasi dalam air membentuk ion H+ dan ion bikarbonat ( HCO3-).
Basa adalah ion atau molekul yang menerima ion hidrogen. Sebagai contoh, ion bikarbonat ( HCO3-), adalah suatu basa karena dia dapat bergabung dengan satu ion hidrogen untuk membentuk asam karbonat ( H2CO3). Demikian juga ( HPO4 ) adalah suatu basa karena dia dapat menerima satu ion hidrogen untuk membentuk ( H2PO4 ). Protein- protein dalam tubuh juga berfungsi sebagai basa karena beberapa asam amino yang membangun protein dengan muatan akhir negatif siap menerima ion-ion hidrogen. Protein hemoglobin dalam sel darah merah dan protein dalam sel-se tubuh yang lain merupakan basa-basa tubuh yang paling penting.
Istilah “ basa “ sering digunakan secara sinonim dengan “ alkali”. Alkali adalah suatu molekul yang terbentuk dari kombinasi satu atau lebih logam alkali – natrium, kalium, litium, dan seterusnya dengan ion yang sangat mendasar seperti ion Hidroksil ( OH- ). Bagian dasar dari molekul-molekul ini bereaksi secara tepat dengan ion-ion hidrogen untuk menghilangkanya dari larutan dan oleh karena itu, merupakan basa-basa yang khas untuk alasan yang serupa, istilah “ alkolis ” merujuk pada kelebihan pengeluaran ion-ion hidrogen dari cairan tubuh, sebaliknya penambahan ion-ion hidrogen yang berlebihan dikenal sebagai “asidosis “
2.1.1 Asam dan basa yang kuat dan lemah
Asam kuat adalah asam yang berdiosiasi dengan cepat dan terutama melepaskan sejumlah besar ion H+ dalam larutan. Contohnya adalah HCL. Asam lemah mempunyai lebih sedikit kecenderungan untuk mendisosiasikan ion-ionnya dan oleh karena itu kurang kuat melepaskan H+. Contohnya H2CO3.
Basa kuat adalah basa yang bereaksi secara cepat dan kuat dengan H+. Oleh karena itu dengan cepat menghilangkannya dari larutan. Contoh yang khas adalah OH-, yang bereaksi dengan H+ untuk membentuk air ( H2O ). Basa lemah yang khas adalah HCO3- karena HCO3- berikatan dengan H+ secara jauh lebih lemah daripada OH-. Kebanyakan asam dan basa dalam cairan ekstraseluler yang berhubungan dengan pengaturan asam basa normal adalah asam dan basa lemah.
2.2 KESEIMBANGAN ASAM BASA
Derajat keasaman (pH) darah manusia normalnya berkisar antara 7.35 hingga 7.45. Tubuh manusia mampu mempertahan keseimbangan asam dan basa agar proses metabolisme dan fungsi organ dapat berjalan optimal.
Keseimbangan asam basa dalam tubuh manusia diatur oleh dua sistem organ yakni paru dan ginjal. Paru berperan dalam pelepasan (eksresi CO2) dan ginjal berperan dalam pelepasan asam.
Beberapa prinsip yang perlu kita ketahui terlebih dahulu adalah:
1. Istilah asidosis mengacu pada kondisi pH < 7.35 sedangkan alkalosis bila pH > 7.45
2. CO2 (karbondioksida) adalah gas dalam darah yang berperan sebagai komponen asam. CO2 juga merupakan komponen respiratorik. Nilai normalnya adalah 40 mmHg.
3. HCO3 (bikarbonat) berperan sebagai komponen basa dan disebut juga sebagai komponen metabolik. Nilai normalnya adalah 24 mEq/L
4. Asidosis berarti terjadi peningkatan jumlah komponen asam atau berkurangnya jumlah komponen basa.
5. Alkalosis berarti terjadi peningkatan jumlah komponen basa atau berkurangnya jumlah komponen asam.
2.3 PENGATURAN KESEIMBANGAN ASAM BASA
Pengaturan keseimbangan ion hidrogen dalam beberapa hal sama dengan pengaturan ion-ion lain dalam tubuh. Sebagai contoh, untuk mencapai homeostatis. Harus ada keseimbangan antara asupan atau produksi ion hidrogen dan pembuangan ion hidrogen dari tubuh. Dan seperti pada ion-ion lain, ginjal memainkan peranan kunci dalam pengaturan-pengaturan ion hidrogen. Akan tetapi, pengaturan konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler yang tepat melibatkan jauh lebih banyak daripada eliminasi sederhana ion-ion hidrogen oleh ginjal. Terdapat juga banyak mekanisme penyangga asam basa yang melibatkan darah, sel-sel, dan paru-paru yang perlu untuk mempertahankan konsentrasi ion hidrogen normal dalam cairan ekstraseluler dan intraseluler.
Dalam hal ini berbagai mekanisme yang turut membantu mengatur konsentrasi ion hidrogen, dengan penekanan khusus pada kontrol sekresi ion hidrogen ginjal dan reabsorpsi, produksi, dan ekskresi ion – ion bikarbonat oleh ginjal, yaitu salah satu komponen kunci sistem kontrol asam basa dalam berbagai cairan tubuh.
2.3.1 Konsentrasi ion hidrogen dan pH cairan tubuh normal serta perubahan yang terjadi pada asidosis dan alkalalosis.
Konsentrasi ion hidrogen darah secara normal dipertahankan dalam batas ketat suatu nilai normal sekitar 0,00004 mEq/liter ( 40 nEq/liter ). Variasi normal hanya sekitar 3 sampai 5 mEq/liter, tetapi dalam kondisi yang ekstrim, konsentrasi ion hidrogen yang bervariasi dari serendah 10 nEq/liter sampai setinggi 160 nEq/liter tampa menyebabkan kematian.
Karena konsentrasi ion hidrogen normalnya adalah rendah dan dalam jumlah yang kecil ini tidak praktis, biasanya konsentrasi ion hidrogen disebutkan dalam skala logaritma, dengan menggunakan satuan pH. pH berhubungan dengan konsentrasi ion hidrogen.
pH normal darah arteri adalah 7,4 , sedangkan pH darah vena dan cairan interstetial sekitar 7,35 akibat jumlah ekstra karbondioksida ( CO2 ) yang dibebaskan dari jaringan untuk membentuk H2CO3. Karena pH normal darah arteri 7,4 seseorang diperkirakan mengalami asidosis saat pH turun dibawah nilai ini dan mengalami alkolisis saat pH meningkat diatas 7,4. Batas rendah pH dimana seseorang dapat hidup lebih dari beberapa jam adalah sekitar 6,8 dan batas atas adalah sekitar 8,0.
pH intraseluler biasanya sedikit lebih rendah daripada pH plasma karena metabolisme sel menghasilkan asam, terutama H2CO3. Bergantung pada jenis sel, pH cairan intraseluler diperkirakan berkisar antara 6,0 dan 7,4. Hipoksia jaringan dan aliran darah yang buruk ke jaringan dapat menyebabkan pengumpulan asam dan itu dapat menurunkan pH intraseluler.
pH urin dapat berkisar dari 4,5 sampai 8,0 bergantung pada status asam basa cairan ekstraseluler. Contoh ekstrim dari suatu cairan tubuh yang bersifat asam adalah HCL yang diekskresikan kedalam lambung oleh oksintik ( sel-sel parietal ) dari mukosa lambung.
2.3.2 Pengaturan
Ada 3 sistem utama yang mengatur konsentrasi ion hidrigen dalam cairan tubuh untuk mencegah asidosis atau alkalosis:
1. Sistem penyangga asam basa kimiawi dalam cairan tubuh, yang dengan segera bergabung dengan asam atau basa untuk mencegah perubahan konsentrasi ion hidrogen yang berlebihan.
2. Pusat pernapasan yang mengatur pembuangan CO2 dari cairan ekstraseluler.
3. Ginjal yang dapat mengekskresikan urin asam atau urin alakalin, sehingga menyesuaikan kembali konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler menuju normal selama asidosis dan alkalisis.
Saat terjadi perubahan dalam konsentrasi ion hidrogen ,sistem penyangga cairan tubuh bekerja dalam waktu singkat untuk menimbulkan perubahan-perubahan ini. Sistem penyangga tidak mengeliminasi ion-ion hidrogen dari tubuh atau menambahnya kedalam tubuh tetapi hanya menjaga agar mereka tetep terikat sampai keseimbangan tercapai kembali. Kemudian sistem pernafasan juga bekerja dalam beberapa menit untuk mengeliminasi CO2 dan oleh karena itu H2CO3 dari tubuh. Kedua pengaturan ini menjaga konsentrasi ion hidrogen dai perubahan yang terlalu banyak sampai pengaturan yang ketiga bereaksi lebih lambat,Ginjal dapat mengeliminasi kelebihan asam dan basa dari tubuh.
Walaupun ginjal relatif lambat memberi respon,dibandingkan sistem penyangga dan pernafasan, ginjal merupakan sistem pengaturan asam-basa yang paling kuat selama beberapa jam sampai beberapa hari.
· Tubuh menggunakan 3 mekanisme untuk mengendalikan keseimbangan asam-basa darah:
1. Kelebihan asam akan dibuang oleh ginjal, sebagian besar dalam bentuk amonia
Ginjal memiliki kemampuan untuk merubah jumlah asam atau basa yang dibuang, yang biasanya berlangsung selama beberapa hari.
Ginjal memiliki kemampuan untuk merubah jumlah asam atau basa yang dibuang, yang biasanya berlangsung selama beberapa hari.
2. Tubuh menggunakan penyangga pH (buffer)
Tubuh menggunakan penyangga pH (buffer) dalam darah sebagai pelindung terhadap perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dalam pH darah. Suatu penyangga pH bekerja secara kimiawi untuk meminimalkan perubahan pH suatu larutan. Penyangga pH yang paliing penting dalam darah menggunakan bikarbonat. Bikarbonat (suatu komponen basa) berada dalam kesetimbangan dengan karbondioksida (suatu komponen asam). Jika lebih banyak asam yang masuk ke dalam aliran darah, maka akan dihasilkan lebih banyak bikarbonat dan lebih sedikit karbondioksida. Jika lebih banyak basa yang masuk ke dalam aliran darah, maka akan dihasilkan lebih banyak karbondioksida dan lebih sedikit bikarbonat.
3. Pembuangan karbondioksida.
Karbondioksida adalah hasil tambahan penting dari metabolisme oksigen dan terus menerus yang dihasilkan oleh sel. Darah membawa karbondioksida ke paru-paru dan di paru paru karbondioksida tersebut dikeluarkan (dihembuskan). Pusat pernafasan di otak mengatur jumlah karbondioksida yang dihembuskan dengan mengendalikan kecepatan dan kedalaman pernafasan. Jika pernafasan meningkat, kadar karbon dioksidadarah menurun dan darah menjadi lebih basa. Jika pernafasan menurun, kadar karbondioksida darah meningkat dan darah menjadi lebih asam. Dengan mengatur kecepatan dan kedalaman pernafasan, maka pusat pernafasan dan paru-paru mampu mengatur pH darah menit demi menit.
2.2.1 Sistem Penyangga Ion Hidrogen dalam Cairan Tubuh
Penyangga adalah zat apapun yang secara terbalik dapat mengikat ion-ion hidrogen,yang segera bergabung dengan asam basa untuk mencegah perubahan konsentrasi ion hidrogen yang berlebihan. Sistem ini bekerja sangat cepet dan menghasilkan efek dalam hitungan detik. Ada 4 sistem penyangga dalam cairan tubuh.
1. Sistem penyangga bikarbonat
Sistem penyangga bikarbonat terdiri dari larutan air yang mengandung dua zat:
1. Asam lemah ( H2CO3 )
2. Garam bikarboant ( NaHCO3 )
H2CO3 dibentuk dalam tubuh oleh reaksi CO2 dengan H2O :
CO2 + H2O H2CO3
Reaksi ini lambat, dan sangat sedikit jumlah H2CO3 yang dibentuk kecuali bila ada enzim karbonik anhidrase. Enzim ini banyak sekali di dinding alveoli paru-paru, dimana CO2 ( oksigen ) dilepaskan, karbonik anhidrase juga ditemukan di sel-sel epitel tubulus ginjal, dimana CO2 bereaksi dengan H2O untuk membentuk H2CO3.
H2CO3 berionasi seara lemah untuk membentuk sejumlah kecil H+ dan HCO3- :
H2CO3 H+ + HCO3-
Komponen dari kedua sistem, yaitu garam bikarbonat, terbentuk secara dominan sebagai natrium bikarbonat ( NaHCO3 ) dalam cairan ekstraseluler.
Oleh karena itu hasil akhinya adalah kecenderungan penurunan kadar CO2 dalam darah,tetapi penurunan CO2 dalam darah menghambat pernapasan dan penurunan laju ekspirasi CO2 . Peningkatan HCO3- yang terjadi didala darah dikompensasi oleh peningkatan ekskresi HCO3- ginjal.
Sistem penyangga bikarbonat merupakan penyangga ekstraselular yang paling penting. Sistem alasan bikarbonat kuat karena dua alasan berikut :
1. pH cairan ekstraseluler sekitar 7,4 , sedangkan pK sistem penyangga bikarbonat adalah 6,1 . Hal ini berarti bahwa terdapat sistem penyangga bikarbonat dalam bentuk HCO3- sebanyak 20 kali lebih besar daripada bentuk CO2 yang terlarut. Karena alasan inilah sistem tersebut bekerja pada bagian kurva penyangganya buruk.
2. Konsentrasi kedua elemen bikkarbonat, yaitu CO2 dan HCO3- tidak besar ( kecil ).
Selain ciri-ciri ini, sistem penyangga bikarbonat merupakan penyangga ekstraseluler yang paling kuat dalam tubuh. Sifat berlawanan yang jelas ini terutama akibat kenyataan bahwa kedua elemen sistem penyangga. HCO3- dan CO2 diatur oleh ginjal dan paru-paru. pH cairan ekstraseluler dapat diatur dengan tepat oleh kecepatan relatif dan penambahan HCO3- oleh ginjal dan kecepatan pemindahan CO2 oleh paru-paru.
2. Sistem penyangga fosfat
Sistem penyangga fosfat bekerja dalam cara yang serupa untuk mengubah asam kuat menjadi asam lemah dan basa kuat menjdi basa lemah. Natrium hidrogen fosfat ( Na2HPO4) adalah basa lemah dan natrium dihidrogen fosfat ( Na H2PO4) adalah asam lemah
HCl + Na2HPO4 ↔ NaH2PO4 + NaCl
NaOH + NaH2PO4 ↔ Na2HPO4 + H2O
Walaupun sistem penyangga fosfat tidak mempunyai manfaat yang besar sebagai penyangga cairan ekstraseluler, sistem penyangga ini memainkan peranan penting dalam penyangga cairan tubulus ginjal dan cairan intraseluler.
Elemen utama dalam sistem penyangga fosfat adalah H2PO4- dan HPO4- , bila suatu asam kuat seperti HCL ditambah kedalam campuran kedua zat ini, hidrogen diterima oleh basa HPO4- dan dikonversikan menjadi H2PO4- :
HCL+Na2HPO4 Na2HPO4 + NaCL
Hasil dari reaksi ini adalah asam kuat, yaitu HCL, digantikan oleh sejumlah asam lemah tambahan Na2HPO4 dan penurunan pH menjadi minimal.
Penyangga fosfat menpunyai peran yang sangat penting dalam cairan tubulus ginjal
Alasannya :
1. Fosfat biasanya menjadi sangat pekat dalam bentuk tubulus, sehingga meningkatkan tenaga penyangga sistem fosfat.
2. Cairan tubulus biasanya mempunyai pH yang lebih rendah daripada airan ekstraseluler, menyebabkan jangkauan kerja penyangga lebih mendekati pK sistem.
Sistem penyangga fosfat juga penting dalam penyangga intraseluler karena konsentrasi fosfat dalam cairan ini beberapa kali lebih besar daripada dalam cairan ekstraseluler. Juga pH cairan intraseluler lebih rendah daripada pH cairan ekstraseluler dan oleh karena itu biasanya lebih mendekati pK sistem penyangga fosfat, dibandingkan dengan pK cairan ekstraseluler.
3 Sistem protein
Sistem protein Sistem penyangga terkuat dalam tubuh. Karena mengandung gugus karboksil yang berfungsi sebagai asam dan gugus amino yang berfungsi sebagai basa. Protein banyak diantara para penyangga yang paling kuat dalam tubuh karena konsentrasinya yang tinggi, terutama didalam sel.
pH sel, walaupun sedikit lebih rendah daripada ph dalam cairan ekstraseluler, perubahannya kira-kira sesuai dengan perubahan pH cairan ekstraseluler. Ada sedikit ion hidrogen dan ion bikarbonat yang berdifusi melalui membran sel, walaupun ion-ion ini membutuhkan waktu beberapa jam untuk menjadi seimbang dengan cairan ekstraseluler, kecuali keseimbangan cepat yang terjadi didalam sel-sel darah merah. Akan tetapi CO2 dapat dengan cepat berdifusi melalui semua membran sel. Difusi elemen sistem penyangga bikarbonat ini mrnyebabkan pH cairan intraseluler berubah ketika terjadi perubahan pH cairan ekstraseluler. Karena alasan ini, sistem penyangga didalam sel membantu mencegah perubahan pH cairan ekstraseluler tetapi mungkin membutuhkan waktu beberapa jam untuk menjadi efektif secara maksimal.
Dalam sel darah merah, hemoglobin adalah penyangga penting sebagai berikut :
H+ + Hb HHb
Penelitian eksperimental telah menunjukkan bahwa 60 sampai 70 persen penyangga kimia total dalam cairan tubuh berada didalam sel-sel, kebanyakan dihasilkan dari protein intraseluler. Akan tetapi, kecuali untuk sel-sel darah merah, lambatnya pergerakan ion hidrogen dan ion bikarbonat melalui membran sel sering memperlambat kemampuan maksimal protein intraseluler sampai beberapa jam untuk menyangga gangguan asam basa ekstraseluler.
2.2.2 Pengaturan Pernapasan Terhadap Keseimbangan Asam Basa
Gangguan pada asam basa adalah pengaturan konsentrasi CO2 cairan ekstraseluler oleh paru-paru. Peningkatan cairan ekstra seluler akan menurunkan pH, sedangkan penurunan Pco2 akan meningkatkan pH. Oleh karena itu dengan menyesuaikan Pco2 meningkat atau menurun, paru-paru secara efektif dapat mengatur konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler. Peningkatan ventilasi CO2 dari cairan ekstraseluler yang melalui kerja massa akan mengurangi konsentrasi ion hidrogen. Sebaliknya penurunan ventilasi akan meningkatkan CO2, jadi juga meningkatkan konsentrasi ion hidrogen dalam cairan ekstraseluler.
1. Ekspirasi CO2 paru-paru mengimbangi pembentukan CO2 metabolik.
CO2 dibentuk secara teruss menerus dalam suhu tubuh melalui proses metabolisme intraseluler. Setelah itu CO2 berdifusi dari sel masuk kedalam cairan interstisial dan darah, dan aliran darah mentranspor CO2 ke paru, tempat CO2 berdifusi kedalam alveoli dan kemudian ditransfer ke atmosfer melalui paru-paru. Rata-rata secara normal terdapat sekitar 1,2 mol/liter CO2 yang terlarut dalam cairan ekstraseluler, yang sama dengan Pco2 40 mmHg.
Bila kecepatan pembentukan CO2 metabolik meningkat, Pco2 cairan ekstraseluler juga meningkat. Sebaliknya penurunan kecepatan metabolik menurunkan Pco2. Bila kecepatan ventilasi paru-paru dan Pco2 dalam cairan ekstraseluler menurun. Oleh karena itu perubahan ventilasi paru atau kecepatan pembentukan CO2 oleh jaringan dapat mengubah Pco2 cairan ekstraseluler.
2. Peningkatan ventilasi alveolus menurunkan konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler dan meningkatkan pH
Bila pembentukan CO2 metabolik tetap konstan, satu-satunya faktor lain yang mempengaruhi Pco2 dalam cairan ekstraseluler adalah kecepatan ventilasi alveolus, semakin rendah Pco2 dan sebaliknya, semakin rendah kecepatan ventilasi alveolus, semakin tinggi Pco2 . bila konsentrasi CO2 meningkat, konsentrasi H2CO3 dan konsentrasi ion hidrogen juga meningkat, sehingga menurunkan pH cairan ekstraseluler.
3. Peningkatan konsentrasi ion hidrogen merangsang ventilasi alveolus
Tidak hanya kecepatan ventilasi alveolus saja yang mempengaruhi konsentrasi ion hidrogen dengan mengubah Pco2 cairan tubuh, tetapi konsentrasi ion hidrogen juga mempengaruhi kecepatan ventilasi alveolus. Kecepatan alveolus meningkatkan empat sampai lima kali kecepatan normal sewaktu pH turun dari nilai normal. Oleh karena itu kompensasi pernapasan terhadap peningkatan pH tidak seefektif respon penurunan pH yang nyata.
4. Kontrol umpan balik konsentrasi hidrogen oleh sistem pernapasan
Karena peningkatan konsentrasi ion hidrogen meransang pernapasan dan karena peningkatan ventilasi alveolus sebaliknya menurunkan konsentrasi ion hidrogen, sistem pernapasan bekerja sebagai kontrol umpan balik negatif yang khas untuk konsentrasi ion hidrogen :
( H+ ) ventilasi alveolus
( - ) Pco2
Yaitu kapanpun konsentrasi ion hidrogen meningkat di atas normal, sistem pernapasan dirangsang dan diventilasi alveolus meningkat. Keadaan ini menurunkan Pco2 cairan ekstraseluler dan mengurangi konsentrasi ion hidrogen kembali menuju normal. Sebaliknya bila konsentrasi ion turun dibawah normal, pusat pernapasan menjadi tertekan, ventilasi alveolus menurun dan konsentrasi ion hidrogen meningkat kembali menuju normal.
5. Efisiensi kontrol pernapasan terhadap konsentrasi ion hidrogen
Kontrol pernapasan tidak mengembalikan konsentrasi ion hidrogen kembali normal bila beberapa gangguan diluar sistem pernapasan telah menghambat pH, biasanya mekanisme pernapasan untuk mengontrol konsentrasi ion hidrogen mempunyai efektifitas antara 50 dan 75 persen. Bila konsentrasi ion hidrogen tiba-tiba meningkat melalui penambahan asam kedalam cairan ekstraseluler dan pH turun dari 7,4 menjadi 7,0 , sistem pernapasan dapat mengembalikan pH ke nilai sekitar 7,2 sampai 7,3. Respon ini terjadi dalam waktu 3 sampai 12 menit.
6. Kekuatan pernapasan sistem pernapasan
Pengaturan pernapasan terhadap keseimbangan asam basa merupakan tipe sistem penyangga fisiologis karena pengaturan ini bekerja dengan cepat dan menjaga konsentrasi ion hidrogen dari perubahan yang terlalu besar sampai respon ginjal yang kebih lambat dapat menghilangkan ketidak seimbangan. Pada umumnya seluruh tenaga penyangga sistem pernapasan adalah satu sampai dua kali lebih besar daripada tenaga penyangga seluruh penyangga kimia lainnya dalam gabungan cairan ekstrasel.uler. artinya satu sampai dua kali lebih banyak asam atau basa yang secara normal dapat disangga oleh mekanisme ini daripada oleh penyangga kimia.
Akan tetapi gangguan pernapasan dapat juga menyebabkan perubahan konsentrasi ion hidrogen. Sebagai contoh, gangguan fungsi paru untuk menghilangkan CO2 keadaan ini kemudian menyebabkan pembentukan CO2 dalam cairan ekstraseluler dan kecenderungan ke arah asisdosis respirotarik. Juga kemampuan untuk memberi respon terhadap oksidasi metabolik menjadi terganggu karena pengurangan kompensasi Pco2 yang secara normal akan menjadi tumpul. Pada keadaan ini ginjal menjadi mekanisme fisiologis tunggal yang masih ada untuk mngembalikan pH ke arah normal setelah terjadi penyanggaan kimia awal dalam cairan ekstraseluler.
2.2.3 Kontrol Keseimbangan Asam-Basa Oleh Ginjal
Ginjal mengontrol keseimbangan asam basa dengan mengeluarkan urin yang asam atau yang basa. Pengeluaran urin asam akan mengurangi jumlah asam dalam cairan ekstraseluler, sedangkan pengeluaran urin basa berarti menghilangkan basa dari cairan ekstraseluler.
Keseluruhan mekanisme urin asam basa oleh ginjal adalah sebagai berikut : sejumlah besar ion bikarbonat disaring secara terus menerus kedalam tubulus, dan bila ion bikarbonat diekskresikan kedalam urin, keadaan ini menghilangkan basa dari darah. Sebaliknya sejumlah besar ion hidrogen juga dieksresikan ke dalam lumen tubulus oleh sel-sel epitel tubulus, jadi menghilangkan asam dari darah. Bila lebih banyak ion hidrogen yang diekskresikan daripada ion karbonat yang disaring, akan terdapat kehilangan asam dari ciran ekstraseluler. Sebaliknya bila lebih banyak bikarbonat yang disaring daripada hidrogen yang dieksresikan, akan terdapat kehilangan basa.
Setiap hari tubuh menghasilkan sekitar 80 miliekuivalen asam yang tidak menguap, terutama dari metabolisme protein. Asam-asam ini disebut tidak menguap karena mereka bukan H2CO3 oleh karena itu tidak dapat diekskresikan oleh paru-paru. Mekanisme primer untuk menghilangkan asam-asam ini dari tubuh adalah melalui ekskresi ginjal. Ginjal juga mencegah kehilangan bikarbonat dalam urin, suatu tugas yang seara kuantitatif lebih penting daripada ekskresi asam yang tiak menguap. Setiap hri ginjal menyaring sekitar 4320 miliekuivalen bikarbonat ( 180 liter/hari x 24 mEg/liter ) dan dalm kondisi normal, hampir semuanya direabsorbsi dari tubulus, sehingga mempertahankan sistem penyangga utama airan ekstraseluler.
Reabsorbsi bikarboanat dan ekskresi ion hidrogen ole tubulus. Karen ion bikarbonat harus bereaksi dengan ion hidogen yang disekresikan untuk membentuk H2CO3 sebelum dapat direabsobsi, 4320 miliekuivalen ion hidrogen harus disekresikan tiap hari hanya untuk mereabsorbsi bikarbonat yang disaring kemudian penambahan 80 miliekuivalen ion hidrogen harus diekskresikan untuk menghilangkan asam-asam yang tidak menguap dari tubuh yang diproduksi setiap hari, sehngga total 4400 miliekuivalen ion hidrogen yang diekskresikan kedalam cairan tubulus setiap harinya.
Bila terdapat pengurangan konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler ( alkaisis ), ginjal gagal mereabsorbsi semua bikarbonat yang disaring, sehingga meningkatkan ekskresi bikarbonat. Karena ion bikarbonat normalnya menyangga hidrogen dalam cairan ekstraseluler, kehillangan bikarbonat ini sama dengan penambahan satu ion hidrogen kedalam cairan ekstraseluler. Oleh karena itu pada alkalisis pengeluaran ion bikarbonat akan meningkatkan konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler kmbali menuju normal.
Pada asidosis, ginjal tidak mengekskresikan bikarbonat kedalam urin tetapi mereabsobsi semua bikarbonat yang disaring dan menghasilkan bikarbonat baru, yang ditambahkan kembali kecairan ekstraseluler, hal ini mengurangi konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler kembali menuju normal.
Jadi, ginjal mengatur konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler melalui tiga mekanisme dasar :
1. Sekresi ion-ion hidrogen
2. Reabsobsi ion-ion bikarbonat baru
3. Produksi ion-ion bikarbonat baru
1. Sekresi Ion Hidrogen Dan Reabsorsi Ion Bikarbonat Oleh Tubulus GinjaL
Sekresi ion hidrogen dan reabsorsi bikarbonat sebenarnya terjadi di seluruh bagian tubulus kecuali cabang tipis desenden dan asenden ansa Henle. Bahwa untuk setiap bikarbonat yang direabsorsi, harus ada satu ion hydrogen yang disekresikan. Sekitar 80 sampai 90 % reabsorsi bikarbonat ( dan sekresi ion hidrogen ) terjadi ditubulus proksimal, sehingga hanya sebagian kecil bikarbonat yang mengalir ke dalam tubulus distal dan duktus koligentes. Mekanisme reabsorsi bikarbonat juga meliputi ekresi ion hydrogen oleh tubulus, tetapi terdpat beberapa perbedaan dalam hal bahwa segmen-segmen tubulus yang menyelesaikan tugas ini adalah berbeda.
· Ion – Ion hydrogen Disekresikan Oleh Transpor Aktif Sekunder di segmen Tubulus Awal
Sel – sel tobulus proksimal,segmen tebal tobulus ansa Henle, dan tobulus distal semuanya semuanya menyekresi ion hidrogen kedalam cairan tobulusmelalui transport – imbangan natrium – hydrogen. Sekresi aktif sekunder dari ion hydrogen ini berpasangan dengan transport natrium ke dalam sel pada membrane luminal, dan energy untuk sekresi ion hydrogen melawan gradient konsentrasi berasal dari gradient natrium yang membantu pergerakan natrium ke dalam sel. Gradien ini dihasilakan pompa natrium – kalium adenosine trifosfat ( ATPase ) di membrane basolateral. Lebih dari 90 % bikarbonat dreabsorsi dengan cara ini, mambutuhkan sekitar 3900 miliekuivalen hydrogen untuk dieksresikan setiap hari oleh tobulus. Akan tetapi melanisme ini tidak mencapai konsentrasi ion hidrogenyang sangat tinggi dalam cairan tobulus, cairan tobular menjadi sangat asam di bagian berikutnya dari system tobulus.
Proses sekresi dimulai ketika CO2 berdifusi ke dalam sel tubulusatau dibentuk melelui metabolisme di sel epitel tobulus, CO2 dibawah pengaruh enzim karbunik anhidrase , bergabung dengan H2O untuk membentuk H2CO3 yang brdisosiasi HCO3- dan H+. Ion – ion hydrogen disekresikan dari sel masuk kedalam lumen tubulus melalui transport - imbangan natrium – hydrogen. Artinya ketika natrium bergerak dari lumen tubulus ke bagian dalam sel, natrium mula – mula bergabung dengan protein pembawa di batas luminal membran sel ; pada waktu yang bersamaan, ion hydrogen di bagian dalam sel bergabung dengan protein pembawa. Natrium bergerak kedalam melalui gradient konsentrasi yang telah dicapai oleh natrium – kalium ATPase di membrane basolateral. Gradien untuk pergerakan natrium kedlam sel kemudian menyediakan energy untuk menggerakkan ion hidrigen dalam arah yang belawanan dari dalam sel ke lumen tubulus.
Ion bikarbonat yang dihasilakan dlam sel ( bila ion hydrogen berdisosiasi dari H2CO3 ) kemudian bergerak turun melintasi membrane basolateral ke dalam cairan intertisial ginjal dan darah kapiler peri – tubular. Hasil akhirnya adalah bahawa untuk setiap ion hydrogen yang disekresikan kedalam lumen tubulus, satu ion bikarbonat masuk kedalam darah.
· Ion –Ion Bikarbonat yang Disaring Direabsorsi melalui Interaksi dengan Ion Hidrogen dalam Tubulus
Ion – ion bikarbonat tidak mudah menembus membrane luminal sel – sel tbulus ginjal; oleh karena itu, ion – ion bikarbonat yang di disring oleh glomerulus tidak dapat direabsorsi secara lagsung. Sebaliknya, bikarbonat direabsorsi melalui proses khusus dimana bikarbonat pertama kali brgabung dengan ion hydrogen untuk membentuk H2CO3, yang akhirnya menjadi CO2 dan H2O.
Reabsorsi ion – ion bikarbonat ini diawlai oleh reksi diantara tubulus antara ion – ion bikarbonat yang disaring pada glomerulus dan ion – ion hydrogen yang disekresi oleh sel – sel tubulus. H2CO3 yang terbentuk kemudian berdisosiasi menjadi CO2 dan H2O. CO2 dapat bergerak dengan mudah melewati membran tubulus; oleh karena itu, CO2 bergabung kembali dengan H2O, dibaeah pengaruh karbonik anhidrase, untuk menghasilakan molekul H2CO3 yang baru. H2CO3 ini kemudian berdisosiasi membentuk ion bikarboanat dan ion hydrogen; ion bikarbonat kemudian berdifusi melalui membrane basolateral kedalam cairan intertisial dan dibawa naik ke darah kapilere peritubular. Jadi setiap kali ion hydrogen dibentuk di dalam sel – sel epitel tubular, ion bikarbonat juga dibentuk dan dilepaskan kembali ke dalam darah. Efek bersih dari reaksi ini adalah “reabsorsi” ion bikarbonat dari tubulus, walaupun ion – ion bikarbonat yang sebenarnya memasuki cairan ekstraseluler tidak sama dengan yang disaring ke dalam tubulus.
· Ion – ion Bikarbonat “ Dititrasi ” Terhadap Ion – ion Hidrogen Dalam Tubulus.
Dalam kondisi normal, kecepatan sekresi ion hydrogen tubular adalah sekitar 4400mEq/hari. Jadi, jumalah kedua ion yang memasuki tubulus ini hampir sama, dan mereka bergabung untuk membentuk CO2 dan H2O. Oleh karena itu peningkatan bahwa ion – ion bikarbonat dan ion –ion hydrogen normalnya bertitrasi satu sama lain dengan tubulus.
Proses titrasi ini tidak begitu tepat karena biasanya sedikit kelebiahn ion hydrogen dalm tubulus akan dieksresikan dalm urin. Kelebihan ion ini sekitar ( 80mEq/hari ) membersihkan tubuh dari asam – asam yang tidak menguap yang dihasilakan oleh metabolisme. Kebanyakan ion hydrogen tidak diekskresikan sebagai ion hydrogen bebas tetepi lebih dalam bentuk kombinasi dengan penyangga urin lainya, terutama fosfat dan ammonia
Bila terdapat kelebiahan ion bikarbonat melebihi ion hydrogen dalam urin, eperti yang terjadi alkalosis metabolic, kelebihan ion bikarbonat tidak dapat direabsorsi; oleh karena itu, kelebiahan ion bikarbonat ditinggalkan di dalam tubulus dan akhirnya diekskresiakn ke dalam urin, yang membantu mengoreksi alkalosis metabolic.
Pada asidosis, teradapat kelebihan jumlah ion hydrogen dibandingkan dengan ion bikarboanat, menyebabkan reabsorsi menyeluruh bikarbonat,dan kelebiahan ion hydrogen dikeluarkan kedalam urin. Kelebihan ion hydrogen ini disangga didalam tubulus olen fosfata dan ammonia dan akhirnya dieksresikan sebagai garam. Jadi, mekanisme dasar dimana ginjal mengoreksi asidosis atau alkalosis merupakan titrasi tidak lengkap dari ion hydrogen terhadap ion bikarbonat, meninggalakan salah satu dari kedua ion ini untuk dikeluarkan ke dalam urin, oleh karena itu dihilangkan dari cairan ekstraseluler.
· Sekresi Aktif Primer dari Ion Hidrogen dalam Sel –Sel Intercalated pada Tubulus Distal Bagian Akhir dan Duktus Koligentes.
Dimulai dari bagian akhir tubulus distal dan berlanjut melelui sisa system tubular, epitel tubulus menyekresikan ion – ion hydrogen melalui transport aktif primer. Ciri – ciri transport ini berbeda dengan transport yang didiskusikan untuk tubulus proksimal dan ansa henle.
Mekanisme sekresi aktif primer ion hydrogen terjadi pada membrane luminal sel tubulus, tempat ion – ion hydrogen ditranspor secara langsung oleh suatu protein khusus, yaitu pentranspor-hidrogen ATPase. Energi yang dibutuhkan untuk memompa ion hydrogen dihasilakn dari pemecahan ATP menjadi adenin difosfat.
Sekresi primer ion hydrogen terjadi di suatu sel jenis khusus yang disebut sel intercalated pada tubulus distal bagian akhir dan duktus koligentes. Sekresi hydrogen dalam sel – sel ini dicapai melalui dua langkah:
1. CO2 terlarut dalam sel ini bergabung dengan H2O membentuk H2O dan H2CO3
2. H2CO3 kemudian berdisosiasi menjadi ion bikarbonat yang direabsorsi menjadi ion bikarbonat yang direabsorsi ke dalam darah ditambah ion hydrogen yang disekresikan kedalam tubulusmelelui mekanisme hydrogen-ATPase
Untuk setiap ion hydrogen yang disekresikan, satu bikarbonat direabsorsi, mirip dengan proses didalam tubulusproksimal. Perbedaan utama adalah bahwa hydrogen bergerak melewati membrane luminal melalui pompa aktif H+ dan bukan melalui transport-imbangan, seperti yang terjadi pad bagian awl nefron.
Walaupun sekresi ion hydrogen di tubulus distal bagian akhir dan duktus koligentes hanya merupakan sekitar 5 % dari ion hydrogen total yang disekresikan, mekanisme ini penting dalam pembentukan urin asam yang maksimal. Ditubulus proksimal, konsentrasi ion hydrogen dapat ditingkatkan hanya sekitar 3 – 4 kali lipat, walaupun sejumlah besra ion hydrogen disekresikan melalui segmen nefron ini. Sebaliknya, konsentrasi ion hydrogen dapat ditingkatkan sebanyak 900 kali lipat di dalam duktus koligentes. Penurunan pH cairan tubulus ini sampai sekitar 4,5, yang merupakan batas bawah pH yang dapat dicapai oleh ginjal normal.
2.3 Gangguan keseimbangan asam basa
2.3.1 Asidosis Respiratorik
A. Pengertian
Asidosis Respiratorik adalah keasaman darah yang berlebihan karena penumpukan karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari fungsi paru-paru yang buruk atau pernafasan yang lambat.
Kecepatan dan kedalaman pernafasan mengendalikan jumlah karbondioksida dalam darah. Dalam keadaan normal, jika terkumpul karbondioksida, pH darah akan turun dan darah menjadi asam.
Tingginya kadar karbondioksida dalam darah merangsang otak yang mengatur pernafasan, sehingga pernafasan menjadi lebih cepat dan lebih dalam.
B. Penyebab
Asidosis respiratorik terjadi jika paru-paru tidak dapat mengeluarkan karbondioksida secara adekuat. Hal ini dapat terjadi pada penyakit-penyakit berat yang mempengaruhi paru-paru, seperti:
· Emfisema
· Bronkitis kronis
· Pneumonia berat
· Edema pulmoner
· Asma.
Selain itu, seseorang dapat mengalami asidosis respiratorik akibat narkotika dan obat tidur yang kuat, yang menekan pernafasan Asidosis respiratorik dapat juga terjadi bila penyakit-penyakit dari saraf atau otot dada menyebabkan gangguan terhadap mekanisme pernafasan.
.
.
C. Gejala
Gejala pertama berupa sakit kepala dan rasa mengantuk. Jika keadaannya memburuk, rasa mengantuk akan berlanjut menjadi stupor (penurunan kesadaran) dan koma. Stupor dan koma dapat terjadi dalam beberapa saat jika pernafasan terhenti atau jika pernafasan sangat terganggu; atau setelah berjam-jam jika pernafasan tidak terlalu terganggu. Ginjal berusaha untuk mengkompensasi asidosis dengan menahan bikarbonat, namun proses ini memerlukan waktu beberapa jam bahkan beberapa hari.
D. Diagnose
Biasanya diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan pH darah dan pengukuran karbondioksida dari darah arteri.
E. Pengobatan
Pengobatan asidosis respiratorik bertujuan untuk meningkatkan fungsi dari paru-paru. Obat-obatan untuk memperbaiki pernafasan bisa diberikan kepada penderita penyakit paru-paru seperti asma dan emfisema.
Pada penderita yang mengalami gangguan pernafasan yang berat, mungkin perlu diberikan pernafasan buatan dengan bantuan ventilator mekanik.
2.3.2 Asidosis Metabolik
A. Definisi
Asidosis Metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang ditandai dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman melampaui sistem penyangga pH, darah akan benar-benar menjadi asam.
Seiring dengan menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara menurunkan jumlah karbon dioksida.
Pada akhirnya, ginjal juga berusaha mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam dalam air kemih.
Tetapi kedua mekanisme tersebut bisa terlampaui jika tubuh terus menerus menghasilkan terlalu banyak asam, sehingga terjadi asidosis berat dan berakhir dengan keadaan koma.
Pada akhirnya, ginjal juga berusaha mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam dalam air kemih.
Tetapi kedua mekanisme tersebut bisa terlampaui jika tubuh terus menerus menghasilkan terlalu banyak asam, sehingga terjadi asidosis berat dan berakhir dengan keadaan koma.
B. Penyebab
Penyebab asidosis metabolik dapat dikelompokkan kedalam 3 kelompok utama:
1. Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika mengkonsumsi suatu asam atau suatu bahan yang diubah menjadi asam.
Sebagian besar bahan yang menyebabkan asidosis bila dimakan dianggap beracun.
Sebagian besar bahan yang menyebabkan asidosis bila dimakan dianggap beracun.
Contohnya adalah metanol (alkohol kayu) dan zat anti beku (etilen glikol).Overdosis aspirin pun dapat menyebabkan asidosis metabolik.
2. Tubuh dapat menghasilkan asam yang lebih banyak melalui metabolisme.Tubuh dapat menghasilkan asam yang berlebihan sebagai suatu akibat dari beberapa penyakit; salah satu diantaranya adalah diabetes melitus tipe I. Jika diabetes tidak terkendali dengan baik, tubuh akan memecah lemak dan menghasilkan asam yang disebut keton. Asam yang berlebihan juga ditemukan pada syok stadium lanjut, dimana asam laktat dibentuk dari metabolisme gula.
3. Asidosis metabolik bisa terjadi jika ginjal tidak mampu untuk membuang asam dalam jumlah yang semestinya.
Bahkan jumlah asam yang normalpun bisa menyebabkan asidosis jika ginjal tidak berfungsi secara normal. Kelainan fungsi ginjal ini dikenal sebagai asidosis tubulus renalis, yang bisa terjadi pada penderita gagal ginjal atau penderita kelainan yang mempengaruhi kemampuan ginjal untuk membuang asam.
Bahkan jumlah asam yang normalpun bisa menyebabkan asidosis jika ginjal tidak berfungsi secara normal. Kelainan fungsi ginjal ini dikenal sebagai asidosis tubulus renalis, yang bisa terjadi pada penderita gagal ginjal atau penderita kelainan yang mempengaruhi kemampuan ginjal untuk membuang asam.
· Penyebab utama dari asidois metabolik: Gagal ginjal
· Asidosis tubulus renalis (kelainan bentuk ginjal)
· Ketoasidosis diabetikum
· Asidosis laktat (bertambahnya asam laktat)
· Bahan beracun seperti etilen glikol, overdosis salisilat, metanol, paraldehid, asetazolamid atau amonium klorida
· Kehilangan basa (misalnya bikarbonat) melalui saluran pencernaan karena diare, ileostomi atau kolostomi.
C. Gejala
Asidosis metabolik ringan bisa tidak menimbulkan gejala, namun biasanya penderita merasakan mual, muntah dan kelelahan. Pernafasan menjadi lebih dalam atau sedikit lebih cepat, namun kebanyakan penderita tidak memperhatikan hal ini.
Sejalan dengan memburuknya asidosis, penderita mulai merasakan kelelahan yang luar biasa, rasa mengantuk, semakin mual dan mengalami kebingungan.
Bila asidosis semakin memburuk, tekanan darah dapat turun, menyebabkan syok, koma dan kematian.
Bila asidosis semakin memburuk, tekanan darah dapat turun, menyebabkan syok, koma dan kematian.
D. Diagnosa
Diagnosis asidosis biasanya ditegakkan berdasarkan hasil pengukuran pH darah yang diambil dari darah arteri (arteri radialis di pergelangan tangan).
Darah arteri digunakan sebagai contoh karena darah vena tidak akurat untuk mengukur pH darah.
Darah arteri digunakan sebagai contoh karena darah vena tidak akurat untuk mengukur pH darah.
Untuk mengetahui penyebabnya, dilakukan pengukuran kadar karbon dioksida dan bikarbonat dalam darah. Mungkin diperlukan pemeriksaan tambahan untuk membantu menentukan penyebabnya.
Misalnya kadar gula darah yang tinggi dan adanya keton dalam urin biasanya menunjukkan suatu diabetes yang tak terkendali. Adanya bahan toksik dalam darah menunjukkan bahwa asidosis metabolik yang terjadi disebabkan oleh keracunan atau overdosis.
Misalnya kadar gula darah yang tinggi dan adanya keton dalam urin biasanya menunjukkan suatu diabetes yang tak terkendali. Adanya bahan toksik dalam darah menunjukkan bahwa asidosis metabolik yang terjadi disebabkan oleh keracunan atau overdosis.
Kadang-kadang dilakukan pemeriksaan air kemih secara mikroskopis dan pengukuran pH air kemih.
F. Pengobatan
Pengobatan asidosis metabolik tergantung kepada penyebabnya.
Sebagai contoh, diabetes dikendalikan dengan insulin atau keracunan diatasi dengan membuang bahan racun tersebut dari dalam darah.
Kadang-kadang perlu dilakukan dialisa untuk mengobati overdosis atau keracunan yang berat.
Sebagai contoh, diabetes dikendalikan dengan insulin atau keracunan diatasi dengan membuang bahan racun tersebut dari dalam darah.
Kadang-kadang perlu dilakukan dialisa untuk mengobati overdosis atau keracunan yang berat.
Asidosis metabolik juga bisa diobati secara langsung.
Bila terjadi asidosis ringan, yang diperlukan hanya cairan intravena dan pengobatan terhadap penyebabnya.
Bila terjadi asidosis ringan, yang diperlukan hanya cairan intravena dan pengobatan terhadap penyebabnya.
Bila terjadi asidosis berat, diberikan bikarbonat mungkin secara intravena; tetapi bikarbonat hanya memberikan kesembuhan sementara dan dapat membahayakan.
2.3.3 Alkalosis respiratorik
A. Definisi
Alkalosis Respiratorik adalah suatu keadaan dimana darah menjadi basa karena pernafasan yang cepat dan dalam, sehingga menyebabkan kadar karbondioksida dalam darah menjadi rendah.
B. Penyebab
Pernafasan yang cepat dan dalam disebut hiperventilasi, yang menyebabkan terlalu banyaknya jumlah karbondioksida yang dikeluarkan dari aliran darah. Penyebab hiperventilasi yang paling sering ditemukan adalah kecemasan. Penyebab lain dari alkalosis respiratorik adalah:
· rasa nyeri
· sirosis hati
· kadar oksigen darah yang rendah
· demam
· overdosis aspirin.
C. Gejala
Alkalosis respiratorik dapat membuat penderita merasa cemas dan dapat menyebabkan rasa gatal disekitar bibir dan wajah. Jika keadaannya makin memburuk, bisa terjadi kejang otot dan penurunan kesadaran.
D. Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pengukuran kadar karbondioksida dalam darah arteri. pH darah juga sering meningkat.
E. Pengobatan
Biasanya satu-satunya pengobatan yang dibutuhkan adalah memperlambat pernafasan. Jika penyebabnya adalah kecemasan, memperlambat pernafasan bisa meredakan penyakit ini. Jika penyebabnya adalah rasa nyeri, diberikan obat pereda nyeri.
Menghembuskan nafas dalam kantung kertas (bukan kantung plastik) bisa membantu meningkatkan kadar karbondioksida setelah penderita menghirup kembali karbondioksida yang dihembuskannya.
Pilihan lainnya adalah mengajarkan penderita untuk menahan nafasnya selama mungkin, kemudian menarik nafas dangkal dan menahan kembali nafasnya selama mungkin. Hal ini dilakukan berulang dalam satu rangkaian sebanyak 6-10 kali. Jika kadar karbondioksida meningkat, gejala hiperventilasi akan membaik, sehingga mengurangi kecemasan penderita dan menghentikan serangan alkalosis respiratorik.
2.3.4 Alkalosis metabolik
A. Definisi
Alkalosis Metabolik adalah suatu keadaan dimana darah dalam keadaan basa karena tingginya kadar bikarbonat.
B. Penyebab
Alkalosis metabolik terjadi jika tubuh kehilangan terlalu banyak asam.
Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah asam lambung selama periode muntah yang berkepanjangan atau bila asam lambung disedot dengan selang lambung (seperti yang kadang-kadang dilakukan di rumah sakit, terutama setelah pembedahan perut).
Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah asam lambung selama periode muntah yang berkepanjangan atau bila asam lambung disedot dengan selang lambung (seperti yang kadang-kadang dilakukan di rumah sakit, terutama setelah pembedahan perut).
Pada kasus yang jarang, alkalosis metabolik terjadi pada seseorang yang mengkonsumsi terlalu banyak basa dari bahan-bahan seperti soda bikarbonat.
Selain itu, alkalosis metabolik dapat terjadi bila kehilangan natrium atau kalium dalam jumlah yang banyak mempengaruhi kemampuan ginjal dalam mengendalikan keseimbangan asam basa darah.
Selain itu, alkalosis metabolik dapat terjadi bila kehilangan natrium atau kalium dalam jumlah yang banyak mempengaruhi kemampuan ginjal dalam mengendalikan keseimbangan asam basa darah.
Penyebab utama akalosis metabolik:
· Penggunaan diuretik (tiazid, furosemid, asam etakrinat)
· Kehilangan asam karena muntah atau pengosongan lambung
· Kelenjar adrenal yang terlalu aktif (sindroma Cushing atau akibat penggunaan kortikosteroid).
C. Gejala
Alkalosis metabolik dapat menyebabkan iritabilitas (mudah tersinggung), otot berkedut dan kejang otot; atau tanpa gejala sama sekali. Bila terjadi alkalosis yang berat, dapat terjadi kontraksi (pengerutan) dan spasme (kejang) otot yang berkepanjangan (tetani).
D. Diagnosa
Dilakukan pemeriksaan darah arteri untuk menunjukkan darah dalam keadaan basa.
E. Pengobatan
Biasanya alkalosis metabolik diatasi dengan pemberian cairan dan elektrolit (natrium dan kalium) . Pada kasus yang berat, diberikan amonium klorida secara intravena.
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
A. Penilaian Ketidakseimbangan asam basa
Ø Penilaian Sistematik daam Penilaian gangguan asam basa. Awali dengan kecurigaan klinis yang tinggi :
1. Teliti riwayat klinis dari perjalanan penyakit yang dapat mengakibatkanketidakseimbangan asam basa.
· Ini membuthkan pengetahuan tentang patogensis dari berbagai gangguan asam basa.
· Contohnya, asidosis respiratorik mungkin dapat diperkirakan timbul pada penderita penyakit paru obstruksi menahun.
2. Perhatikan tanda dan gejala klinis yang mengarah kepada gangguan asam basa.
· Sayang sekali, banyak tanda dan gejala dari gangguan asam basa tidak jelas dan non spesifik.
· Contoh, pernafasan kussmaul pada pasien diabetes dapat merupakan tanda kompensasi pernafasan terhadap asidosis metabolik.
3. Periksa hasil pemeriksaan laboratorium untuk elektrolit dan data lainnya yang mengarah kepada proses penyakit yang berkaitan dengan gangguan asam basa.
· Contoh, hipokalemia sering berkaitan dengan alkalosis metabolik.
· Contoh, peningkatan kadar kreatinin serum menunjukkan insufesiensi ginjal dan insufesiensi serta gagal ginjal sering disertai asidosis metabolik.
Ø Menilai variabel-variabel asam basa untuk mengetahui tipe gangguan.
1. Pertama, periksa PH darah arteri untuk menentukan arah dan besarnya gangguan asam basa.
· Jika menurun, pasien mengalami asidemia dengan dua sebab yang mungkin : asidosis metabolik atau asidosis respiratorik.
· Jika meningkat, pasien mengalami alkalemia dengan dua sebab yang mungkin : alkalosis metabolik atau alkalosis respiratorik.
· Ingatlah bahwa kampensasi ginjal dan pernafasan jarang memulihkan PH kembali normal sehingga jika ditemukan PH yang normal meskipun ada perubahan dalam PaCO2 dan HCO3 ,mungkin ada gangguan campuran ; contohnya seorang pasien dengan asidosis respiratorik yang bercampur dengan alkalosis metabolik mungkin akan mempunyai PH yang normal.
2. Perhatikan variabel pernafasan (PaCO2) dan metabolik HCO3 , yang berhubungan dengan PH untuk mencoba mengetahui apakah gangguan primer bersifat respiratorik, metabolik atau campuran.
· Apakah PaCO2 normal (40 mmHg), meningkat atau menurun ?• Apakah HCO3 normal (24 mEq/L), meningkat atau menurun
· Tambahan : apakah ada kelebihan atau kekurangan basa ?
· Pada gangguan asam basa sederhana, PaCO2 dan HCO3 selalu berubah dalam arah yang sama.
· Penyimpangan dari PaCO2 dan HCO3 dalam darah yang berlawanan menunjukkan adanya gangguan asam basa campuran.
· Cobalah untuk menduga campuran primer dengan menghubungkan hasil pemeriksaan yang ditemukan dengan keadaan klinis.
3. Perkirakan respon kompensatorik yang bakal terjadi pada gangguan asam basa primer.
a. Jika respon kompensatorik lebih berat atau ringan dari pada yang diperkirakan, mungkin ada gangguan asam basa campuran (normogram asam basa juga dapat digunakan untuk mengetahui gangguan asan basa campuran)
b. Hitung selisih (gap) anion plasma.
Jika meningkat ( >16 mEq/l ), mungkin sekali terjadi acidosis metabolik.
c. Bandingkan besarnya penurunan HCO3 plasma dengan peningkatan selisih anion : seharusnya sama besar.
· Jika peningkatan
· Jika peningkatan selisih dari anion jauh lebih besar dari penurunan HCO3 berarti ada alkalosis metabolik yang menyertainya.
4. Buat penafsiran tahap akhir.
· Gangguan asam-basa sederhana
1. Akut (tidak terkompensasi) atau
2. Kronik (sebagian atau sepenuhnya terkompensasi )
· Gangguan asam-basa campuran
· Asidosis metabolik dengan selisih anion normal atau lebar.
B. Kelainan yang berhubungan dengan keseimbangan asam basa
1. Asidosis Metabolik (kekurangan bikarbonat =HCO3 )
Penurunan primer kadar bikarbonat sehingga terjadi penurunan PH ( peningkatan ion H) . HCO3 di ECF =22 mEq/L dan PH =7,35. Kompensasi pernafasan segera dimulai untuk menurunkan PaCO2 melalui hiperventilasi sehinga asidosis metabolik jarang terjadi secara akut.
· Sebab-sebab Asidosis Metabolik.
Selisih anion normal (hiperkloremik)
1. Kehilangan bikarbonat
a. Kehilangan melalui saluran cerna :
· Diare
· Ilieotomi ; fistula pankreas, kantong empedu atau usus halus.
· Ureterosigmoidostomi
b. Kehilangan melalui ginjal :
· Asidosis tubulus proksimal ginjal (RTA)
· Inhibitor Karbonik Anhidrase (Asetazolamid)Hipoaldosteronisme
2. Peningkatan beban asam
a. Amonium klorida (NH4Cl NH3 + HCl
b. Cairan-cairan hiperalimentasi
3. Lain-lain
C. Pemberian IV larutan garam secara cepat .
D. Selisih anion meningkat
1. Peningkatan produksi asam :
· Asidosis laktat : laktat (perfusi jaringan atau aksigenasi yang tidak memadai seperti pada syok atau henti kardiopulmonar)
· Ketoasidosis diabetik : Beta-hidroksibutirat.
· Kelaparan: peningkatan asam - asam keto
· Intoksikasi alkohol : peningkatan asam-asam keto
2. Menelan substansi toksik
· Kelebihan dosis salisilat : Salisilat, laktat, keton
· Metanol atau formaldehid : formad
· Etilglikol (antibeku) : oksilat, glikolat
B. DIAGNOSA / MASALAH
Ø Data Subjektif : Data berasal dari klein.
Ø Data Objektif : berdasarkan pemeriksaan umum.
C. PERENCANAAN
Hal-hal yang dilakukan untuk melaksanakan proses keperawatan, mulai dari pengkajian, diagnosa yang valid sebelum melaksanakan tindakan ( implementasi ).
D. IMPLEMENTASI
Merencanakan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan berdasarkan langkah-langkah sebelumnya.
A. Asidosis Metabolik
1. Independen
· Monitor tekanan darah, frekwensi nadi / ritme
· Kaji tingkat kesadaran dan catat perubahan progresif, kondisi neuromuskuler misalnya : kekuatan, tonus otot, pergerakan.
· Bila terjadi koma, lakukan : tempat tidur direndahkan, gunakan penghalang tempat tidur, observasi yang sering.
· Observasi respirasi mengenai jumlah dan kedalamannya.
· Kaji temperatur kulit : warna dan perfusi jaringan
· Auskultasi bunyi bising usus
· Monitor intake dan out put serta berat badan setiap hari
· Tes atau monitor PH urine
· Jaga kebersihan mulut dengan kumur cairan sodium bikarbona, lemon atau boraks gliserin
2. Kolaborasi
· Bantu dengan mengidentifikasi / mengobati sesuai penyebabnya
· Monitor analisa gas darah
· Monitor serum elektrolit dan potasium
· Berikan cairan sesuai indikasi, tergantung pada etiologi antara lain Dekst. 5 %/saline solution
· Berikan obat-obatan sesuai dengan indikasi antara lain :
· Sodium bikarbonat/laktat atau saline melalui intra vena (mengoreksi defisit bikarbonat/mengoreksi asidosis dengan PH , 7,2)
· Potasium clorida (defisit serum)
· Phospat (kronik asidosis dengan hipophopatemia)
· Calsium (fungsi neuro muskuler)
· Modifikasi diet sesuai dengan indikasi, contohnya : Diet rendah protein, tinggi karbohidrat bila terdapat gagal ginjal atau diabetes.
· Laksanakan terapi dralisil bila diindikasikan
B. Alkalosis Metabolik
1. Independen
· Monitor jumlah pernafasan, ritme dan kedalamannya
· Monitor jumlah nadi dan ritmenya
· Monitor intake dan out put serta berat badan tiap hari
· Batasi intake oral dan kurangi stimulus lingkungan, lakukan suction secara intermiten bila terpasang NGT, irigasi/bilas lambung dengan cairan isotonik
· Anjurkan intak cairan dan makanan tinggi potasium dan kalsium sedapat mungkin (tergantung pada tingkat kalsium dan potasium dalam darah), contohnya : buah anggur dan buah apel, pisang, Cauli flower (kembang kol), buah kering (manisan), kolang-kaling, biji gandum.
· Lanjutkan pemberian terapi diuretik secara teratur, contoh lasik, etherynic acid.
· Instruksikan pasien untuk mencegah hilangnya, sejumlah bikarbonat (anjurkan pasien untuk minum susu)
2. Kolaborasi
· Bantu dengan mengidentifikasi/mengobati sesuai penyebabnya
· Analisa gas darah, serum elektrolit, BUN
· Berikan obat-obatan
· Sodium clorida/cairan ringer laktat secara intra vena jika tidak ada kontra indikasi.
· Amonium clorida atau arginin hidroklorida untuk mencegah penurunan PH
· Potasium clorida untuk mengatsi hipokalemia
· Diamox
· Spironolakton
· Cugah atau batasi pengguanan sedatif/penenang
· Anjurkan/laksanakan pemberian cairan secara intra vena
· Berikan oksigen sesuai indikasi dan obat-obatan respiratori untuk mengatasi kondisi ventilasi
· Bantu dengan dralisis jika diperlukan
C. Asidosis Respiratori
1. Independen
· Monitor jumlah pernafasan, kedalaman dan kesulitan pasien bernafas (cuping hidung)
· Auskultasi suara nafas
· Kaji penurunan tingkat kesadaran
· Monitor denyut nadi dan ritmenya
· Catat warna kulit dan kelembabannya
· Anurkan pasien untuk batuk dan nafas dalam, tempatkan pada posisi semifowler, lakukan suction jika perlu, berikan nafas tambahan/oksigen sesuai indikasi
2. Kolaborasi
· Bantu dengan mengidntifikasi/mengobati sesuai penyebabnya
· Monitor analisa gas darah dan kadar serum elektrolit
· Berikan oksigen sesuai indikasi melalui masker, kanule atau ventrilasi mekanik/ventilator
· Tingkatkan jumlah pernafasan atau tidal volume
· Berikan obat sesuai indikasi antara lain :
o Naloxane hidroclorida (narcan) untuk menstimulasi fungsi pernafasan dalam pasien menggunakan obat sedatif
o Sodium bikarbonat
o Cairan IV seperti RL atau 0,6 M cairan Na lactal
o Potasium clorida
o Batasi pengguanan obat penenang atau tranquillizer
o Jaga kelembaban dengan menggunakan humidikasi
o Berikan chist terapi dada termasuk didalamnya postural drainage
o Bantu dengan alat bantu ventilator jika perlu
D. Alkalosis Respiratori
1. Independen
· Monitor jumlah pernafasan, kedalaman dan usahanya/kesulitan pasien bernafas (cuping hidung dll)
· Pastikan penyebab hiperventilasi jika mungkin seperti kecemasan, nyeri
· Kaji tingkat kesadaran dan catat status neuromuskuler
· Ajarkan pasien cara bernafas yang benar dan bantu pasien jika mengguanakan alat bantu pernafasan, misalnya masker
· Bantu Pasien untuk bersikap tenang
· Berikan pengaman bila perlu, misal tempat tidur direndahkan, penghalang tempat tidur dan observasi yang sering
2. KolaborasiBantu dengan mengidentifikasi/mengobati sesuai dengan penyebab
· Monitor analisa gas darah
· Monitor serum potasium
· Berikan sedativ jika ada indikasi
· Gunakan alat bantu pernafasan masker untuk mempertahankan/mengembalikan CO2. Kurangi frekwensi nafas/tidal volume dengan alat bantu ventilator
E. EVALUASI
BAB IV
PENUTUP
1.1 Penutup
Semoga makalah ini dapat memberikan gambaran mengenai keseimbangan asam basa. Bagi institusi sebagai arsip untuk mahasiswa yang lainya.
4.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharap pembaca dapat memahami penjelasan di dalamnya sehingga dapat diterapkan guna pemaksimalan pemahaman mengenai keseimbangan asam basa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar