cairan elektrolit


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Asam dan Basa merupakan dua golongan zat kimia yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Berkaitan dengan sifat asam Basa, larutan dikelompokkan dalam tiga golongan, yaitu bersifat asam, bersifat basa, dan bersifat netral. Asam dan Basa memiliki sifat-sifat yang berbeda, sehingga dapat kita bisa menentukan sifat suatu larutan. Untuk menentukan suatu larutan bersifat asam atau basa, ada beberapa cara. Yang pertama menggunakan indikator warna, yang akan menunjukkan sifat suatu larutan dengan perubahan warna yang terjadi. Misalnya Lakmus, akan berwarna merah dalam larutan yang bersifat asam dan akan berwarna biru dalam larutan yang bersifat basa. Sifat asam basa suatu larutan juga dapat ditentukan dengan mengukur pH-nya. pHmerupakan suatu parameter yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman larutan. Larutan asam memiliki pH kurang dari 7, larutan basa memiliki pH lebih dari 7, sedangkan larutan netral memiliki pH=7. pH suatu larutan dapat ditentukan dengan indikator pH atau dengan pH meter.
1.2  Rumusan Masalah
1.2.1        Apa yang dimaksud dengan Asam dan Basa ?
1.2.2        Bagaimana keseimbangan Asam dan Basa ?
1.2.3        Apa saja sistem penyangga Asam dan Basa dalam tubuh ?
1.2.4        Apa saja gangguan keseimbangan Asam dan Basa dalam tubuh ?
1.2.5        Bagaimana Proses keperawatan dalam gangguan cairan dan elektrolit ?
1.3  Tujuan Penulisan
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk memajami tentang asam dan basa. Sedangkan tujuan khususnya adalah
1.3.1        Apa yang dimaksud dengan Asam dan Basa ?
1.3.2        Bagaimana keseimbangan Asam dan Basa ?
1.3.3        Apa saja sistem penyangga Asam dan Basa dalam tubuh ?
1.3.4        Apa saja gangguan keseimbangan Asam dan Basa dalam tubuh ?
1.3.5        Bagaimana Proses keperawatan dalam gangguan cairan dan elektrolit ?
1.4  Manfaat Penulisan
Dengan adanya penyusunan makalah ini mampu mempermudah penyusun dan pembaca guna memahami materi tentang keseimbangan asam basa Kemudian penyusunan makalah ini menambah pengalaman dan kemampuan penulis dalam membuat sebuah makalah.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Asam Basa
Ion hidrogen adalah proton tunggal bebas yang dilepaskan dari atom hidrogen. Molekul yang mengandung atom – atom hidrogen yang dapat melepaskan ion hidrogen dalam larutan dikenal sebagai asam. Satu contoh asam adalah asam hidroklorida ( HCL ), yang berionasi dalam air membentuk ion- ion hidrogen ( H+ ) dan ion klorida ( CL- ) demikian juga, asam karbonat ( H2CO3) berionisasi dalam air membentuk ion H+ dan ion bikarbonat ( HCO3-).
2.1.1 Asam
Asam (yang sering diwakili dengan rumus umum HA) secara umum merupakan senyawa kimia yang bila dilarutkan dalam air akan menghasilkan larutan dengan pH lebih kecil dari 7. Dalam definisi modern, asam adalah suatu zat yang dapat memberi proton (ion H+) kepada zat lain (yang disebut basa), atau dapat menerima pasangan elektron bebas dari suatu basa. Suatu asam bereaksi dengan suatu basa dalam reaksi penetralan untuk membentuk garam. Contoh asam adalah asam asetat (ditemukan dalam cuka) dan asam sulfat (digunakan dalam baterai atau aki mobil). Asam umumnya berasa masam; walaupun demikian, mencicipi rasa asam, terutama asam pekat, dapat berbahaya dan tidak dianjurkan.

·         Berbagai definisi asam

Istilah "asam" merupakan terjemahan dari istilah yang digunakan untuk hal yang sama dalam bahasa-bahasa Eropa seperti acid (bahasa Inggris), zuur (bahasa Belanda), atau Säure (bahasa Jerman) yang secara harfiah berhubungan dengan rasa masam. Dalam kimia, istilah asam memiliki arti yang lebih khusus. Terdapat tiga definisi asam yang umum diterima dalam kimia, yaitu definisi Arrhenius, Brønsted-Lowry, dan Lewis.
  • Arrhenius: Menurut definisi ini, asam adalah suatu zat yang meningkatkan konsentrasi ion hidronium (H3O+) ketika dilarutkan dalam air. Definisi yang pertama kali dikemukakan oleh Svante Arrhenius ini membatasi asam dan basa untuk zat-zat yang dapat larut dalam air.
  • Brønsted-Lowry: Menurut definisi ini, asam adalah pemberi proton kepada basa. Asam dan basa bersangkutan disebut sebagai pasangan asam-basa konjugat. Brønsted dan Lowry secara terpisah mengemukakan definisi ini, yang mencakup zat-zat yang tak larut dalam air (tidak seperti pada definisi Arrhenius).
  • Lewis: Menurut definisi ini, asam adalah penerima pasangan elektron dari basa. Definisi yang dikemukakan oleh Gilbert N. Lewis ini dapat mencakup asam yang tak mengandung hidrogen atau proton yang dapat dipindahkan, seperti besi(III) klorida. Definisi Lewis dapat pula dijelaskan dengan teori orbital molekul. Secara umum, suatu asam dapat menerima pasangan elektron pada orbital kosongnya yang paling rendah (LUMO) dari orbital terisi yang tertinggi (HOMO) dari suatu basa. Jadi, HOMO dari basa dan LUMO dari asam bergabung membentuk orbital molekul ikatan.
Walaupun bukan merupakan teori yang paling luas cakupannya, definisi Brønsted-Lowry merupakan definisi yang paling umum digunakan. Dalam definisi ini, keasaman suatu senyawa ditentukan oleh kestabilan ion hidronium dan basa konjugat terlarutnya ketika senyawa tersebut telah memberi proton ke dalam larutan tempat asam itu berada. Stabilitas basa konjugat yang lebih tinggi menunjukkan keasaman senyawa bersangkutan yang lebih tinggi.
·         Asam kuat adalah asam yang berdisosiasi dengan cepat dan terutama melepaskan sejumlah besar ion H+ dalam larutan. Contohnya HCl
·         Asam lemah mempunyai lebih sedikit kecendrungan untuk berdisosiasikan ion-ionnya dan oleh karena itu kurang melepaskan H+. contohnya H2CO3.
Contoh asam klorida ( HCl), yang berionisasi dalam air membentuk ion-ion hidrogen ( H+) dan ion klorida ( Cl-). Demikian juga, asam karbonat (H2CO3) berionisasi dalam air membentuk ion H+ dan ion bikarbonat ( HCO3-).
2.1.2 Basa
Definisi umum dari basa adalah senyawa kimia yang menyerap ion hydronium ketika dilarutkan dalam air.Basa adalah lawan (dual) dari asam, yaitu ditujukan untuk unsur/senyawa kimia yang memiliki pH lebih dari 7. Kostik merupakan istilah yang digunakan untuk basa kuat. jadi kita menggunakan nama kostik soda untuk natrium hidroksida (NaOH) dan kostik postas untuk kalium hidroksida (KOH). Basa dapat dibagi menjadi basa kuat dan basa lemah. Kekuatan basa sangat tergantung pada kemampuan basa tersebut melepaskan ion OH dalam larutan dan konsentrasi larutan basa tersebut.
·         Definisi lain tentang Basa
Basa adalah zat-zat yang dapat menetralkan asam. Secara kimia, asam dan basa saling berlawanan. Basa yang larut dalam air disebut alkali. Jika zat asam menghasilkan ion hidrogen (H+) yang bermuatan positif, maka dalam hal ini basa mempunyai arti sebagai berikut.
Basa adalah zat yang jika di larutkan dalam air akan menghasilkan ion hidroksida (OH-)
Berdasarkan pengertian basa di atas, maka ketika suatu senyawa basa di larutkan ke dalam air, maka akan terbentuk ion hidroksida (OH-) dan ion positif menurut reaksi sebagai berikut. Ion hidroksida (OH-) terbentuk karena senyawa hidroksida (OH) mengikat satu elektron saat dimasukkan ke dalam air.      
Basa = Ion positif + OH-
·         Basa kuat adalah suatu basa yang secara cepat dan kuat dengan H+ dan oleh karena itu dengan cepat menghilangkannya dari larutan. Contoh ion hidroksil (OH-), yang bereaksi dengan cepat membentuk air (H2O)
·         Basa lemah adalah basa yang secara lemah bereaksi dengan ion H+. Contohnya HC03-
Konsentrasi ion hidrogen dan pH
Contoh, ion bikarbonat HCO3-, adalah suatu basa karena dapat menerima ion H+ untuk membentuk asam karbonat (H2CO3). Demikian juga fospat ( HPO4) suatu basa karena dapat membentuk asam fospat (H2PO4). Protein-protein dalam tubuh juga berfungsi sebagai basa karena beberapa asam amino yang membangun protein dengan muatan akhir negatif siap menerima ion-ion hidrogen.

2.2 Keseimbangan Asam Basa
Pengaturan keseimbangan ion hidrogen dalam beberapa hal sama dengan pengaturan ion-ion lain dalam tubuh. Sebagai contoh, untuk mencapai homeostatis. Harus ada keseimbangan antara asupan atau produksi ion hidrogen dan pembuangan ion hidrogen dari tubuh. Dan seperti pada ion-ion lain, ginjal memainkan peranan kunci dalam pngaturan-pengaturan ion hidrogen. Akan tetapi, pengaturan konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler yang tepat melibatkan jauh lebih banyak daripada eleminasi sederhana ion-ion hidrogen oleh ginjal. Terdapat juga banyak mekanisme penyangga asam basa yang melibatkan darah, sel-sel, dan paru-paru yang perlu untuk mempertahankan konsentrasi ion hidrogen normal dalam cairan ekstraseluler dan intraseluler.
Dalam hal ini berbagai mekanisme yang turut membantu mengatur konsentrasi ion hidrogen, dengan penekanan khusus pada kontrol sekresi ion hidrogen ginjal dan reabsorpsi, produksi, dan ekskresi ion – ion bikarbonat oleh ginjal, yaitu salah satu komponen kunci sistem kontrol asam basa dalam berbagai cairan tubuh.
Ada 3 sistem utama yang mengatur konsentrasi ion hidrigen dalam cairan tubuh untuk mencegah asidosis atau alkalosis:
1.         Sistem penyangga asam basa kimiawi dalam cairan tubuh, yang dengan segera bergabung dengan asam atau basa untuk mencegah perubahan konsentrasi ion hidrogen yang berlebihan.
2.         Pusat pernapasan yang mengatur pembuangan CO2 dari cairan ekstraseluler.
3.         Ginjal yang dapat mengekskresikan urin asam atau urin alakalin, sehingga menyesuaikan kembali konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler menuju normal selama asidosis dan alkalisis.
Saat terjadi perubahan dalam konsentrasi ion hidrogen ,sistem penyangga cairan tubuh bekerja dalam waktu singkat untuk menimbulkan perubahan-perubahan ini. Sistem penyangga tidak mengeliminasi ion-ion hidrogen dari tubuh atau menambahnya kedalam tubuh tetapi hanya menjaga agar mereka tetep terikat sampai keseimbangan tercapai kembali. Kemudian sistem pernafasan juga bekerja dalam beberapa menit untuk mengeliminasi CO2 dan oleh karena itu H2CO3 dari tubuh. Kedua pengaturan ini menjaga konsentrasi ion hidrogen dai perubahan yang terlalu banyak sampai pengaturan yang ketiga bereaksi lebih lambat,Ginjal dapat mengeliminasi kelebihan asam dan basa dari tubuh.
Walaupun ginjal relatif lambat memberi respon,dibandingkan sistem penyangga dan pernafasan, ginjal merupakan sistem pengaturan asam-basa yang paling kuat selama beberapa jam sampai beberapa hari.
·         Tubuh menggunakan 3 mekanisme untuk mengendalikan keseimbangan asam-basa darah:
1. Kelebihan asam akan dibuang oleh ginjal, sebagian besar dalam bentuk amonia
Ginjal memiliki kemampuan untuk merubah jumlah asam atau basa yang dibuang, yang biasanya berlangsung selama beberapa hari.
2.  Tubuh menggunakan penyangga pH (buffer)
Tubuh menggunakan penyangga pH (buffer) dalam darah sebagai pelindung terhadap perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dalam pH darah. Suatu penyangga pH bekerja secara kimiawi untuk meminimalkan perubahan pH suatu larutan. Penyangga pH yang paliing penting dalam darah menggunakan bikarbonat. Bikarbonat (suatu komponen basa) berada dalam kesetimbangan dengan karbondioksida (suatu komponen asam). Jika lebih banyak asam yang masuk ke dalam aliran darah, maka akan dihasilkan lebih banyak bikarbonat dan lebih sedikit karbondioksida. Jika lebih banyak basa yang masuk ke dalam aliran darah, maka akan dihasilkan lebih banyak karbondioksida dan lebih sedikit bikarbonat.
3. Pembuangan karbondioksida.
Karbondioksida adalah hasil tambahan penting dari metabolisme oksigen dan terus menerus yang dihasilkan oleh sel. Darah membawa karbondioksida ke paru-paru dan di paru paru karbondioksida tersebut dikeluarkan (dihembuskan). Pusat pernafasan di otak mengatur jumlah karbondioksida yang dihembuskan dengan mengendalikan kecepatan dan kedalaman pernafasan. Jika pernafasan meningkat, kadar karbon dioksidadarah menurun dan darah menjadi lebih basa. Jika pernafasan menurun, kadar karbondioksida darah meningkat dan darah menjadi lebih asam. Dengan mengatur kecepatan dan kedalaman pernafasan, maka pusat pernafasan dan paru-paru mampu mengatur pH darah menit demi menit.
2.2.1 Sistem Penyangga Ion Hidrogen dalam Cairan Tubuh
Penyangga adalah zat apapun yang secara terbalik dapat mengikat ion-ion hidrogen,yang segera bergabung dengan asam basa untuk mencegah perubahan konsentrasi ion hidrogen yang berlebihan. Sistem ini bekerja sangat cepet dan menghasilkan efek dalam hitungan detik. Ada 4 sistem penyangga dalam cairan tubuh.
1. Sistem penyangga bikarbonat
Sistem penyangga bikarbonat terdiri dari larutan air yang mengandung dua zat:
1.      Asam lemah ( H2CO3 )
2.      Garam bikarboant ( NaHCO3 )
H2CO3 dibentuk dalam tubuh oleh reaksi CO2 dengan H2O :
CO2 + H2O                                           H2CO3
Reaksi ini lambat, dan sangat sedikit jumlah H2CO3  yang dibentuk kecuali bila ada enzim karbonik anhidrase. Enzim ini banyak sekali di dinding alveoli paru-paru, dimana CO2  ( oksigen ) dilepaskan, karbonik anhidrase juga ditemukan di sel-sel epitel tubulus ginjal, dimana CO2 bereaksi dengan H2O  untuk membentuk  H2CO3.
H2CO3  berionasi seara lemah untuk membentuk sejumlah kecil H+ dan HCO3- :  
H2CO3               H+  + HCO3-                 
Komponen dari kedua sistem, yaitu garam bikarbonat, terbentuk secara dominan sebagai natrium bikarbonat ( NaHCO3 ) dalam cairan ekstraseluler.
            Oleh karena itu hasil akhinya adalah kecenderungan penurunan kadar CO2 dalam darah,tetapi penurunan CO2  dalam darah menghambat pernapasan dan penurunan laju ekspirasi CO2 . Peningkatan HCO3- yang terjadi didala darah dikompensasi oleh peningkatan ekskresi  HCO3- ginjal.
Sistem penyangga bikarbonat merupakan penyangga ekstraselular yang paling penting. Sistem alasan bikarbonat kuat karena dua alasan berikut :
1.      pH cairan ekstraseluler sekitar 7,4 , sedangkan pK sistem penyangga bikarbonat adalah 6,1 . Hal ini berarti bahwa terdapat sistem penyangga bikarbonat dalam bentuk HCO3- sebanyak 20 kali lebih besar daripada bentuk CO2 yang terlarut. Karena alasan inilah sistem tersebut bekerja pada bagian kurva penyangganya buruk.
2.      Konsentrasi kedua elemen bikkarbonat, yaitu CO2 dan HCO3- tidak besar ( kecil ).
    
Selain ciri-ciri ini, sistem penyangga bikarbonat merupakan penyangga ekstraseluler yang paling kuat dalam tubuh. Sifat berlawanan yang jelas ini terutama akibat kenyataan bahwa kedua elemen sistem penyangga. HCO3- dan CO2 diatur oleh ginjal dan paru-paru. pH cairan ekstraseluler dapat diatur dengan tepat oleh kecepatan relatif dan penambahan HCO3- oleh ginjal dan kecepatan pemindahan CO2 oleh paru-paru.
2. Sistem penyangga fosfat
Sistem penyangga fosfat bekerja dalam cara yang serupa untuk mengubah asam kuat menjadi asam lemah dan basa kuat menjdi basa lemah. Natrium hidrogen fosfat ( Na2HPO4) adalah basa lemah dan natrium dihidrogen fosfat ( Na H2PO4) adalah asam lemah
HCl + Na2HPO4 ↔ NaH2PO4 + NaCl
NaOH + NaH2PO4 ↔ Na2HPO4 + H2O      
Walaupun sistem penyangga fosfat tidak mempunyai manfaat yang besar sebagai penyangga cairan ekstraseluler, sistem penyangga ini memainkan peranan penting dalam penyangga cairan tubulus ginjal dan cairan intraseluler.
            Elemen utama dalam sistem penyangga fosfat adalah H2PO4- dan HPO4- , bila suatu asam kuat seperti HCL ditambah kedalam campuran kedua zat ini, hidrogen diterima oleh basa HPO4- dan dikonversikan menjadi H2PO4- :
HCL+Na2HPO4                                     Na2HPO4  + NaCL
Hasil dari reaksi ini adalah asam kuat, yaitu HCL, digantikan oleh sejumlah asam lemah tambahan    Na2HPO4 dan penurunan pH menjadi minimal.
Penyangga fosfat menpunyai peran yang sangat penting dalam cairan tubulus ginjal
Alasannya :
1.         Fosfat biasanya menjadi sangat pekat dalam bentuk tubulus, sehingga meningkatkan tenaga penyangga sistem fosfat.
2.         Cairan tubulus biasanya mempunyai pH yang lebih rendah daripada airan ekstraseluler, menyebabkan jangkauan kerja penyangga lebih mendekati pK sistem.
Sistem penyangga fosfat juga penting dalam  penyangga intraseluler karena konsentrasi fosfat dalam cairan ini beberapa kali lebih besar daripada dalam cairan ekstraseluler. Juga pH cairan intraseluler lebih rendah daripada pH cairan ekstraseluler dan oleh karena itu biasanya  lebih mendekati pK sistem penyangga fosfat, dibandingkan dengan pK cairan ekstraseluler.
3 Sistem protein
Sistem protein Sistem penyangga terkuat dalam tubuh. Karena mengandung gugus karboksil yang berfungsi sebagai asam dan gugus amino yang berfungsi sebagai basa. Protein banyak diantara para penyangga yang paling kuat dalam tubuh karena konsentrasinya yang tinggi, terutama didalam sel.
            pH sel, walaupun sedikit lebih rendah daripada ph dalam cairan ekstraseluler, perubahannya kira-kira sesuai dengan perubahan pH cairan ekstraseluler. Ada sedikit ion hidrogen dan ion bikarbonat yang berdifusi melalui membran sel, walaupun ion-ion ini membutuhkan waktu beberapa jam untuk menjadi seimbang dengan cairan ekstraseluler, kecuali keseimbangan cepat yang terjadi didalam sel-sel darah merah. Akan tetapi CO2 dapat dengan cepat berdifusi melalui semua membran sel. Difusi elemen sistem penyangga bikarbonat ini mrnyebabkan pH cairan intraseluler berubah ketika terjadi perubahan pH cairan ekstraseluler. Karena alasan ini, sistem penyangga didalam sel membantu mencegah perubahan pH cairan ekstraseluler tetapi mungkin membutuhkan waktu beberapa jam untuk menjadi efektif secara maksimal.
            Dalam sel darah merah, hemoglobin adalah penyangga penting sebagai berikut :
H+ + Hb                          HHb
Penelitian eksperimental telah menunjukkan bahwa 60 sampai 70 persen penyangga kimia total dalam cairan tubuh berada didalam sel-sel, kebanyakan dihasilkan dari protein intraseluler. Akan tetapi, kecuali untuk sel-sel darah merah, lambatnya pergerakan ion hidrogen dan ion bikarbonat melalui membran sel sering memperlambat kemampuan maksimal protein intraseluler sampai beberapa jam untuk menyangga gangguan asam basa ekstraseluler.           
2.2.2 Pengaturan Pernapasan Terhadap Keseimbangan Asam Basa
Gangguan pada asam basa adalah pengaturan konsentrasi CO2 cairan ekstraseluler oleh paru-paru. Peningkatan cairan ekstra seluler akan menurunkan pH, sedangkan penurunan Pco2  akan meningkatkan pH. Oleh karena itu dengan menyesuaikan Pco2 meningkat atau menurun, paru-paru secara efektif dapat mengatur konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler. Peningkatan ventilasi CO2  dari cairan ekstraseluler yang melalui kerja massa akan mengurangi konsentrasi ion hidrogen. Sebaliknya penurunan ventilasi akan meningkatkan CO2, jadi juga meningkatkan konsentrasi ion hidrogen dalam cairan ekstraseluler.
1.      Ekspirasi CO2  paru-paru mengimbangi pembentukan CO2  metabolik.
CO2 dibentuk secara teruss menerus dalam suhu tubuh melalui proses metabolisme intraseluler. Setelah itu CO2  berdifusi dari sel masuk kedalam cairan interstisial dan darah, dan aliran darah mentranspor CO2  ke paru, tempat CO2 berdifusi kedalam alveoli dan kemudian ditransfer ke atmosfer melalui paru-paru. Rata-rata secara normal terdapat sekitar 1,2 mol/liter CO2  yang terlarut dalam cairan ekstraseluler, yang sama dengan Pco2 40 mmHg.
Bila kecepatan pembentukan CO2  metabolik meningkat, Pco2 cairan ekstraseluler juga meningkat. Sebaliknya penurunan kecepatan metabolik menurunkan Pco2. Bila kecepatan ventilasi paru-paru dan Pco2  dalam cairan ekstraseluler menurun. Oleh karena itu perubahan ventilasi paru atau kecepatan pembentukan CO2  oleh jaringan dapat mengubah Pco2  cairan ekstraseluler.
2.      Peningkatan ventilasi alveolus menurunkan konsentrasi ion hidrogen cairan    ekstraseluler dan meningkatkan pH
Bila pembentukan CO2 metabolik tetap konstan, satu-satunya faktor lain yang mempengaruhi Pco2  dalam cairan ekstraseluler adalah kecepatan ventilasi alveolus, semakin rendah Pco2  dan sebaliknya, semakin rendah kecepatan ventilasi alveolus, semakin tinggi Pco2 . bila konsentrasi CO2 meningkat, konsentrasi H2CO3 dan konsentrasi ion hidrogen juga meningkat, sehingga menurunkan pH cairan ekstraseluler.
3.      Peningkatan konsentrasi ion hidrogen merangsang ventilasi alveolus
Tidak hanya kecepatan ventilasi alveolus saja yang mempengaruhi konsentrasi ion hidrogen dengan mengubah  Pco2  cairan tubuh, tetapi konsentrasi ion hidrogen juga mempengaruhi kecepatan ventilasi alveolus. Kecepatan alveolus meningkatkan empat sampai lima kali kecepatan normal sewaktu pH turun dari nilai normal. Oleh karena itu kompensasi pernapasan terhadap peningkatan pH tidak seefektif respon penurunan pH yang nyata.
4.      Kontrol umpan balik konsentrasi hidrogen oleh sistem pernapasan
Karena peningkatan konsentrasi ion hidrogen meransang pernapasan dan karena peningkatan ventilasi  alveolus sebaliknya menurunkan konsentrasi ion hidrogen, sistem pernapasan bekerja sebagai kontrol umpan balik negatif yang khas untuk konsentrasi ion hidrogen :








 

( H+ )                      ventilasi alveolus
               (  -  )                            Pco2  

Yaitu kapanpun konsentrasi ion hidrogen meningkat di atas normal, sistem pernapasan dirangsang dan diventilasi alveolus meningkat. Keadaan ini menurunkan Pco2 cairan ekstraseluler dan mengurangi konsentrasi ion hidrogen kembali menuju normal. Sebaliknya bila konsentrasi ion turun dibawah normal, pusat pernapasan menjadi tertekan, ventilasi alveolus menurun dan konsentrasi ion hidrogen meningkat kembali menuju normal.
5.      Efisiensi kontrol pernapasan terhadap konsentrasi  ion hidrogen
Kontrol pernapasan tidak mengembalikan konsentrasi ion hidrogen kembali normal bila beberapa gangguan diluar sistem pernapasan telah menghambat pH, biasanya mekanisme pernapasan untuk mengontrol konsentrasi ion hidrogen mempunyai efektifitas antara 50 dan 75 persen. Bila konsentrasi ion hidrogen tiba-tiba meningkat melalui penambahan asam kedalam cairan ekstraseluler dan pH turun dari 7,4 menjadi 7,0 , sistem pernapasan dapat mengembalikan pH ke nilai sekitar 7,2 sampai 7,3. Respon ini terjadi dalam waktu 3 sampai 12 menit.
6.      Kekuatan pernapasan sistem pernapasan
Pengaturan pernapasan terhadap keseimbangan asam basa merupakan tipe sistem penyangga fisiologis karena pengaturan ini bekerja dengan cepat dan menjaga konsentrasi ion hidrogen dari perubahan yang terlalu besar sampai respon ginjal yang kebih lambat dapat menghilangkan ketidak seimbangan. Pada umumnya seluruh tenaga penyangga sistem pernapasan adalah satu sampai dua kali lebih besar daripada tenaga penyangga seluruh penyangga kimia lainnya dalam gabungan cairan ekstrasel.uler. artinya satu sampai dua kali lebih banyak asam atau basa yang secara normal dapat disangga oleh mekanisme ini daripada oleh penyangga kimia.
Akan tetapi gangguan pernapasan dapat juga menyebabkan perubahan konsentrasi ion hidrogen. Sebagai contoh, gangguan fungsi paru untuk menghilangkan  CO2 keadaan ini kemudian menyebabkan pembentukan  CO2 dalam cairan ekstraseluler dan kecenderungan ke arah asisdosis respirotarik. Juga kemampuan untuk memberi respon terhadap oksidasi metabolik menjadi terganggu karena pengurangan kompensasi Pco2  yang secara normal akan menjadi tumpul. Pada keadaan ini ginjal menjadi mekanisme fisiologis tunggal yang masih ada untuk mngembalikan pH ke arah normal setelah terjadi penyanggaan kimia awal dalam cairan ekstraseluler.
2.2.3        Kontrol Keseimbangan  Asam-Basa Oleh Ginjal
Ginjal mengontrol keseimbangan asam basa dengan mengeluarkan urin yang asam atau yang basa. Pengeluaran urin asam akan mengurangi jumlah asam dalam cairan ekstraseluler, sedangkan pengeluaran urin basa berarti menghilangkan  basa dari cairan ekstraseluler.
Keseluruhan mekanisme urin asam basa oleh ginjal adalah sebagai berikut : sejumlah besar ion bikarbonat disaring secara terus menerus kedalam tubulus, dan bila ion bikarbonat diekskresikan kedalam urin, keadaan ini menghilangkan basa dari darah. Sebaliknya sejumlah besar ion hidrogen juga dieksresikan ke dalam lumen tubulus oleh sel-sel epitel tubulus, jadi menghilangkan asam dari darah. Bila lebih banyak ion hidrogen yang diekskresikan daripada ion karbonat yang disaring, akan terdapat kehilangan asam dari ciran ekstraseluler. Sebaliknya bila lebih banyak bikarbonat yang disaring daripada hidrogen yang dieksresikan, akan terdapat kehilangan  basa.
Setiap hari tubuh menghasilkan sekitar 80 miliekuivalen asam yang tidak menguap, terutama dari metabolisme protein. Asam-asam ini disebut tidak menguap karena mereka bukan  H2CO3  oleh karena itu tidak dapat diekskresikan oleh paru-paru. Mekanisme primer untuk menghilangkan asam-asam ini dari tubuh adalah melalui ekskresi ginjal. Ginjal juga mencegah kehilangan bikarbonat dalam urin, suatu tugas yang seara kuantitatif lebih penting daripada ekskresi asam yang tiak menguap. Setiap hri ginjal menyaring sekitar 4320 miliekuivalen bikarbonat ( 180 liter/hari x 24 mEg/liter ) dan dalm kondisi normal, hampir semuanya direabsorbsi dari tubulus, sehingga mempertahankan sistem penyangga utama airan ekstraseluler.
Reabsorbsi bikarboanat dan ekskresi ion hidrogen ole tubulus. Karen ion bikarbonat harus bereaksi dengan ion hidogen yang disekresikan untuk membentuk H2CO3 sebelum dapat direabsobsi, 4320 miliekuivalen ion hidrogen harus disekresikan tiap hari hanya untuk mereabsorbsi bikarbonat yang disaring kemudian penambahan 80 miliekuivalen ion hidrogen harus diekskresikan untuk menghilangkan asam-asam yang tidak menguap dari tubuh yang diproduksi  setiap hari, sehngga total 4400 miliekuivalen ion hidrogen yang diekskresikan kedalam cairan tubulus setiap harinya.
Bila terdapat pengurangan konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler ( alkaisis ), ginjal gagal mereabsorbsi semua bikarbonat yang disaring, sehingga meningkatkan ekskresi bikarbonat. Karena ion bikarbonat normalnya menyangga hidrogen dalam cairan ekstraseluler, kehillangan bikarbonat ini sama dengan penambahan satu ion hidrogen kedalam cairan ekstraseluler. Oleh karena itu pada alkalisis pengeluaran ion bikarbonat akan meningkatkan konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler kmbali menuju normal.
Pada asidosis, ginjal tidak mengekskresikan bikarbonat kedalam urin tetapi mereabsobsi semua bikarbonat yang disaring dan menghasilkan bikarbonat baru, yang ditambahkan kembali kecairan ekstraseluler, hal ini mengurangi konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler kembali menuju normal.
Jadi, ginjal mengatur konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler melalui tiga mekanisme dasar :
1.    Sekresi ion-ion hidrogen
2.    Reabsobsi ion-ion bikarbonat baru
3.    Produksi ion-ion bikarbonat baru  
1.      Sekresi Ion Hidrogen Dan Reabsorsi Ion Bikarbonat Oleh Tubulus GinjaL
Sekresi ion hidrogen dan reabsorsi bikarbonat sebenarnya terjadi di seluruh bagian tubulus kecuali cabang tipis desenden dan asenden ansa Henle. Bahwa untuk setiap bikarbonat yang direabsorsi, harus ada satu ion hydrogen yang disekresikan. Sekitar 80 sampai 90 % reabsorsi bikarbonat ( dan sekresi ion hidrogen ) terjadi ditubulus proksimal, sehingga hanya sebagian kecil bikarbonat yang mengalir ke dalam tubulus distal dan duktus koligentes. Mekanisme reabsorsi bikarbonat juga meliputi ekresi ion hydrogen oleh tubulus, tetapi terdpat beberapa perbedaan dalam hal bahwa segmen-segmen tubulus yang menyelesaikan tugas ini adalah berbeda.
·         Ion – Ion hydrogen Disekresikan Oleh Transpor Aktif Sekunder di segmen Tubulus             Awal
Sel – sel tobulus proksimal,segmen tebal tobulus ansa Henle, dan tobulus distal semuanya semuanya menyekresi ion hidrogen kedalam cairan tobulusmelalui transport – imbangan natrium – hydrogen. Sekresi aktif sekunder dari ion hydrogen ini berpasangan dengan transport natrium ke dalam sel pada membrane luminal, dan energy untuk sekresi ion hydrogen melawan gradient konsentrasi berasal dari gradient natrium yang membantu pergerakan natrium ke dalam sel. Gradien ini dihasilakan pompa natrium – kalium adenosine trifosfat ( ATPase ) di membrane basolateral. Lebih dari 90 % bikarbonat dreabsorsi dengan cara ini, mambutuhkan sekitar 3900 miliekuivalen hydrogen untuk dieksresikan setiap hari oleh tobulus. Akan tetapi melanisme ini tidak mencapai konsentrasi ion hidrogenyang sangat tinggi dalam cairan tobulus, cairan tobular menjadi sangat asam di bagian berikutnya dari system tobulus.
Proses sekresi dimulai ketika CO2 berdifusi ke dalam sel tubulusatau dibentuk melelui metabolisme di sel epitel tobulus, CO2 dibawah pengaruh enzim karbunik anhidrase , bergabung dengan H2O untuk membentuk H2CO3 yang brdisosiasi HCO3- dan H+. Ion – ion hydrogen disekresikan dari sel masuk kedalam lumen tubulus melalui transport - imbangan natrium – hydrogen. Artinya ketika natrium bergerak dari lumen tubulus ke bagian dalam sel, natrium mula – mula bergabung dengan protein pembawa di batas luminal membran sel ; pada waktu yang bersamaan, ion hydrogen di bagian dalam sel bergabung dengan protein pembawa. Natrium bergerak kedalam melalui gradient konsentrasi yang telah dicapai oleh natrium – kalium ATPase di membrane basolateral. Gradien untuk pergerakan natrium kedlam sel kemudian menyediakan energy untuk menggerakkan ion hidrigen dalam arah yang belawanan dari dalam sel ke lumen tubulus.
Ion bikarbonat yang dihasilakan dlam sel ( bila ion hydrogen berdisosiasi  dari H2CO3 ) kemudian bergerak turun melintasi membrane basolateral ke dalam cairan intertisial ginjal dan darah kapiler peri – tubular. Hasil akhirnya adalah bahawa untuk setiap ion hydrogen yang disekresikan kedalam lumen tubulus, satu ion bikarbonat masuk kedalam darah.
·         Ion –Ion Bikarbonat yang Disaring Direabsorsi melalui Interaksi dengan Ion Hidrogen      dalam Tubulus
Ion – ion bikarbonat tidak mudah menembus membrane luminal sel – sel tbulus ginjal; oleh karena itu, ion – ion bikarbonat yang di disring oleh glomerulus tidak dapat direabsorsi secara lagsung. Sebaliknya, bikarbonat direabsorsi melalui proses khusus dimana bikarbonat pertama kali brgabung dengan ion hydrogen untuk membentuk H2CO3, yang akhirnya menjadi CO2 dan H2O.
Reabsorsi ion – ion bikarbonat ini diawlai oleh reksi diantara tubulus antara ion – ion bikarbonat yang disaring pada glomerulus dan ion – ion hydrogen yang disekresi oleh sel – sel tubulus. H2CO3 yang terbentuk kemudian berdisosiasi menjadi CO2 dan H2O. CO2 dapat bergerak dengan mudah melewati membran tubulus; oleh karena itu, CO2 bergabung kembali dengan H2O, dibaeah pengaruh karbonik anhidrase, untuk menghasilakan molekul H2CO3 yang baru. H2CO3 ini kemudian berdisosiasi membentuk ion bikarboanat dan ion hydrogen; ion bikarbonat kemudian berdifusi melalui membrane basolateral kedalam cairan intertisial dan dibawa naik ke darah kapilere peritubular. Jadi setiap kali ion hydrogen dibentuk di dalam  sel – sel epitel tubular, ion bikarbonat juga dibentuk dan dilepaskan kembali ke dalam darah. Efek bersih dari reaksi ini adalah “reabsorsi” ion bikarbonat dari tubulus, walaupun ion – ion bikarbonat yang sebenarnya memasuki cairan ekstraseluler tidak sama dengan yang disaring ke dalam tubulus.
·         Ion – ion Bikarbonat “ Dititrasi ” Terhadap Ion – ion Hidrogen Dalam Tubulus.
Dalam kondisi normal, kecepatan sekresi ion hydrogen tubular adalah sekitar 4400mEq/hari. Jadi, jumalah kedua ion yang memasuki tubulus ini hampir sama, dan mereka bergabung untuk membentuk CO2 dan H2O. Oleh karena itu peningkatan bahwa ion – ion bikarbonat dan ion –ion hydrogen normalnya bertitrasi satu sama lain dengan tubulus.
Proses titrasi ini tidak begitu tepat karena biasanya sedikit kelebiahn ion hydrogen dalm tubulus akan dieksresikan dalm urin. Kelebihan ion ini sekitar ( 80mEq/hari ) membersihkan tubuh dari asam – asam yang tidak menguap yang dihasilakan oleh metabolisme. Kebanyakan ion hydrogen tidak diekskresikan sebagai ion hydrogen bebas tetepi lebih dalam bentuk kombinasi dengan penyangga urin lainya, terutama fosfat dan ammonia
Bila terdapat kelebiahan ion bikarbonat melebihi ion hydrogen dalam urin, eperti yang terjadi alkalosis metabolic, kelebihan ion bikarbonat tidak dapat direabsorsi; oleh karena itu, kelebiahan ion bikarbonat ditinggalkan di dalam tubulus dan akhirnya diekskresiakn ke dalam urin, yang membantu mengoreksi alkalosis metabolic.
Pada asidosis, teradapat kelebihan jumlah ion hydrogen dibandingkan dengan ion bikarboanat, menyebabkan reabsorsi menyeluruh bikarbonat,dan kelebiahan ion hydrogen dikeluarkan kedalam urin. Kelebihan ion hydrogen ini disangga didalam tubulus olen fosfata dan ammonia dan akhirnya dieksresikan sebagai garam. Jadi, mekanisme dasar dimana ginjal mengoreksi asidosis atau alkalosis merupakan titrasi tidak lengkap dari ion hydrogen terhadap ion bikarbonat, meninggalakan salah satu dari kedua ion ini untuk dikeluarkan ke dalam urin, oleh karena itu dihilangkan dari cairan ekstraseluler.
·         Sekresi Aktif Primer dari Ion Hidrogen dalam Sel –Sel Intercalated pada Tubulus Distal Bagian Akhir dan Duktus Koligentes.
Dimulai dari bagian akhir tubulus distal dan berlanjut melelui sisa system tubular, epitel tubulus menyekresikan ion – ion hydrogen melalui transport aktif primer. Ciri – ciri transport ini berbeda dengan transport yang didiskusikan untuk tubulus proksimal dan ansa henle.
Mekanisme sekresi aktif primer  ion hydrogen terjadi pada membrane luminal sel tubulus, tempat ion – ion hydrogen ditranspor secara langsung oleh suatu protein khusus, yaitu pentranspor-hidrogen ATPase. Energi yang dibutuhkan untuk memompa ion hydrogen dihasilakn dari pemecahan ATP menjadi adenin difosfat.
Sekresi primer ion hydrogen terjadi di suatu sel jenis khusus yang disebut sel intercalated  pada tubulus distal bagian akhir dan duktus koligentes. Sekresi hydrogen dalam sel – sel ini dicapai melalui dua langkah:
1.         CO2 terlarut dalam sel ini bergabung dengan H2O membentuk H2O dan H2CO3
2.         H2CO3 kemudian berdisosiasi menjadi ion bikarbonat yang direabsorsi menjadi ion bikarbonat yang direabsorsi ke dalam darah ditambah ion hydrogen yang disekresikan kedalam tubulusmelelui mekanisme hydrogen-ATPase
            Untuk setiap ion hydrogen yang disekresikan, satu bikarbonat direabsorsi, mirip dengan proses didalam tubulusproksimal. Perbedaan utama adalah bahwa hydrogen bergerak melewati membrane luminal melalui pompa aktif H+ dan bukan melalui transport-imbangan, seperti yang terjadi pad bagian awl nefron.
            Walaupun sekresi ion hydrogen di tubulus distal bagian akhir dan duktus koligentes hanya merupakan sekitar 5 % dari ion hydrogen total yang disekresikan, mekanisme ini penting dalam pembentukan urin asam yang maksimal. Ditubulus proksimal, konsentrasi ion hydrogen dapat ditingkatkan hanya sekitar 3 – 4 kali lipat, walaupun sejumlah besra ion hydrogen disekresikan melalui segmen nefron ini. Sebaliknya, konsentrasi ion hydrogen dapat ditingkatkan sebanyak 900 kali lipat di dalam duktus koligentes. Penurunan pH cairan tubulus ini sampai sekitar 4,5, yang merupakan batas bawah pH yang dapat dicapai oleh ginjal normal.
2.3 Gangguan Keseimbangan Asam Basa
Adanya kelainan pada satu atau lebih mekanisme pengendalian pH tersebut, bisa menyebabkan salah satu dari 2 kelainan utama dalam keseimbangan asam basa, yaitu asidosis atau alkalosis.
·         Asidosis adalah suatu keadaan dimana darah terlalu banyak mengandung asam (atau terlalu sedikit mengandung basa) dan sering menyebabkan menurunnya pH darah.
·         Alkalosis adalah suatu keadaan dimana darah terlalu banyak mengandung basa (atau terlalu sedikit mengandung asam) dan kadang menyebabkan meningkatnya pH darah.
Asidosis dan alkalosis bukan merupakan suatu penyakit tetapi lebih merupakan suatu akibat dari sejumlah penyakit. Terjadinya asidosis dan alkalosis merupakan petunjuk dari adanya masalah metabolisme yang serius.Asidosis dan alkalosis dikelompokkan menjadi metabolik atau respiratorik, tergantung kepada penyebab utamanya. Asidosis metabolik dan alkalosis metabolik disebabkan oleh ketidakseimbangan dalam pembentukan dan pembuangan asam atau basa oleh ginjal. Asidosis respiratorik atau alkakosis respiratorik terutama disebabkan oleh penyakit paru-paru atau kelainan pernafasan.
2.3.1 Asidosis Respiratorik
Asidosis Respiratorik adalah keasaman darah yang berlebihan karena penumpukan karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari fungsi paru-paru yang buruk atau pernafasan yang lambat.Kecepatan dan kedalaman pernafasan mengendalikan jumlah karbondioksida dalam darah. Dalam keadaan normal, jika terkumpul karbondioksida, pH darah akan turun dan darah menjadi asam. Tingginya kadar karbondioksida dalam darah merangsang otak yang mengatur pernafasan, sehingga pernafasan menjadi lebih cepat dan lebih dalam.
·         Penyebab :
Asidosis respiratorik terjadi jika paru-paru tidak dapat mengeluarkan karbondioksida secara adekuat.
Hal ini dapat terjadi pada penyakit-penyakit berat yang mempengaruhi paru-paru, seperti:
- Emfisema
- Bronkitis kronis
- Pneumonia berat
- Edema pulmoner
- Asma.
Asidosis respiratorik dapat juga terjadi bila penyakit-penyakit dari saraf atau otot dada menyebabkan gangguan terhadap mekanisme pernafasan. Selain itu, seseorang dapat mengalami asidosis respiratorik akibat narkotika dan obat tidur yang kuat, yang menekan pernafasan.
2.3.2 Asidosis Metabolik
Asidosis Metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang ditandai dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman melampaui sistem penyangga pH, darah akan benar-benar menjadi asam. Seiring dengan menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara menurunkan jumlah karbon dioksida. Pada akhirnya, ginjal juga berusaha mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam dalam air kemih. Tetapi kedua mekanisme tersebut bisa terlampaui jika tubuh terus menerus menghasilkan terlalu banyak asam, sehingga terjadi asidosis berat dan berakhir dengan keadaan koma.
·         Penyebab :
Penyebab asidosis metabolik dapat dikelompokkan kedalam 3 kelompok utama:
  1. Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika mengkonsumsi suatu asam atau suatu bahan yang diubah menjadi asam. Sebagian besar bahan yang menyebabkan asidosis bila dimakan dianggap beracun.
Contohnya adalah metanol (alkohol kayu) dan zat anti beku (etilen glikol).
Overdosis aspirin pun dapat menyebabkan asidosis metabolik.
  1. Tubuh dapat menghasilkan asam yang lebih banyak melalui metabolisme.
    Tubuh dapat menghasilkan asam yang berlebihan sebagai suatu akibat dari beberapa penyakit; salah satu di antaranya adalah diabetes melitus tipe I. Jika diabetes tidak terkendali dengan baik, tubuh akan memecah lemak dan menghasilkan asam yang disebut keton.
    Asam yang berlebihan juga ditemukan pada syok stadium lanjut, dimana asam laktat dibentuk dari metabolisme gula.
  2. Asidosis metabolik bisa terjadi jika ginjal tidak mampu untuk membuang asam dalam jumlah yang semestinya. Bahkan jumlah asam yang normal pun bisa menyebabkan asidosis jika ginjal tidak berfungsi secara normal. Kelainan fungsi ginjal ini dikenal sebagai asidosis tubulus renalis (ATR) atau rhenal tubular acidosis (RTA), yang bisa terjadi pada penderita gagal ginjal atau penderita kelainan yang mempengaruhi kemampuan ginjal untuk membuang asam.
·         Penyebab utama dari asidois metabolik:
ü  Gagal ginjal
ü  Asidosis tubulus renalis (kelainan bentuk ginjal)
ü  Ketoasidosis diabetikum
ü  Asidosis laktat (bertambahnya asam laktat)
ü  Bahan beracun seperti etilen glikol, overdosis salisilat, metanol, paraldehid, asetazolamid atau amonium klorida
ü  Kehilangan basa (misalnya bikarbonat) melalui saluran pencernaan karena diare, ileostomi atau kolostomi.
2.3.3 Alkalosis Respiratorik
Alkalosis Respiratorik adalah suatu keadaan dimana darah menjadi basa karena pernafasan yang cepat dan dalam, sehingga menyebabkan kadar karbondioksida dalam darah menjadi rendah.
·         Penyebab :
Pernafasan yang cepat dan dalam disebut hiperventilasi, yang menyebabkan terlalu banyaknya jumlah karbondioksida yang dikeluarkan dari aliran darah.
Penyebab hiperventilasi yang paling sering ditemukan adalah kecemasan.
Penyebab lain dari alkalosis respiratorik adalah:
- rasa nyeri
- sirosis hati
- kadar oksigen darah yang rendah
- demam
- overdosis aspirin.
·         Pengobatan :
Biasanya satu-satunya pengobatan yang dibutuhkan adalah memperlambat pernafasan.
Jika penyebabnya adalah kecemasan, memperlambat pernafasan bisa meredakan penyakit ini. Jika penyebabnya adalah rasa nyeri, diberikan obat pereda nyeri.
Menghembuskan nafas dalam kantung kertas (bukan kantung plastik) bisa membantu meningkatkan kadar karbondioksida setelah penderita menghirup kembali karbondioksida yang dihembuskannya.
Pilihan lainnya adalah mengajarkan penderita untuk menahan nafasnya selama mungkin, kemudian menarik nafas dangkal dan menahan kembali nafasnya selama mungkin. Hal ini dilakukan berulang dalam satu rangkaian sebanyak 6-10 kali.
Jika kadar karbondioksida meningkat, gejala hiperventilasi akan membaik, sehingga mengurangi kecemasan penderita dan menghentikan serangan alkalosis respiratorik.
2.3.4 Alkalosis Metabolik
Alkalosis Metabolik adalah suatu keadaan dimana darah dalam keadaan basa karena tingginya kadar bikarbonat.
·         Penyebab :
Alkalosis metabolik terjadi jika tubuh kehilangan terlalu banyak asam.
Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah asam lambung selama periode muntah yang berkepanjangan atau bila asam lambung disedot dengan selang lambung (seperti yang kadang-kadang dilakukan di rumah sakit, terutama setelah pembedahan perut).
Pada kasus yang jarang, alkalosis metabolik terjadi pada seseorang yang mengkonsumsi terlalu banyak basa dari bahan-bahan seperti soda bikarbonat.
Selain itu, alkalosis metabolik dapat terjadi bila kehilangan natrium atau kalium dalam jumlah yang banyak mempengaruhi kemampuan ginjal dalam mengendalikan keseimbangan asam basa darah.
·         Penyebab utama akalosis metabolik:
1. Penggunaan diuretik (tiazid, furosemid, asam etakrinat)
2. Kehilangan asam karena muntah atau pengosongan lambung
3. Kelenjar adrenal yang terlalu aktif (sindroma Cushing atau akibat penggunaan kortikosteroid).
2.4 Asuhan Keperawatan
 A. Pengkajian
·         Data Subjektif
a). Kaji batasan karakteristik.
(1) Asupan cairan (jumlah dan jenis)
(2) Kulit (kering dan turgor)
(3) Penurunan berat badan (jumlah dan lamanya)
(4) Haluaran urine (berkurang dan meningkat)
b). Kaji faktor-faktor yang berhubungan
(1) Diabetes mellitus (diagnosa dan riwayat keluarga/diabetes insipidus)
(2) Penyakit jantung
(3) Penyakit ginjal
(4) Gangguan atau bedah gastrointestinal
(5) Penggunaan alcohol
(6) Pengobatan
 (7) Alergi (makanan dan susu)
(8) Panas tinggi/kelembaban
(9) Olahraga yang terlalu banyak mengeluarkan keringat
(10)Depresi
(11)Nyeri
·         Data Objektif
a). Kaji batasan karakteristik
1) Berat badan sekarang dan sebelum sakit
2) Asupan (1-2 hari terakhir)
3) Haluaran (1-2 hari terakhir)
4) Tanda-tanda dehidrasi
a). Kulit : mukosa bibir kering, lidah berkerut atau kering, turgor kulit kurang elastis, warna kulit pucat atau memerah, kelembaban kering atau diforesis, fontanel bayi cekung dan bola mata cekung.
b)Haluaran urine : jumlah bervariasi sangat banyak atau sedikit, warna kuning tua atau kuning jernih dan berat jenis naik atau turun.

b) Kaji faktor-faktor yang berhubungan
1)Kehilangan GI abnormal : muntah, penghisapan NG, diare, drainase
intestinal.
2)Kehilangan kulit abnormal : diaforesis berlebihan sekunder terhadap
demam atau latihan, luka bakar, fibrosis sistik.
3)Kehilangan ginjal abnormal : terapi diuretik, diabetes insipidus, diuresis
osmotik (bentuk poliurik), insufisiensi adrenal, diuresis osmotik (DM
takterkontrol, pasca penggunaan zat kontras.
4)Spasium ketiga atau perpindahan cairan plasma ke interstisial :
peritonitis, obtruksi usus, luka bakar, acites.
5) Hemorragik
6) Perubahan masukan : koma, kekurangan cairan.
B. Diagnosa Keperawatan
Kekurangan volume cairan adalah kondisi ketika individu, yang tidak menjalani puasa, mengalami atau resiko memgalami resiko dehidrasi vascular, interstisial, atau intravascular.
·         Batasan Karakteristik
a) Mayor :
(1)Ketidakcukupan asupan cairan per oral
(2)Balance negative antara asupan dan haluaran
(3) Penurunan berat badan
(4) Kulit/membrane mukosa kering ( turgor menurun)
b) Minor :
(1) Peningkatan natrium serum
(2) Penurunun haluaran urine atau haluaran urine berlebih
(3) Urine pekat atau sering berkemih
(4) Penurunan turgor kulit
(5) Haus, mual/anoreksia
·         Faktor yang berhubungan :
a.Berhubungan dengan haluaran urine berlebih, sekunder akibat diabetes insipidus.
b.Berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan melalui evaporasi akibat luka bakar.
c.Berhubungan dengan kehilangan cairan, sekunder akibat demam, drainase abnormal, dari luka, diare.
d.Berhubungan dengan penggunaan laksatif, diuretic atau alcohol yang berlebihan.
e.Berhubungan dengan mual, muntah.
f.Berhubungan dengan motivasi untuk minum, sekunder akibat depresi atau keletihan.
g.Berhubungan dengan masalah diet.
h.Berhubungan denganpemberian makan perselang dengan konsentrasi tinggi.
i. Berhubungan dengan konsentrasi menelan atau kesulitan makan sendiri akibat nyeri mulut.
·         Tujuan
Menyeimbangkan volume cairan sesuai dg. Kebutuhan tubuh.
·         Kriteria Hasil
Individu akan :
a.Meningkatkan masukan cairan minimal 2000 ml/hari (kecuali bila ada
kontraindikasi).
b.Menceritakan perlunya untuk meningkatkan masukan cairan selama stres
atau panas.
c.Mempertahankan berat jenis urine dalam batas normal.
d.Memperlihatkan tidak adanya tanda dan gejala dehidrasi.
C.     Perencanaan
Setelah mengidentifikasi diagnosa keperawatan ini perawat mengembangkan asuhan keperawatan. Rencana asuhan keperawatan bersifat individual, tergantung apada ketidak seimbangan cairan elektrolit dan asam basa yang dialami klien kronok atau akut. Rencana asuhan keperawatan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan cairan klien yang aktual atau yang potensial. Tujuan rencana tersebut meliputu satu atau lebih tujuan berikut :
1.      Klien akan memiliki keseimbangan asam basa yang normal
2.      Penyebab ketidak seimbangan dapat di identifikasi dan dikoreksi.
3.      Klien tidak akan mengalami komplikasi akibat terapi yang dibutuhkan unuk mengembalikan status keseimbangan
Terutama penting untuk melibatkan kilen dan keluarga dalam proses perencanaan. Ketidakseimbangan asam basa sering menimbulkan perubahan ringan pada perilaku atau status klien, dan hanya keluarga yang cukup mengenal perilaku klien sehari- hari yang kemudian mampu mengidentifikasi perubahan tersebut secara bertahap. Klien dan keluarga harus mengetahui tindakan pencegahan, tanda an gejala untuk dilaporkan, dan tindakan yang dapat diimplementasikan jika terjadi ketidakseimbangan. Apabila obat-obatan diet khusus, atau cairan per oral atau per IV diberikan irumah. Klien dan keluarga perlu diberikan penyuluhan yag terinci sehingga intervensi ini dapat diberikan yang aman. Di rumah sakit, perawat mengantisipasi kebutuhan ini dan mulai memberikan penyuluhan sebelum memulangkan klien sehingga klien dn keluarga siap melakukan prosedur ini. Perawat memberi pelayana kesehatan dirumah melanjutkan penyuluhan dan menevaluasi keefektifan intervensi yang dilakukan dirumah.
1.      Tahap Pertama
Ø  Tujuan:
Ø  Mengetahui jenis gangguan asam basa
Ø  Intervensi:
ü  Pengukuran Klinis dan Analisis Kelainan Asam – Basa
ü  Untuk gangguan asam – basa sederhana seperti yang telah dijelaskan di atas, seseorang dapat membuat diagnosis  dari analisis terhadap tiga pengukuran dari suatu contoh darah arterial : pH, kosentrasi bikarbonat plasma, dan PCO2 .
ü  Suatu cara yang baik untuk mendiaknosis gangguan asam basa adalah dengan menggunakan nomogram asam basa.
ü  Intervensi kolaborasi dengan pengobatan
                                                                                      i.      Analisis Gas Darah
                                                                                    ii.      Serum Elektrolit
                                                                                  iii.      Uji berat jenis urin
Ø  Rasional
ü  Dengan memeriksa pH, seseorang dapat menentukan apakah gangguan bersifat asidosis atau alkalosis.
2.      Intervensi kedua
Ø  Tujuan
ü  Menyeimbangkan asam basa
Ø  Intervensi
ü  Pemberian produk GHT seperti Hydroxygen Plus dan Silica Plus,
Ø  Rasional
ü  kondisi asam tubuh akan kembalikan ke arah pH optimum
D. Intervensi
a)Kaji yang disukai dan yang tidak disukai; beri minuman kesukaan dalam batas diet.
b)Rencanakan tujuan masukan cairan untuk setiap pergantian (mis; 1000 ml selama pagi, 800 ml sore, dan 200 ml malam hari).
c) Kaji pengertian individu tentang alasan-alasan untuk mempertahankan hidrasi yang adekuat dan metoda-metoda untuk mencapai tujuan masukan cairan.
d) Untuk anak-anak, tawarkan :
(1) Bentuk-bentuk cairan yang menarik (es krim bertangkai, jus dingin, es berbentuk kerucut)
(2) Wadah yang tidak biasa (cangkir berwarna, sedotan)
(3) Sebuah permainan atau aktivitas (suruh anak minum jika tiba giliran anak)
e) Suruh individu mempertahankan laporan yang tertulis dari masukan cairan dan haluaran urine, jika perlu.
f)Pantau masukan; pastikan sedikitnya 1500 ml peroral setiap 24 jam.
g) Pantau haluaran; pastikan sedikitnya 1000-1500 ml setiap 24 jam.
h) Pantau berat jenis urine
i) Timbang berat badan setiap hari dengan jenis baju yang sama, kehilangan berat badan 2%-4% menunjukan dehidrasi ringan, 5%-9% dehidrasi sedang.
j)Ajarkan bahwa kopi, teh, dan jus buah anggur menyebabkan diuresis dan dapt menambah kehilangan cairan.  
k) Pertimbangkan kehilangan cairan tambahan yang berhubungan dengan muntah, diare, demam, selang drein.
l)Pantau kadar elektrolit darah, nitrogen urea darah, urine dan serum osmolalitas, kreatinin, hematokrit, dan hemoglobin.
m) Untuk drainase luka :
(1) Pertahankan catatan yang cermat tentang jumlah dan jenis drainase.
(2) Timbang balutan, jika perlu, untuk memperkirakan kehilangan cairan.
(3) Balut luka untuk meminimalkan kehilangan cairan.

E. Evaluasi
Evaluasi pada kekurangan volume cairan yaitu mengacu pada kriteria hasil yaitu :
a)Klien minum ± 2000 ml/hari.
b)Klien mengerti tentang pentingnya meningkatkan masukan cairan selama stress.
c)Berat jenis urine normal.
d)Tidak terjadi tanda-tanda dehirasi (mukosa bibir lembab, turgor kulit elastis).