biokimia umum





BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Kebanyakan orang telah mengenal satu fungsi ginjal yang terpenting yaitu membuang bahan – bahan sampah tubuh dari hasil pencernaan atau yang diproduksi oleh metabolisme. Fungsi kedua adalah mengontrol volume dan komposisi cairan tubuh. Untuk air dan semua elektrolit yang ada di dalam tubuh, keseimbangan antara asupan ( akibat pencernaan atau produksi metabolik )sebagian besar dipertahankan oleh ginjal. Fungsi pengaturan ginjal ini memelihara kestabilan lingkungan sel – sel yang diperlukan untuk melakukan berbagai macam aktivitasnya.
Ginjal melakukan fungsinya yang paling penting dengan menyaring plasma dan memindahkan zat dari filtrat pad kecepatan yang bervariasi , bergantung pada kebutuhan tubuh. Akhirnya ginjal membuang zat yang tidak diinginkan dari filtrat ( dan oleh karena itu dari darah ) dengan mengekskresikanny dengan urin, sementara zat yang diperlukan dikembalikan dalam darah.
1.2  Rumusan Masalah
1.2.1        Bagaimana anatomi dari sistem perkemihan?
1.2.2        Bagaimana fisiologi berkemih?
1.2.3        Bagaimana ciri-ciri urine normal?
1.2.4        Bagaimana proses pembentukan urine?
1.2.5        Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine?
1.2.6        Apa saja masalah umum dalam eliminasi urine?

1.3  Tujuan
1.3.1        Mendeskripsikan kebutuhan eliminasi urine
1.3.2        Mendeskripsikan proses berkemih
1.3.3        Mengdentifikasi faktor-faktor yang secara umum mempengaruhi eliminasi urine
1.3.4        Menjelaskan karakteristik urine normal dan urine abnormal
1.3.5        Memasukkan kateter urine
1.3.6        Mengidentifikasi diagnosa keperawatan yang sesuai untuk klien yang mengalami perubahan eliminasi urine

1.4  Tujuan Penulisan
Kusus umum dari makalah ini disusun agar bias lebih memahami tentang sistem Ginjal dan Proses pembentukan Urin.
        
Sedangkan tujuan khusus dari penyusunan makalah ini adalah
·         Untuk memahami ginjal
·         Untuk memahami struktur ginjal
·         Mengetahui segala fungsi dari ginjalbagi tubuh
·         Memahami proses penyuplaian darah dalam ginjal
·         Memahami tentang uretra
·         Memahamitentang kadung kemih
·         Memahami tentang ureter
·         Memehami proses pembentukan urin yang di lakukan oleh ginjal

1.5  Manfaat Penulisan
Dengan adanya penyusunan makalah ini mampu mempermudah penyusun dan pembaca guna memahami materi tentang ginjal dan proses pembentukan urin. Kemudian penyusunan makalah ini menambah pengalaman dan kemampuan penulis dalam membuat sebuah karya tulis berupa makalah.


BAB II
KAJIAN TEORI

2.1       Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan
Sistem Urinaria
Copy of gbr 1 Gb

Sistem urinaria terdiri dari            :
1.      Ginjal yang berfungsi mengeluarkan sekret urine
2.      Ureter yang berfungsi menyalurkan urine dari ginjal ke kandung kemih/vu
3.      Vesika urinaria yang berfungsi sebagai penampung
4.      Urethra yang berfungsi mengeluarkan urine dari vesika urinaria keluar

2.2.1        Ginjal
IMAGE0014
Ø  Letak Ginjal
ü  Terletak pada rongga abdomen
ü  Retro peritonial primer kiri dan kanan kolumna vertebralis
ü  Dikelilingi lemak dan jaringan ikat di belakang peritonium
ü  Batas atas ginjal kiri setinggi iga ke- 11
ü  Ginjal kanan setinggi iga ke- 12
ü  Batas bawah ginjal kiri setinggi vertebrae lumbalis ke- 3
ü  Sisi dalam menghadap vertebrae torakalis sisi cembung
Ø  Ukuran Ginjal
ü  Bentuk seperti biji kacang dan sisi dalamnya / hillum menghadap ke tulang punggung
ü  Panjang ± 6 – 7,5 cm - 11,25 cm
ü  Lebar 5 -7 cm
ü  Tebal 2,5 cm.
ü  Ginjal kiri lebih panjang dari ginjal kanan
ü  Berat orang dewasa kira2 140 gr
ü  Berat ginjal pria dewasa 150 – 170 gr
ü  Berat ginjal wanita dewasa 115 – 122 gr
Ø  Struktur Ginjal
ü  Diliputi kapsul tipis jaringan fibrus
ü  Kortex bagian luar (tdIMAGE0008pt jutaan nefron)
ü  Medula bagian dalam (tdp duktuli ginjal)
ü  15 – 16 massa berbentuk piramid disebut  : piramis ginjal
Ø  Jaringan Ikat Pembungkus Ginjal
ü  Fasia renalis : pembungkus terluar
ü  Lemak perirenal : jaringan adiposa yang terbungkus fasia ginjal
ü  Kapsul fibrosa : membran halus transparan yg membungkus ginjal & mudah dilepas.
Dua Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, di luar rongga peritoneum. Setiap ginjal pada orang dwasa kira – kira 150 gram dan kira – kira seukuran kepelan tangan. Sisi medial setiap ginjal merupakan daerah lekukan yang disebut hilum tempat lewatnya arteri dan vena renalis, cairan limfatik, suplai saraf, dan ureter yang membawa urin akhir dari ginjal ke kandung kemih, dimana urin disimpan hingga dikosongkan.
Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrus tipis dan mengkilat yang disebut kapsula fibrosa (true kapsul) ginjal dan di luar terdapat jaringan lemak parirenal. Disebelah cranial ginjal terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal/suprarenal yang berwarna kuning. Kelenjar adrenal bersama-sama ginjal dan jaringan lemak parirenal dibungkus oleh fasia gerota. Fasia ini berfungsi sebagai barier yang menghambat meluasnya perdarahan dari parenkim ginjal serta mencegah ekstra vasasi urine pada saat terjadinya trauma ginjal. Selain itu fasia gerota berfungsi sebagai barier dalam menghambat penyebaran infeksi atau menghambat metastase tumor ginjal ke organ di sekitarnya. Disebelah posterior ginjal dilindungi oleh otot-otot punggung yang tebal serta tulang iga ke IX dan XII.
Sedangkan disebelah anterior dilindungi oleh organ intra peritoneal. Ginjal kanan dikelilingi oleh hati, kolon dan duodenum sehingga letaknya lebih rendah dari yang kiri. Sedangkan ginjal kiri dikelilingi oleh klien, lambung, pancreas, jejunum dan kolon.
Jika ginjal di bagi dua dari atas kebawah, dua daerah utama yang dapat digambarkan yaitu korteks dibagian luar dan medula dibagian dalam. Medula ginjal terbagi menjadi beberapa masa jaringan berbentuk kerucut yang disebut piramida ginjal. Dasar dari setiap piramida dimulai pada perbatasan antara korteks dan medula serta di akhiri pada papila, yang menonjol ke dalam ruang pelvis ginjal yaitu sambungan berbentuk cerobong dari ujung akhir ureter. Perbatasan pelvis sebelah luar terbagi menjadi kantong dengan ujung terbuka yang disebut kalises mayor, yamg meluas kebawah dan terbagi menjadi kalise minor, yang mengumpulkan urin dari tubulus setiap papila. Dinding kalises, pelvis, dan ureter terdiri dari elemen – elemen kontraktil yang mendorong urin menuju kandung kemih, dimana urin disimpan sampai dikeluarkan melalui mikturitis. Dalam setiap pyramid ginjal terdapat berjuta- juta nefron.  Nefron merupakan satuan fungsional ginjal mengandung kira-kira 1,3 juta nefron dan  tiap nefron dapat membentuk urina sendiri. Selama 24 jam dapat menyaring 170 liter darah.

Ø  Persyarafan Ginjal
Ginjal mendapat persarafan dari fleksus renalis (vasomotor), berfungsi mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal. Saraf ginjal terdiri dari ±15 ganglion.
Ganglion ini membentuk pleksus renalis yang berasal dari cabang yang terbawah dan di luar ganglion pleksus siliaka, pleksus austikus, dan bagian bawah splenikus
Pleksus renalis bergabung dengan pleksus spermatikus dengan cara memberikan beberapa serabut sehingga menimbulkan nyeri

Ø  Anomali Ginjal
I.    Pembuluh Darah
Ginjal mendapat aliran darah dari A. Renalis merupakan cabang aorta abdominalis.
ü  A. renalis à bercabang banyak menjadi arteriol aferen ( membentuk glomerulus ) à arteriol eferen ( membentuk jaringan kapiler sekeliling tubulus uriniferus ) à vena renalis à vena cava inferior
IMAGE0005
II.  Nefron
ü  Ginjal tdd 1.000.000 nefron
ü  Setiap nefron dimulai dari berkas kapiler (glomerulus/badan malphigi) à tubulus proksimal à sampai henle à tubulus distal à berjalan melintasi kortex dan medula à piramidalis
}  Struktur Nefron Ginjal
1. Glomerulus
Gulungan kapiler yang terletak di dalam kapsula bowman, keduanya bersama – sama membentuk korpuskel ginjal. Barier filtrasi glomerular     barier yang  memisahkan darah dalam kapiler glomerular dg ruang kapsula bowman terdiri dari endotelium kapiler, membran            dasar (lamina basalis) dan filtration slit
2. Tubulus Kontortus proksimal
v  Panjang 15 mm  diameter 55 mm dan sangat berliku menjalar dari kortek ke medula.
v Pada permukaan yang menghadap lumen tubulus ini terdapat sel – sel epitel kuboid yang kaya akan mikrovilus (brush border) dan memperluas area permukaan lumen
v  Mekanisme dasar absorbs dan sekresi dalam tubulus adalah :
Ø  Transport aktif melalui dinding tubulus
Tiap sel mempunyai brush boerder pada permukaan sel yang menghadap ke lumen. Transport aktif natrium terjadi dari bagian dalam sel epitel melalui membrane basalis. Transport keluar sel ini mengurangi konsentrasi natrium di dalam sel dan menurunkan potensial listrik di dalam sel. Kemudian karena konsentrasi rendah ini dan potensial negative di dalam sel menimbulkan suatu perbedaan konsentrasi ion natrium, sehingga melakukan difusi dari tubulus melalui brush dorder ke  dalam sel. Bila sudah berada di dalam sel tersebut, natrium diangkut dengan proses transport aktif ke dalam peritubular.
Ø  Transport pasif
Bila berbagai solute ditransport keluar dari tubulus dan melalui epithel tubulus, maka konsentrasi totalnya di dalam lumen tubulus menurun dan yang di luar akan meningkat. Ini jelas menimbulkan perbedaan-perbedaan konsentrasi yang menyebabkan osmosis air dalam darah yang sama dengan transport solute. Tetapi beberapa bagian dari system tubulus lebih permeable terhadap air daripada yang lain.
3. Ansa Henle
Bentuknya lurus dan tebal diteruskan ke segmen tipis selanjutnya ke segmen tebal panjangnya 12 mm. total panjang ansa henle  2 – 14 mm
4. Tubulus kontortus distal
§  Panjang 5 mm, berliku  bermuara pada duktus koligens.
§  Di sepanjang jalurnya, bersentuhan dengan dinding arteriole aferen.           
§  Bagian yang bersentuhan dengan arteriol mengandung sel termodifikasi →macula densa
§  Dinding arteriol aferen yang bersebelahan dg macula densa mengandung sel – sel otot polos termodifikasi → sel jukstaglomeruler
§  Macula densa, sel jukta glomeruler dan sel mesangeum       membentuk aparatus juktaglomerular yang penting dalam pengaturan tekanan darah
5. Duktus pengumpul (koligen)
§  Duktus pengumpul membentuk duktus pengumpul yang besar lurus
§  mengalirkan urine ke kaliks minor > bermuara kedalam pelvis ginjal
§  melalui kaliks mayor.

 Setiap nefron mempunyai dua komponen utama :
  1. Glomerulus ( Kapiler Glomerulus ) yang dilalui sejumlah besar cairan yang difiltrasi dari darah
  2. Tubulus yang panjang dimana cairan hasil filtrasi diubah menjadi urin dalam perjalanannya menuju pelvis ginjal.
Glomerulus tersusun dari satu jaringan kapiler glomerulus bercabang dan beranastosoma yang mempunyai tekanan hidrostatik tinggi ( kira – kira 60 mm Hg ), dibandingkan jaringan kapiler lainnya . kapiler Glomelrus dilapisi oleh sel – sel, dan seluruh glomelurus dibungkus dalam kapsula Bowman. Cairan yang difiltrasi dari kapiler glomerulus mengalir ke dalam kapsula bowman dan kemudian masuk ke tubulus proksimal, yang terletak pada korteks ginjal.
Dari tubulus proksimal, cairan mengalir ke Ansa Henle yang masuk ke dalam medula renal. Setiap lengkung terdiri atas cabang desenden dan asenden . dinding cabang desenden dan ujung cabang asenden yang paling rendah sangat tipis dan oleh karena itu disebut bagian tipis dari ansa henle. Ditengah perjalanan kembali cabang asenden dari lengkung tersebut ke korteks, dindingnya menjadi tebal seperti bagian lain dari sistem tubular dan oleh karena itu disebut bagian tebal dari cabang asenden.
Ujung cabang asenden tebal merupakan bagian yang sebenarnya merupakan plak pada dindingnya, dan dikenal sebagai makula densa. Makula densa memainkan peranan penting dalam mengatur fungsi nefron. Setelah makusa densa, cairan memasuki tubulus distal yang terletak pada korteks renal seperti tubulus proksimal. Tubulus ini kemudian dilanjutkan dengan tubulus rektus dan tubulus koligentes kortikal, yang menuju keduktus koligentes kortikal, yang menuju ke duktus koligentes kortikal. Bagian awal dari 8 sampai 10 duktus koligentes kortikal bergabung membentuk duktus koligentes tunggal besar yang turun ke medula dan menjadi duktus koligentes medular. Duktus koligentes bergabung membntuk duktus yang lebih besar secara progesifyang akhirnya mengalir menuju pelvis renal melalui ujung paoila renal. Masing – masing ginjal menpunyai kira – kira 250 duktus koligentes yang sangat besar, yang masing – masingnya mengumpulkan urin dari kira – kira 4000 nefron.
Ø  Perbedaan Regional Dalam Struktur Nefron : Nefron Kortikal dan Nefron Jukstamedular.
Meskipun setiap nefron mempunyai semua komponen seperti yang di gambarkan di atas semua komponen seperti yang digambarkan di atas, tetapi tetap terdapat perbedaan , bergantung pada berapa dalamnya letak nefron pada masa ginjal. Nefron yang memiliki glomerulus dan terletak di luar korteks disebut nefron kortikal. Nefron tersebut mempunyai ansa henle pendek hanya menembuns kedalam medula dengan jarak dekat.
Kira – kira 20 – 30% nefron mempunyai glomerulus yang terletak di korteks renal sebelah dalam dekat medula dan disebut Nefron jukstamedular. Nefron ini mempunyai ansa henle yang panjang dan masuk sangat dalam kemedula. Pada beberapa tempat semua berjalan menuju ujung papila renal.
Struktur vaskular yang menyuplai nefron jukstamedular juga bebeda dengan yang menyuplai nefron kortikal. Pada nefron kortikal, seluruh sistem tubulus dikelilingi oleh jaringan kapiler paritubular yang luas. Pada nefron jukstamedular, arteriol eferen panjang akan meluas dari glomerulus turun ke bawah menuju medula bagian luar dan kemudian membagi diri menjadi kapiler – kapiler peritubulus khusus yang disebut vasa rekta yang meluas ke bawah menuju medula, dan terletak berdampingan dengan ansa henleseperti ansa Henle, vasa rekta kembali menuju korteks dan mengalirkan isinya ke dalam medula ini memegang peranan penting dalam pembentukan urin yang tepat.
Ø  Suplai darah ginjal
Darah yang mengalir ke kedua ginjal normalnya merupakan 21 % dari curah jantung, atau sekitar 1200 ml/menit. Arteri renalis memasuki ginjal melalui hilium bersama dengan ureter dan vena renalis, kmudian bercabang – cabang secara progesif membentuk arteri interlobaris,arteri arkuata, arter inter lobularis ( juga disebut arteri radialis ), dan arteriol aferen, yang menuju ke kapiler glomerulus dalm glomerulus dimana sejumlah besar cairan dan zat  terlarut ( kecuali  proteis plasma ) difiltrasi untuk pembentukan urin. Ujung distal kapiler dari setiap glomerulus bergabung untuk membentuk arteriol eferen, yang menuju jaringan kapiler kedua yaitu kapiler peritubular, yang mengelilingi tubulus ginjal.
Sirkulasi ginjal ini bersifat unik karena memiliki dua bentuk kapiler, yaitu kapiler glomerulus dan kapiler peritubulus yang diatur dalam sebuah rangkaian dan dipisahkan oleh arteriol eferen yang membantu untuk mengatur  tekanan hidrostatik dalam kedua perangkat kapiler. Tekanan hidrostatik yang tinggi pada kapiler glomerulus ( kira – kira 60 mmHg ) menyebabkan filtrasi cairan yang cepat sedangkan tekanan hidrostatik yang jauh lebih rendah pada kapiler peritubulus ( kira – kira 13 mm  bereferen, ginjal dapat mengatur tekanan hidrostatik kapiler glomerulus dan kapiler peritubulus, dengan demikian mengubah laju filtrasi glomerulus dan/rearbsorbsi tubukus sebagai respon  terhadap kebutuhan homeostatik tubuh.
Kapiler peritubulus mengosongkan isinya kedalam pembuluh sistem vena, yang berjalan secara paralel dengan pembuluh arteriol dan dengan secara progesif membentuk vena interloburalis, vena arkuata, vena interlobaris dan vena renalis yang meninggalkan ginjal di samping arteri renalis dan ureter.
Ø  Fungsi Ginjal
Kebanyakan orang telah mengenal satu fungsi ginjal yang terpenting yaitu membuang bahan – bahan sampah tubuh dari hasil pencernaan atau yang diproduksi oleh metabolisme. Fungsi kedua adalah mengontrol volume dan komposisi cairan tubuh. Untuk air dan semua elektrolit yang ada di dalam tubuh, keseimbangan antara asupan ( akibat pencernaan atau produksi metabolik )sebagian besar dipertahankan oleh ginjal. Fungsi pengaturan ginjal ini memelihara kestabilan lingkungan sel – sel yang diperlukan untuk melakukan berbagai macam aktivitasnya.
Ginjal melakukan fungsinya yang paling penting dengan menyaring plasma dan memindahkan zat dari filtrat pad kecepatan yang bervariasi , bergantung pada kebutuhan tubuh. Akhirnya ginjal membuang zat yang tidak diinginkan dari filtrat ( dan oleh karena itu dari darah ) dengan mengekskresikanny dengan urin, sementara zat yang diperlukan dikembalikan dalam darah.
Ginjal melakukan fungsi yang multiple yaitu :
1.      Pengaturan keseimbangan air dan elektrolit
Untuk mempertahankan homeositasis, ekskresi air dan elektron seharusnya sesuai dengan asupan. Jika asupan melebihi ekskresi, jumlah zat dalam tubuh akan meningkat. Jika asupan kurang dari ekskresi, jumlah zat dalam tubuh akan berkurang.
Asupan air dan banyak elektrolit terutama ditentukan oleh kebiasaan makan dan minum seseorang, sehingga mengharuskan ginjal umtuk menentukan kecepatan ekskresinya sesuai dengan asupan berbagai macam zat.
Kapasitas ginjal untuk mengubah ekskresi natriumnya sebagai respon terhadap perubahan asupan natrium. Jumlahnya sangat besar.penelitian telah menunjukkan bahwa pada manusia normal asupan natrium dapat ditingkatkan hingga 1500 mEq/hari ( lebih dari 10 kali normal ) dengan perubahan yang relatif sedang pada volume cairan ekstraseluler atau kosentrasi natrium plasma . hal ini juga sesuai untuk air dan kebany Akan elelktrolit lainnya seperti ion klorida, kalium, kalsium, hidrogen, magnesium, dan fosfat.
2.      Ekskresi hasil buangan metabolik dan bahan kimia asing
Ginjal merupakan organ utama untuk membuang produk sisa metabolisme yang tidak diperkan lagi oleh tubuh.
Produk – produk ini meliputi :
·         urea ( dari metabolisme asam amino )
·         kreatinin ( dari kreatin otot )hem
·         asam urat ( dari asam nukleat )
·         produk akhir pemecahan hemoglobin ( seperti bilirubin )
·         dan metabolit dari berbagai hormon.
Seperti elektrolit, produk –produk sisa ini harus dibersihkan dari tubuh secepat produksinya. Ginjal juga membuang banyak toksin dan zat asing lainnya yang diproduksi oleh tubuh atau pencernaan, seperti pestisida, obat – obatan, dan makanan tambahan.
3.      Pengaturan tekanan arteri
Ginjal berperan penting dalam mengatur tekanan arteri jangka panjang dengan mengekskresi sejumlah natrium dan air. Selain itu, ginjal ikut mengatur tekanan arteri jangka pendek dengan menyekresi faktor atau zat vasoaktif. Seperti renin, yang menyebabkan pembentukan produk vasoaktif.
4.      Pengaturan Keseimbangan Asam – Basa
Ginjal turut mengatur asam basa, bersama dengan sistem dapar paru dan cairan tubuh, dengan mengekskresi asm dan mengatur penyimpanan dapar cairan tubuh. Ginjal merupakan satu – satunya organ untuk membuang tipe – tipe asam tertentudari tubuh yang dihasilkan oleh metabolisme protein, seperti asam sulfat atau fosfat.
5.      Pengaturan Produksi Eritrosit
Ginjal menyekresikan eritropoietin, yang merangsang pembentukan sel darah merah.salah satu rangsangan yang penting untuk sekresi eritropoietin oleh ginjal adalah hipoksia. Pada manusia normal, ginjal menghasilkan hampir semua eritropoietin yang disekresi kedalam sirkulasi.pada orang dengan penyakit ginjal berat atau yang ginjalnya telah diangkat dan dilakukan hemodialisis. Timbul anemia berat sebagai hasil dari penurunan produksi eritropoietin.
6.      Pengaturan produksi 1,25 dihidroksida Vitamin D3
Ginjal menghasilakan bentuk aktif vitamin D, yaitu 1,25 dihidoksida vitamin D3, dengan menghidroksida  vitamin ini pada posisi nomor 1. Vitamin d memegang penting  dalam pengaturan kalsium dan fosfat.

7.      Sintesis Glukosa
Ginjal mensintesis glukosa dari asam amino dan prekursor lainnya selama masa puasa yang panjang, proses ini disebut glukoneogenesis. Kapasitas ginjal untuk menambahkan glukosa pada darah selam masa puasa yang panjang dapat menyaring hati.
Pada penyakit ginjal kronik atau gagal ginjal akut, fungsi homeositasis ini terganggu, dan kemudian terjadi abnormalitas komposisi dan volume ciran tubuhyang berat dan cepat. Pada ganggal ginjal lengkap, dlam bebrapa hari saja dapat terjadi akumulasi kalium, asam, cairan dan zat – zat lainnya dalam tubuh sehingga menyebabkan kematian, kecuali jika ada intervensi klinis seperti hemodialisis untuk perbaikan keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit, paling tidak sebagian.



2.1.2        Ureter
IMAGE0007
Ø  Bentuk dan letak ureter
}  Organ yg berbentuk tabung kecil yg berfungsi mengalirkan urine dari pielum ginjal ke dlm buli2
}  Terdapat 2 ureter berupa pipa saluran yang masing2 bersambung dengan ginjal dan dari ginjal berjalan ke kandung kencing.
}  Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen, dan sebagian di rongga pelvis
}  Panjang : 35 – 40 cm/ 25 – 30 cm
}  Diameter : 0,5 cm
1.      Pars abdominalis ureter
Dalam kavum abdomen ureter terletak di belakang peritoneum sebelah media anterior muskulus psoas mayor dan di tutupi oleh fasia subserosa. Vasa spermatika dan ovarika interna menyilang ureter secara oblique. Ureter akan mencapai kavum pelvis dan menyilang arteri iliaka eksterna.
Ureter kanan terletak pada pars desendens duodenum. Sewaktu turun kebawah terdapat di kanan bawah dan disilang oleh kolon dekstra dan vasa iliaka iliokolika, dan dekat aperture pelvis akan dilewati oleh bagian bawah mesenterium dan bagian bawah mesenterium dan bagian akhir ileum. Ureter kiri disilang oleh vasa koplika sinistra dekstra aperture pelvis superior dan berjalan di belakang kolon sigmoid dan mesenterium.
2.      Pars pelvis ureter
Pars pelvis ureter berjalan pada bagian dinding lateral dari kavumpelvis sepanjang tepi enterior dari insisura iskiadika mayor dan tertutup oleh peritoneum. Ureter dapat ditemukan di depan arteri hipogastrika bagian dalam nervus obturatoris arteri fasialis anterior dan arteri hemoroidalis media. Pada bagian bawah insisura askhiadika mayor urewter agak miring ke bagian medial untuk mencapai sudut lateral dari kandung kemih.
3        Ureter pada pria
Ureter pada pria terdapat dalam fisura seminalis, bagian atasnya disilang oleh duktus deferens dan dikelilingi oleh pleksus vesikalis. Selanjutnya ureter berjalan obligue sepanjang 2 cm di dalam kandung kemih pada sudut lateral dari trigonum vesika. Sewaktu menembus kandung kemih dinding atas dan dinding bawah ureter akan tertutup, sedangkan pada waktu kandung kemih terisi penuh akan membentuk katup (valvula) dan mencegah pengambilan urin dari kandung kemih
4        Ureter pada wanita
Ureter pada wanita terdapat di belakangfosa ovarika berjalan ke bagian medial dan ke depan bagian lateralis serviks uterus, bagian atas vagina untuk mencapai fundus vesika urinaria. Dalam perjalanannya ureterdi damping oleh arteri uterine sepanjang 2,5 cm. Selanjutnya arteri ini menyilang ureter dan menuju ke atas di antara lapisan ligamentum latum. Ureter mempunyai jarak 2 cm dari sisi serviks uterus. Ada tiga tempat yang penting di ureter yang mudah terjadi penyumbatan yaitu: pada sambungan ureter pelvis diameter 2 mm, penyilangan vasa iliaka diameter 4 mm, dan pada saat masuk ke kandung kemih berdiameter 1-5 mm.
Ø  Pembuluh darah ureter :
ü  Arteri renalis
ü  Arteri spermatika interna
ü  Arteri hipogastrika
ü  Arteri vesikalis inferior
}  Persarafan ureter
Merupakan cabang dari pleksus mesenerikus inferior, pleksus spermatika, dan pleksus pelvis. Sepertiga bawah dari ureter terisi oleh sel-sel saraf yang bersatu dengan rantai eferen dan nervus vagus. Rantai aferens dan nervus torakalis XI da XII, nervus lumbalis I dan nervus vagus mempunyai rantai aferen untuk uretra
Ø  Struktur Ureter
}  Lapisan dinding ureter :
ü  Dinding luar jaringan ikat  : jaringan fibrus
ü  Lapisan tengah : otot polos
ü  Lapisan dalam : lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali. Gerakan peristaltik mendorong urine dalam bentuk pancaran melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung kemih.Ureter berjalan vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas dan dilapisi oleh peritonium.
Sepanjang perjalanan ureter dari pielum menuju ke buli-buli, secara anatomis beberapa tempat yang ukuran diameternya relative lebih sempit daripada ditempat lain, sehingga batu atau benda lain yang berasal dari ginjal seringkali tersangkut ditempat itu. Tempat penyempitan itu antara lain adalah :
1)      Pada perbatasan antara pelvis renalis dan ureter atau pelvi ureter junction
2)      Tempat ureter menyilang arteri iliaka rongga pelvis dan pada saat ureter masuk ke buli-buli
Untuk kepentingan radiology dan kepentingan pembedahan, ureter dibagi 2 bagian yaitu ureter pars abdominalis yaitu yang berada dari pelvis renalis ampai menyilang vasa iliaka dan ureter pars pelvika, yaitu mulai dari persilangan dengan vasa iliaka sampai masuk ke buli-buli.
                        Di samping itu ureter secara radiologis dibagi 3 bagian yaitu :
1)      Ureter 1/3 Proksimal mulai dari pelvis renalis sampai batas atas sacrum.
2)      Ureter 1/3 medial mulai dari batas sacrum sampai pada batas atas bawah sacrum sampai masuk ke buli-buli.


2.1.3        Vesika Urinaria
IMAGE0005
Ø  Merupakan organ berongga yang terdiri dari otot detrusor yang saling beranyaman
Ø  Bentuk  : seperti buah pir (kendi)
Ø  Letak    : didalam panggul besar, dibelakang simphisis pubis
Ø  Fungsi  : penampung urin
Ø  Saat buli – buli kosong terletak di belakang simpisis pubis
Ø  Saat buli – buli penuh diatas simpisis pubis
Ø  Kapasitas buli – buli (umur/ tahun + 2) X 30 ml. 300 – 450 ml
Ø  Bagian Vesika Urinaria
IMAGE0010
ü  Bagian bawah/ basis/ vertex : bagian yang meruncing kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikalis.
ü  Bagian tengah/ korpus : bagian antara vertex dan fundus
ü  Bagian atas/fundus : bagian yang menghadap kearah belakang  dan kebawah, bagian ini terpisah dari rectum oleh spatium rectovesikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferent, vesika seminalis, dan prostat.
Kalau ada urin fundus bisa naik. Dinding vesika urinaria terdiri dari 4 lapis yaitu : 
ü  Lapisan  luar/ peritonium
ü  Lapisan berotot/ tunika muskularis
ü  Lapisan submukosa/ tunika submukosa
ü  Lapisan  dalam/ mukosa
ureter bermuara secara oblik disebelah basis. Letak oblik berfungsi  menghindarkan urin mengalir kembali kedalam ureter. Urethra keluar dari sebelah depan.
Pada wanita vesika urinaria terletak diantara simfisis pubis, uterus, dan vagina, dari uterus dipisahkan oleh ruang douglas
Ø  Pengisian Kandung Kemih
Dinding ureter mengandung otot polos yang tersusun dalam berkas spiral longitudinal dan sekitar lapisan otot yang tidak terlihat. Kontraksi peristaltic ureter 1-5 kali/menit akan menggerakkan urine dari pelvis renalis ke dalam kandung kemih dan disemprotkan setiap gelombang peristaltic. Ureter yang berjalan miring melalui dinding kandung kemih untuk menjaga ureter tertutup kecuali selama gelombang peristaltic untuk mencegah urine tidak kembali ke ureter.
Apabila kandung kemih terisi penuh permikaan superior membesar, menonjol ke atas masuk ke dalam rongga abdomen. Peritoneum akan menutupi bagian bawah dinding anterior kolum kandung kemih yang terletak di bawah kandung kemih dan permukaan atas prostat. Serabut otot polos dilanjutkan sebagai serabut otot polos prostat kolum kandung kemih yang dipertahankan pada tempatnya oleh ligamentum pubovesikalis pada wanita yang merupakan penebalan fasia pubis.
Membrane mukosa kandung kemih dalam keadaan kosong akan berlipat-lipat. Lipatan ini akan hilang apabila kandung kemih terisi penuh. Daeraah membrane mukosa meliputi permukaan dalam basis kandung kemih yang dinamakan trigonum. Vesika ureter menembus dinding kandung secara miring membuat seperti katup untuk mencegah aliran balik urine ke ginjal pada waktu kandung kemih terisi.
Ø  Pengosongan Kandung Kemih
Kontraksi otot muskulus detrusor bertanggung jawab pada pengosongan kandung kemih selama berkemih (mikusturasi). Berkas otot tersebut berjalan pada sisi uretra, serabut ini dinamakan sfingter uretra interna. Sepanjang uretra terdapat sfingter otot rangka yaitu sfingter uretra membranosa (sfingter uretra eksterna). Epitel kandung kemih dibentuk dari lapisan superfisialis sel kuboid.
2.1.4        Uretra
Adalah sebuah saluran yang berjalan dari leher kandung kencing/ Buli - buli ke lubang luar melalui proses miksi.  Meatus urinarius terdiri dari serabut otot lingkar yang membentuk sfinkter urethra.
Sfinkter uretra terbagi dua :
ü  Sfinkter uretra interna (perbatasan buli – buli dengan  uretra) dipersyarafi saraf simpati sehingga bila penuh sfinkter akan membuka.
ü  Sfinkter uretra eksterna (perbatasan uretra posterior dan anterior) dipersyarafi saraf somatik yag dapat diperintah sesuai keinginan.
     I.               Uretra Laki-laki
Panjang uretra pada laki – laki 17 – 22,5 cm/ 23 – 25 cm (20 cm). Uretra berjalan berkelok – kelok mll tengah prostat menembus lapisan fibrosa, tulang pubis dan penis. Uretra dibagi dua :
o        Uretra posterior :Uretra prostatia, Uretra membranosa
o        Uretra anterior : pars bulbosa/ karvenosa, pars pendularis, fosa navikularis, meatus eksterna.
Bagian uretra Pria :
1.      Uretra prostatika
Saluran terlebar, panjangnya 3 cm berjalan hamper vertical melalui glandula prostat, mulai dari basis sampai ke apeks dan lebih dekat ke permukaan anterior. Bentuk salurannya seperti kumparan, bagian tengahnya lebih luas, makin ke tengah makin dangkal kemudian bergabung dengan pars membrane. Potongan transversal saluran ini menghadap ke depan.
Pada dinding posterior terdapat Krista uretralis yang berbentuk kulit, dibentuk oleh penonjolan membrane mukosa, jaringan dibawahnya 15-17 cm, tinggi 3 cm. Pada kiri dan kanan Krista uretralis terdapat sinus prostatikus yang ditembus oleh orifisium duktus prostatikus dari lobus lateralis glandula prostat dan duktus dari lobus medial glandula prostat lalu bermuara di belakang Krista uretralis.
Bagian depan Krista uretralis terdapat tonjolan yang disebut kolikus seminalis. Pada orifisium utrikulus, prostatikus berbentuk kantong sepanjang 6 cm yang berjalan ke atas dan ke belakang lobus medial. Dindingya terdiri atas jaringan ikat lapisan muskularis dan membrane mukosa, beberapa glandula kecil terbuka ke permukaan dalam.
2.      Uretra pars membrane
Uretra ini merupakan saluran yang paling pendek dan paling dangkal, berjalan mengarah ke bawah dank e depan di antara apeks glandula prostat dan bulbus uretra. Pars membranasea menembus diafragma urogenolitalis sepanjang kurang lebih 2,5 cm, di bawah belakang samping simpisis pubis diliputi oleh jaringan sfingter uretra membranase. Di depan saluran ini terdapat vena dorsalis penis yang mencapai pelvis di antara ligamentum transversal pelvis dan ligamentum arquarta pubis.
3.      Uretra pars kavernosa
Uretra ini mempunyai saluran terpanjang dari uretra, terdapat di dalam korpus kavernosus uretra, panjangnya kurang lebih 15 cm mulai dari pars membranasea sampai ke orifisium superfisialis dari diafragma urogenitalis. Pars kavernosus uretra berjalan ke depan dan ke atas menuju bagian depan simfisis pubis. Pada saat penis berkontraksi, pars kovernosus akan membelok ke bawah dank e depan. Pars kovernosus ini dangkal sesuai dengan korpus penis 6 mm dan berdilatasi ke belakang. Bagian depan berdilatasi di dalam gland penis yang akan membentuk fossa nafikularis uretra.
4.      Orifisium uretra eksterna
Bagian ini merupakan bagian erektor yang paling berkontraksi, berupa sebuah celah vertical. Kedua sisi ditutup oleh dua bibir kecil panjangnya 6 mm. Glandula uretralis bermuara ke dalam uretra dan terdiri atas dua bagian yaitu :
a.       Glandula yang terdapat di bawah tunika mukosa di dalam korpus kavernosus uretra (glandula pars uretralis).
Lakuna: bagian dalam ephitelium lacuna lebih besar yang terletak di permukaan atas disebut lacuna magna. Orifisium dari lacuna menyebar ke depan sehingga dengan mudah menghalangi ujung kateter yang dilalui sepanjang jalan.
Lapisan uretra  terdiri dari lapisan mukosa dan lapisan sub mukosa
IMAGE0008

II.                        Uretra Wanita
Uretra wanita terletak di belakang simpisis pubis bejalan miring sedikit keatas. Pada wanita panjang urethra 2,5 – 3,5 cm/ 3 – 4 cm/ 3 – 5 cm mulai dari orifisium uretra interna sampai ke orifisium uretra eksterna. Diameter uretra 8 mm. Muara uretra wanita terletak di sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina)
Pada dinding anterior vagina menjurus obligue ke bawah dan menghadap ke depan. Apabila tidak berdilatasi diameternya 6 cm. Uretra ini menembus fasia diafragma urogenitalis dan orifisium eksterna langsung di depan permukaan vagina. Jaraknya kurang lebih 2,5 cm di belakang gland klitoris, glandula uretra bermuara ke dalam orifisium uretra yang hanya berfungsi sebagai saluran eksresi.
Diafragma urogenitalis dan orifisium eksterna berada di permukaan vagina dan 2,5 cm di belakang gland klitoris. Uretra wanita jauh lebih pendek daripada uretra pria dan terdiri atas lapisan otot polos yang diperkuat oleh sfingter otot rangka. Pada muaranya ditandai dengan banyak sinus venosus mirip jaringan kavernosa.
Lapisan uretra wanita terdiri atas:
1.      Tunika muskularis/ sebelah luar
2.      Lapisan spongeosa berjalan pleksus dari vena-vena
3.      Lapisan mukosa sebelah dalam
IMAGE0026IMAGE0006

2.2      Proses Pembentukan Urin
Pembentukan Urin Dihasilkan Oleh Filtrasi Glomerulus, Rearbsorbsi Tubulus dan Sekresi Tubulus. Kecepatan Ekskresi berbagai zat dalam urin menunjukkan jumlah ketiga proses ginjal. Dinyatakan secara sistematis
Kecepatan ekskresi urin = Laju Filtrasi – laju rearbsorbsi + laju sekresi
Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan yang bebas protein dan kapiler glomerulus ke kapsul bowman. Kebanyakan zat dalam plasma , kecuali untuk protein, difiltrasi secara bebas sehingga kosentrasinya pada filtrat glomerulus dalam kapsul bowman hampir sama dengan dalam plasma. Ketika cairan yang telah difiltrasi ini meninggalkan kapsul bowman dan mengalir melewati tubulus, cairan diubah oleh rearbsorbsi air dan zat terlarut spesifik yang kembali kedalam darah atau oleh sekresi zat – zat lain dari kapiler peritubulus ke dalam tubulus.

2.2.1 Filtrasi Glomerulus – langkah pertama pembentukan urin
}  Komposis filtrasi glomerulus
Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan melalui kapiler glomerulus kedalam kapsula Bowman. Seperti kebanyakann kapiler, kapiler glomerulus juga relatif impermeable terhadap protein sehingga cairan hasil filtrasi ( di sebut filtrat glomerulus ) pada dasarnya bersifst bebas protein dan tidak mengandung elemen seluler, termasuk sel darah merah. Kosentrasi unsur plasma lainnya, termasuk garam dan molekul organik yang terikat pada protein plasma, seperti glukosa dan asam amino, bersifat serupa baik dalam plasma maupun filtrat glomerulus. Pengecualian terhadap keadaan umum ini ialah zat dengan berat molekul rendah, seperti kalsium dan asam lemak, yang tidak difiltrasi secara bebas karena zat tersebut sebagian terikat pada protein plasma. Hampir setengah dari kalsium plasama dan sebagian besar asam lemak plasma terikat pada protein, dan bagian yang terikat ini tidak difiltrasidarui kapiler glomerulus.  GFR Merupakan kira –kira 20 persen dari aliran plasma ginjal
Seperti pada kapiler lain, GFR ditentukan oleh :
  1. Keseimbangan kekuatan osmotik koloid dan hidrostatik yang bekerja melintasi membran kapiler
  2. Koefisien filtrasi kapiler ( Kf ) hasil permeabilitas dan daerah permukaan filtrasi kapiler.
Kapiler glomerulus mempunyai laju filtrasi yang jauh lebih tinggi dibandingkan banyak kapiler lainnya karena tekanan hidrostatik glomerulus yang tinggi dan Kf yang besar. Pada orang dewasa normal, GFR rata – rata 125 ml/menit, atau 180 liter/hari. Fraksi aliran plasma renal yang difiltrasi ( reaksi filtrasi ) rata – rata sekitar 0,2 ini menandakan bahwa kira –kira 20 % plasma yang mengalir melalui ginjal akan difiltrasi oleh kapiler glomerulus.
Fraksi filtrasi dihitung sebagai berikut:
Fraksi filtrasi = GFR/aliran plasma ginjal
}  Membran kapiler glomerulus 
Membran kapiler glomerulus mirip dengan membran kapiler yang lain, kecuali bahwa membran tersebut mempunyai tiga lapisan utama ( membran yang lain mempunyai dua ):
1.      Endotelium kapiler
2.      Membran dasar
3.      Lapisan sel epitel ( podosit )
Yang mengelilingi permukaan luar membran dasar kapiler. Lapisan – lapisan ini bersama – sama  membentuk sawar filtrasi, yang terdiri dari tiga lapisan , dapat menyaring air dan zat telarut beberapa ratus kali lebih banyak pada membran kapiler yang biasa membran kapiler glomerulus normalnya mencegah filtrasi protein plasma, bahkan pada laju filtrasi yang tinggi.
Laju filtrasi tinggi yang melintasi membran kapiler glomerulus sebagian merupakan akibat dari sifat – sifat  khususnya. Kapiler endotelium mempunyai ribuan lubang kecil yang disebut venestra, mirip dengan kapiler venestra yang ditemukan di hati. Karena venestrasi relatif besar, endotel tidak bekerja sebagai sawar utama untuk protein plasma.
Membran dasar yang mengelilingi endotel terdiri atas jaringan kolagen dan fibril proteoglikan yang memiliki ruang besar yang dapat menyaring sejumlah besar air dan sedikit zat terlarut. Membrab dasar secara efektif mencegah filtrasi protein plasma, sebagian karana muatan listrik negatif kuat yang berkaitan dengan koteoglikan.
Bagian akhir dari membran glomerulus adalah lapisan sel epitel yang membatasi permukaan  luar glomerulus. Sel – sel tersebut tidak berlanjut tetapi mempunyai tonjolan seperti kaki panjang  ( podosit ) Yng mengelilingi permukaan luar kapiler. Tonjolan kaki ini dipisahkan oleh celah yang disebut slit-pores yang dilalui oleh filtrat glomerulus. Meslkipun sel – sel epitel dapat menimbulkan sedikit restriksi terhadap filtrasi, tetapi titik restriksi utama untuk protein plasma tampaknya adalah membran dasar.
}  Kemampuan filtrasi zat terlarut
Membran kapiler glomerulus lebih tebal dibandingkan membran kapiler lainnya, tetapi juga lebih menyerap dan menyaring cairan pada kecepatan tinggi. Meskipun laju filtrasi tinggi, sawar filtrasi glomerulus bersifat selektif dalam menentukan molekul yang akan difiltrasi, berdasarkan ukuran dan muatan listriknya.
Kemampuan filtrasi suatu zat juga ditentukan oleh muatan molekul. Pada umumnya, molekul besar dengan muatan negatif lebih sukar difiltrasi dibandingkan dengan molekul bermuatan positif dengan ukuran molekul yang sama. Diameter molekul protein plasma albumin kira – kira hanya 6 nm, sedangkan lubang membran glomerulus diperkirakan 8 nm. Namun, albumin di restriksi dari filtrasi, karena muatan negatif dan tolakan elektrostatiknya didesak oleh muatan negatif proteoglikan membran dasar.
}  Penentuan laju filtrasi glomerulus
GFR ditentukan oleh :
1.      Jumlah kekuatan hidrostatik dan osmitik koloid yang melintasi membran glomerulus, yang menghasilkan tekanan filtrasi akhir
2.      Kf. Secara matematis
GFR = kf X Tekanan Filtrasi Akhir
Tekanan Filtrasi akhir mewakili jumlah kekuatan osmotik koloid dan hidrostatik yang menyokong atau melawan filtrasi yang melintasi kapiler glomerulus.
Kekuatan ini meliputi :
1.      Tekanan hidrostatik di dalam kapiler Glomerulus ( Tekanan Hidrostatik Glomerulus, PG ), yang menyebabkan filtrasi
2.      Tekanan Hidrostatik dalam kapsula Bowman ( PB ) diluar kapiler, yang melawan filtrasi
3.      Tekanan Osmotik Koloid Protein Plasma Kapiler glomerulus ( πG ), yang melawan filtrasi
4.      Tekanan osmoyik koloid protein dalam Kapsula Bowman  ( πB ), yang memulai filtrasi ( pada keadaan normal , konsentrasi protein dalam filtrat glomerulus sedemikian rendah sehingga tekanan osmotik koloid cairan kapsula Bowman dianggap nol ).
}  Kenaikan koefisien filtrasi kapiler glomerulus ( Kf ) meningkatkan GFR
Kf merupakan ukuran hasil konduktifitas hidrolik dan daerah permukaan kapiler glomerulus. Kf tidak dapat di ukur secara langsung, tetapi dengan percobaan dapat diperkirakan, yaitu dengan membagi laju filtrasi glomerulus dengan tekanan filtrasi akhir :
Kf = GFR / Tekanan Akhir
Secara teoretis peningkatan Kf  akan menaikkan GFR, sedangkan penurunan Kf akan Mengurangi GFR. Namun, perubahan Kf mungkin tidak menghasilkan mekanisme primer pengaturan GFR normal dari hari ke hari. Tetapi beberapa penyakit menurunkan Kf dengan mengurangi sejumlah fungsi kapiler glomerulus ( karena itu mengurangi daerah permukaan untuk filtrasi ) atau dengan mengurangi ketebalan membran kapiler glomerulus dan mengurangi konduktifitas hidroliknya. Sebagi contoh diabetes melitus atau hipertensi kronik yang tidak terkontrol secara bertahap akan menurunkan Kf dengan meningkatkan ketebalan kapiler Glomerulus membran dasar, dan kadang – kadang dengan merusak kapiler sedemikian berat sehinnga kapiler tidak berfungsi sama  sekali atau rusak berat.
}  Peningkatan Tekanan Hidrostatik Kapsula Bowman dapat menurunkan GFR
Pengukuran langsung tekanan hidrostatik kapsula Bowman dan pada tempat yang berbeda – beda ditubulus proksimal, dengan menggunakan mikropipet, menunjukkan bahwa perkiraan yang masuk akal untuk tekana Kapsula Bowman pada manusia ialah 18 mm Hg pada kondisi normal. Kenaikan tekanan hidrostatik pada Kapsula Bowman dapat mengurangi GFR, sedangkan penurunan tekanan tersebut meningkatkan tekanan GFR. Namun, perubahan tekanan Kapsula Bowman normalnya tidak memberi arti penting untuk pengaturan GFR.
Dalm keadaan patologi tertentu yang berkaitan dengan obstruksi traktur urinarius, tekanan Kapsula  Bowman dapat meningkat secara nyata.
Kenaikan tekanan osmotic koloid dalam plasma yang mengalirmelalui kapilerglomerulus. Secara normal, kira-kira seperlim cairan kapiler glomerulus disaring ke dalam kapsulaBowman,karna itu protein plasma yang terkonsentrasi tidak disaring. Kenaikan fraksi fitrasi(GFR/aliran plasma ginjal) meningkatkan laju dimana tekanan osmotic koloid plasma meningkat sepanjang kapiler glomerulus; penurunan fraksi fitrasi mempunyai efek kebalikanya.
Bahkan penurunan GFR yang serius. Sebagai contoh; pengendapan kalsium atau asam urat dapat menghasilkan”batu”pada traktus urinatius, seringkali pada ureter,karna itu menghambat aliran traktus urinarius dan menaikan tekanan kapsula Bowman. Hal ini menurunkan GFR dan kadang-kadang dapat merusak atau bahkan menghancurkan ginjal kecuali jika obstruksi dihilangkan.
}  KenaikanTekanan Osmotik Koloid Kapiler Glomerulus Dapat Menurunkan GFR
Ketika darah mengalir dari arteriol eferen, konsentrasi protein plasma meningkat kira-kira 20%’ Alasan untuk ini ialah bahwa kira-kira seperlima cairan pada kapiler disaring ke dalam kapsula Bowman, karna itu protein plasma glomerulus yang terkonsentrasi tidak disaring. Dengan menganggap bahwatekanan osmotic koloid normal plasma yang memasuki kapilerglomerulus besarnya 28 mm Hg, nilai tersebut meningkat secara normal menjadi kira-kira 36 mm Hg pada saat darahmencapai ujung eferen kapiler. Oleh karena itu,tekanan osmotic koloid rata-rata dari  protein  plasma kapiler glomerulus merupakan pertengahan antara 28 dan 36 mm Hg,atau kira-kira 32 mm Hg. Jadi,ada dua factor yang mempengaruhi tekanan osmotic koloid  kapiler glomerulus:
(1) tekananosmotik koloid plasma arterial
(2) fraksi plasma yang disaring oleh kapiler glomerulus (frakdi fitrasi).
Kenaikan tekanan osmotic koloid plasma arterial meningkatkan tekanan osmotic koloid kapiler glomerulus, yang kemudian menurunkan GFR. Kenaikan fraksi fitrasi juga memekatkan protein plasma dan meningkatkan tekanan osmotic koloid glomerulus. Karna fraksi fitrasi diartikan sebagai GFR/aliran plasma ginjal,maka fraksi fitrasi dapat ditingkatkan dengan menaikan GFR atau dengan menurunkan aliran plasma ginjal. Sebagai contoh, penurunan aliran plasma  ginjal tanpaperubahan awal pada GFR akan cendrung meningkat fraksi fitrasi, yang akan menaikan tekanan osmotic koloid kapiler glumerulus dan cendrung untuk  menurunkan GFR. Dengan alas an ini, perubahan aliran darahginjal dapat mempengaruhi GFR secara bebas  terhadap perubahan tekanan hidrostatik glumerulus. Pada kenaikan aliran darah ginjal,fraksi plasma yang lebih erndah pada awalnx disaring keluar dari kapiler glomerulus,menyababkan kenaikan tekanan osmotic koloid kapiler  glomerulus yang lebih lambat dan efek penghambatan GFR yang lebih sedikit. Akibatnya, walupun dengan tekanan hidrostatik glomerulus yang konstan, laju aliran darah yang lebih besar ke dalam glomerulus cendrung meningkatkan GFR, dan laju aliran darah yang lebih rendah ke dalam glomerulus  cendrung menurunkan GFR.
}  Kenaikan Tekanan Hidrostatik  Kapiler Glomerulus dapat Meningkatkan GFR
Kenaikan Tekanan Hidrostatik  Kapiler Glomerulis pada manusia tidak dihitung secara langsung tetapi telah diperkirakan kira-kira 60 mm Hg pada kondisi normal. Perubahan Tekanan Hidrostatik Glomerulus berperan sebagai alat  pengaturan fisiologi utama pada GFR. Kenaikan Tekanan Hidrostatik Glomerulus akan meningkatkan GFR, sedangkan penurunan tekanan hidrostatik glomerulus  akan menurunkan GFR.
Tekanan hidrostatik glomerulus ditentukan oleh tiga variable, masing-masing variable berada di bawah pengaturan fisiologis; (1) tekanan arteri, (2) tahanan arterial aferen, dan tahanan arterial eferen. Kenaikan tekanan arteri cendrung meningkatkan tekanan hidrostatik glomerulus dan, karna itu, meningkatkan GFR.(Namun, seperti yang didiskusikan selanjutnya,efek ini disangga oleh mekanisme otoregulator yang mempertahankan tekanan glumerulus  agar relative konstan pada tekanan darah yang berubah-ubah).
Kenaikan tahanan arteriol aferen mengurangi tekanan hidrostatik glomerulus dan menurunkan GFR. Sebaliknya, dilatasi arteriol aferen menaikan tekanan hidrostatik glomerulus dan GFR.
Konstriksi arteriol aferen meningkatkan tahanan aliran dari kapiler glomerulus. Hal ini akan menaikan tekanan hidrostatik glomerulus, dan sepanjang kenaikan tahanan eferen tidak mengurangi aliran darah ginjal terlalu banyak, maka GFR meningkat sedikit. Namun, karna konstriksi arteriol eferen  juga mengurangi darah ginjal, fraksi fitrasi dan tekanan osmotik koloid glomerulus meningkat seperti peningkatan tahanan arteriol eferen. Karna itu, jika konstriksi arteriol eferen cukup berat (melebihi tiga kali lipat kenaikan tahanan arteriol eferen), maka kenaikan tekanan osmotic koloid akan melebihi kenaikan tekanan hidrostatik kapiler glomerulus yang disebabkan oleh konstriksi arteriol efren. Ketika hal ini terjadi, kekuatan akhir fitrasi menjadi menurun, menyebabkan pengurangan GFR.
Jadi, konstriksi arteriol eferen mempunyai efek bifasik pada GFR,ntetapi dengan konstriksi yang berat, terdapat penurunan GFR yang trakhir adalah sebagai berikut; ketika konstriksi eferen menjadi berat  dan konsentrasi protein plasma meningkat, terdapat peningkatan tekanan  osmotik koloid yang cepat dan nonlinier yang disebabkan efek Donnan; makin tinggi konsentrasi protein, makin cepat tekanan osmotic koloid meningkat karena interaksi ikatan ion terhadap protein plasma, yang juga mengunakan efek osmotic.
Sebagai ringkasan , konstriksi srteriol aferen bergantung pada parahnya konstriksi; konstriksi sedang akan menaikan GFR, tetapi konstriksi efren yang parah (lebih dari tiga kali lipat tahanan) cendrung akan menurunkan GFR.

}  Filtrasi, Rearbsorbsi, dan Sekresi  Zat yang Berbeda
Pada umumnya, rearbsorbsi tubulus secara kuantitatif lebih penting daripada sekresi tubulus dalam pembentukan urin, tetapi sekresi berperan penting dalam menentukan jumlah ion kalium dan hidrogen serta beberapa zat lain yang diekskresi  dalam urin. Banyak zat yang harus dibersihkan dari darah, terutama produk akhir metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat, dan garam – garam asam urat direarbsorbsi sedikit dan, karena itu di ekskresi dalam jumlah besar kedalam urin. Zat asing dalam bahan kimia tertentu juga di rearbsorbsi sedikit tetapi, selain itu, disekresi dari darah kedalam tubulus sehingga laju ekskresinya tinggi. Dengan kata lain, elektrolit, seperti ion natrium, klorida, bikarbonat, direarbsorbsi dengan sangat baik, sehingga hanya sejumlah kecil saja yang tampak dalam urin. Zat nutrisi tertentu, seperti asam amino dan glukosa, direarbsorbsi secara lengkap dari tubulus dan tidak muncul dalam urin meskipun sejumlah besar zat tersebut difiltrasi oleh kapilet glomerulus.
Setiap proses filtrasi glomerulus, Rearbsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus- diatur menurut kebutuhan tubuh sebagai contoh, jika terdapat kelebihan natrium dalam tubuh, laju filtrasi natrium meningkat dan sebagian kecil natrium hasil filtrasi akan direarbsorbsi, menghasilkan peningkatan ekskresi natium urin.
Pada banyak zat, laju filtrasi dan rearbsorbsi relatif sangat tinggi terhadap laju ekskresi. Oleh karena itu, pengaturan yang lemah terhadap filtrasi atau rearbsorbsi dapat menyebabkan perubahan yang relatif besar dalam ekskresi ginjal. Sebagai contoh kenaikan laju filtrasi glomerulus ( GFR ) yang hanya 10 % ( dari 180 menjadi 198 liter/hari ) akan menaikkan volume urin 13 kali lipat ( dari 1,5 menjadi 19.5 liter/hari ) jika rearbsorbsi tubulus tetap konstan. Pada kenyataanya perubahan filtrasi glomerulus dan rearbsorbsi tubulus selalu bekerja dengan cara yang terkoordinasi untuk menghasilkan perubahan yang sesuai pada ekskresi ginjal.
Salah satu keuntungan dari GFR yang tinggi yaitu membuat ginjal mampu menyingkirkan produk buangan dari tubuh dengan cepat yang terutama bergantung pada filtrasi glomerulus untuk ekskresinya. Kebanyakan produk buangan tersebut direarbsorbsi sedikit oleh tubulus dan, oleh karena itu bergantung pada GFR yang tinggi untuk penyingkiran yang efektif dari tubuh.
Keuntungan kedua dari tingginya GFR yaitu menyebabkan semua cairan rubuh dapat difiltrasi dan diproses oleh ginjal sepanjang waktu setiap hari. Karena seluruh volume plasma hanya kira – kira 3 liter, sedangkam GFR kira – kira 180 liter/hari,  ini menunjukkan bahwa  seluruh plasma dapat difiltrasi dan diproses kira –kira 60 kali setiap hari. GFR yang tinggi ini menyebabkan ginjal mampu mengatur volume dan komposisi cairan tubuh secara tepat dan cepat.
2.2.3 Rearbsorbsi dan Sekresi Oleh Tubulus Ginjal
Sewaktu filtrat glomerulus memasuki tubulus ginjal, filtrat ini mengalir melalui bagian – bagian tubulus sebagai berikut – tubulus proksimalis, ansa henle, tubulus distalis, tubulus koligentes, dan akhirnya duktus koligentes – sebelum diekskresikan sebagai urin. Di sepanjang jalan yang dilaluinya, beberapa zat direabsorbsi kembali secara selektif dari tubulus dan kembali ke dalam darah, sedangakan yang lain disekresikan dari darah ke lumen tubulus.Pada akhirnya, urin yang terbentuk dan semua zat di dalam urin akan menggambarkan penjumlahan dari tiga proses dasar ginjal –filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus.
Untuk kebanyakan zat, dalam menentukan kecepatan akhir sekresi urin, reabsorpsi memegang peranan lebih penting daripada sekresi. Namun, ion – ion kalium, ion – ion hidrogen, dan sebagian kecil zat – zat yang lain dijumpai dalam urin cukup banyak disekresikan.
}  Reabsorbsi Tubulus bersifat Selektif dan Secara Kuantitatif Besar
            Kecepatan masing – masing zat ynag difiltrasikan ini dihitung sebagai berikut :
            Filtrasi = Kecepatan filtrasi glomerulus × konsentrasi plasma
Perhitungan ini menganggap bahwa zat – zat difiltrasi secara bebas dan tidak terikat pada protein plasma. Sebagai contoh, kalau knsentrasi glukosa plasma adalah 1 gr/liter, jumlah glukosa yang difiltrasi setiap hari kira – kira 180 liter/hari x 1gr/liter, atau 180 gr/hari. Karena sebetulnya secara normal tidak ada glukosa hasil filtrasi yang diekskresikan, maka kecepatan reabsorbsi glukosa juga 180 gr/hari.
Untuk kebanyakan zat, proses filtrasi glomerulus dan reabsorbsi tubulus secara kuantitatif relatif sangat besar terhadap sekresi urin. Ini berarti bahwa sedikit saja perubahan pada filtrasi glomerulus atau reabsorbsi tubulus, maka secara potensial dapat menyababkan perubahan yang relatif besar pada ekskresi urin. Sebagai contoh, penurunan reabsorbsi tubulus sebesar 10 persen, dari 178,5 menjadi 160,7 l iter/hari, dapat meningkatkan volume volume urin dari 1,5 menjadi 19,3 liter/hari (meningkat hampir 13 kali lipat) bila laju filtrasi glomerulus (GFR) tetap konstans. Akan tetapi, kenyataannya perubahan – perubahan reabsorbsi tubulus dan filtrasi glomerulus dan dikoordinasikan begitu ketat, sehingga dapat dihindari terjadinya fluktuasi sekresi urin yang besar.
Tidak seperti filtrasi glomerulus, yang secara relatif tidak selektif (artinya, pada dasarnya semua zat terlarut dalam plasma akan difiltrasi, kecuali protein plasma atau zat – zat yang terikat pada protein), reabsorbsi tubulus bersifat sangat selektif. Beberapa zat, seperti glukosa dan asam – asam amino, direabsorbsi hampir sempurna dari tubulus, sehingga nilai ekskresi dalam urin adalah nol. Banyak ion dalam plasma, seperti natrium, klorida, dan bikarbonat, juga sangat diabsorbsi, tetapi kecepatan diabsorbsi dan ekskresi urinnya bervariasi, bergantung pada kebutuhan tubuh. Beberapa produk buangan seperti, seperti ureum dan krieatinin, sebaliknya sulit direabsorbsi dari tubulus dan diekskresi dalam jumlah yang relatif besar. Oleh karena itu, dengan mengntrol besarnya reabsorbsi berbagai zat, ginjal mengatur ekskresi zat terlarut secara terpisah satu sama lain, yaitu suatu kemampuan yang penting untuk pengaturan komposisi cairan tubuh yang tepat. Dalam bab ini, kita diskusikan mengenai  mekanisme yang menyebabkan ginjal secara selektif mampu mereabsorbsi atau menyakresi berbagai zat dalam jumlah yang berbeda – beda.
}  Rearbsorbsi Tubulus Termasuk Pasif dan Aktif
Bila suatu saat akan direabsorbsi, pertama zat tersebut harus ditranspor (a) melintasi membran epitel tubulus kedalam cairan interstisial ginjal dan kemudian (b) melalui membran kapiler peritubulus kembali kedalam darah. Makanya, reabsorbsi air dan zat terlarut meliputi serangkaian langkah transpor. Reabsorbsi melalui epitel tubulus ke dalam cairan interstisial meliputi traspor aktif atau pasif dengan mekanisme dasar yang sama. Yaitu tranpor melalui membran lain dalam tubuh. Sebagai contoh, air dan zat terlarut dapat ditranspor melalui membran selnya sendiri (jalur transeluler) atau melalui ruang sambungan antara sel (jalur paraseluler). Kemudian setelah diabsorbsi melalui sel epitel tubulus ke dalam cairan interstisial ini, air dan zat terlarut selanjutnya ditranspor melalui dinding kapiler ke dalam darah dengan cara ultrafiltrasi (aliran yang besar) yang diperantarai oleh tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik koloid. Kapiler – Kapiler peritubular bertindak sangat menyerupai bagian ujung vena dari kebanyakan kapiler yang lain, karena terdapat kekuatan reabsorbsi akhir yang menggerakkan cairan dan zat terlarut dari interstisium ke dalam darah.
a.      Transpor Aktif
Transpor aktif dapat mendorong suatu zat terlarut melawan gradien elektrokimia dan membutuhkan energi yang berasal dari metabolisme. Tranpor yang berhubungan langsung dengan suatu sumber energi, seperti hidrolisis adenosin trifosfat (ATP), disebut sebagai transport aktif primer. Suatu contoh yang baik adalah pompa natrium – kalium ATPase yang berfungsi pada hampir semua bagian tubulus ginjal. Transport yang tidak berhubungan scara lansung dengan suatu sumber energi, seperti yang diakibatkan oleh gradien ion, disebut sebagai tranport aktif sekunder. Reabsorbsi glukosa oleh tubulus ginjal adalah suatu contoh dari transpor aktif sekunder. Walaupun zat terlarut dapat direabsorbsi melalui mekanisme aktif atau pasif oleh tubulus, air selalu direabsorbsi dengan mekanisme fisik pasif (nonaktif) yang disebut osmosis, yang berarti suatu difusi air dari daerah dengan konsentrasi zat terlarut yang rendah(konsentrasi air yang tinggi) kedaerah dengan konsentrasi zat terlarut tunggi (konsentrasi air rendah).
}     Zat Terlarut Dapat Ditranspor Melalui Sel – Sel Epitel atau antara  Sel – Sel.
Sel – Sel tubulus ginjal, seperti sel – sel epitel lainnya, terikat satu sama lain oleh tautan erat (tight junctions). Ruang interseluler lateralis terdapat dibelakang tautan erat dan memisahkan  sel – sel epitel tubulus. Zat terlarut dapat direabsorbsi atau disekresi melintasi sel – sel  melalui jalur transeluler, atau antara sel – sel dengan bergerak melintasi tautan erat dan ruang interseluer, melalui jalur paraseluler. Natrium adalah suatu unsur yang bergerak melalui kedua jalur, walaupun sebagian besar natrium ditranspor melalui jalur transeluler. Pada beberapa segmen nefron, terutama tubulus proksimalis, air juga diabsorbsi melintasi jalur paraseluler, dan zat – zat yang terlarut dalam air, teristimewa ion kalium, magnesium dan klorida, dibawa bersama cairan yang direabsorbsi diantara sel – sel.
}     Transport Aktif Primer Melalui Membran Tubulus Bertalian Dengan Hidrolisis ATP.
Transpor aktif primer adalah bahwa hal ini dapat menggerakkan zat terlarut melawan suatu gradien elektrokimia. Energi untuk transport aktif ini bersumber dari hidrolisa ATP melalui ATPase yang terikat membran; ATPase ini juga merupakan suatu komponen dari mekanisme carrier yang bergabung dan menggerakkan zat terlarut melintasi membran sel. Pengangkut aktif primer yang telah dikenal antara lain natrium-kalium ATPase, hirogen ATPase, hidrogen- kalium ATPase, dan kalsium ATPase.
Suatu contoh yang baik dari sistem transpor aktif primer adalah reabsorbsi ion – ion natrium melintasi membran tubulus proksimal.  Pada sisis baselateral sel – sel epitel tubulus, membran sel mempunyai banyak sistem natrium-kalium ATPase yang menghidrolisis ATP dan menggunakan energi yang dilepaskan untuk mentranspor ion – ion natrium keluar dari sel masuk ke dalam interstisium. Pada waktu yang bersamaan, kalium ditranspor dari  interstisium ke dalam sel. Pompa – pompa ion ini akan mempertahankan konsentrasi natrium intraseluler tetap rendah dan kalium intraseluler tetap tinggi serta menciptakan suatu muatan negatif akhir kira – kira – 70 milivolt di dalam sel. Pemompaan natrium keluar dari sel melintasi membran basolateral sel menyebabkan difusi natrium secara pasif melintasimembran sel luminal, dari lu men tubulus ke dalam sel, dengan dua alasan : (1) Terdapat suatu gradien konsentrasi yang menyebabkan natrium berdifusi kedalam sel, karena konsentrasi natrium intraseluler rendah (12 mEq/L) dan konsentrasi natrium dalam cairan tubulus tinggi (140 mEq/L). (2) Potensial intraseluler yang  negatif – 70 milivolt ini, menarik ion – ion positif natrium dari lumen tubulus ke dalam sel.
Reabsorbsi aktif natrium oleh natrium – kalium ATPase terjadi pada sebagian besar tubulus. Pada bagian – bagian tertentu nefron, terdapat perlengkapan tambahan untuk menggerakkan natrium dalam jumlah besar ke dalam sel. Pada tubulus proksimal, terdapat sejumlah besar brush border sisi luminal dari membran (sisi yang menghadap lumen tubulus ) yang memperluas area permukaan kira – kira 20 kali lipat. Disitu juga terdapat protein pembawa natrium yang mengikat ion natrium pada bagian permukaan luminal membran dan melepaskan ion – ion ke dalam sel, sehingga menghasilkan difusi pasif natrium melalui membran ke dalam sel. Pratein pembawa natrium ini juga penting untuk transport aktif sekunder zat – zat lain, seperti glukosa dan asam amino.
Dengan demikian, reabsorbsi akhir ion natrium dari lumen tubulus kembali ke dalam darah akan melibatkan paling sedikit tiga tahap :
1.      Natrium ditransport melalui membran basolateral melawan suatu gradien elektrokimia oleh pompa natrium – kalium  ATPase.
2.      Natrium berdifusi melalui membran luminal (yang juga disebut membran apikel) ke dalam sel, mengikuti suatu gradien elektrokimia yang terbentuk oleh pompa natrium – kalium ATPase pada sisi basolateral membran.
3.      Natrium , air, dan zat – zat lai direabsorbsi dari cairan interstisial ke dalam kapiler – kapiler peritubuler dengan cara ultrafiltrasi, yaitu suatu proses pasif yang didorong oleh gradien dari tekanan hidrostatik dan tekanan koloid osmotik.
}     Reabsorbsi Aktif Sekunder Melalui Membran Tubulus.
Pada transport aktif sekunder, dua atau lebih zat – zat saling berinteraksi dengan suatu protein membran khusus (molekul carrier) dan ditransport bersama melewati membran. Saat salah satu zat ( misalnya, natrium ) berdifusi mengikuti gradien elektrokimianya, energi yang dilepaskan digunakan untuk untuk melawan gradien elektrokimianya. Jadi, transport aktif sekunder tidak membutuhkan energi secara langsung dari ATP atau dari sumber fosfat berenergi tinggi yang lain. Agaknya, sumber energi yang langsung adalah yang dihasilkan oleh difusi pasif terus – menerus dari zat – zat lain yang ditransport menurut gradien elektrokimianya.
Mekanisme – mekanisme transport ini begitu efisien sehingga mereka betul – betul mengangkut semua glukosa dan asam amino dari lumen tubulus. Setelah masuk ke dalam  sel, glukosa dan asam – asam amino keluar melalui membran basolateral dengan cara difusi pasif, didorong oleh konsentrasi yang tinggi dari glukosa dan asam – asam amino dalam sel.
Walaupun transport glukosa melawan gradien kimia tidak secara langsung menggunakan ATP, reabsorbsi glukosa bergantung pada energi yang digunakan oleh pompa natrium  - kalium ATPase aktif primer pada membran basolateral. Akibat aktifitas pompa ini, gradien elektrokimia untuk difusi pasif natrium yang melintasi membran luminal dapat dipertahankan, dan ini adalah difusi masuk natrium  ke dalam sel yang menyediakan energi untuk tranpor keluar glukosa melintasi membran luminal pada saat yang bersamaan. Makanya, reabsorbsi glukosa ini disebut sebagai “ tranport aktif sekunder” karena glukosa sendiri dari reabsorbsi melawan suatu gradien kimia, tetapi hal ini merupakan “ sekunder “ terhadap transpor aktif primer  natrium.
Satu hal penting lain yang harus diingat adalah bahwa suatu zat dikatakan mengalami transport “aktif” apabila paling sedikit terdapat suatu tahap dalam reabsorbsi yang melibatkan transport aktif primer atau sekunder, walaupun tahap – tahap lain dalam proses reabsorbsi adalah pasif. Untuk reabsorbsi glukosa, terjadi tranport aktif sekunder pada membran luminal, tetapi difusi pasif yang terfasilitasi terjadi di membran basolateral dan pengambilan pasif oleh suatu aliran yang besar terjadi pada kapiler – kapiler peritubuler.
}     Sekresi Aktif Sekunder Ke dalam Tubulus.
Beberapa zat disekresikan ke dalam tubulus dengan cara tranpor aktif sekunder. Hal ini sering melibatkan transpor imbangan zat dengan ion – ion natrium. Pada transpor imbangan, energi yang dilepaskan dari gerakan masuk salah satu zat (sebagai contoh, ion –ion natrium) menyebabkan pergerakan keluar zat kedua dalam arah yang berlawanan.
Salah satu cotoh transpor imbangan, adalah sekresi aktif ion hidrogen yang terangkai dengan reabsorbsi natrium pada lumen tubulus proksimal. Dalam hal ini, natrium masuk ke dalam sel dibarengi dengan pengeluaran hidrogen dari sel oleh tranpor imbangan natrium – hidrogen. Tranpor ini diperantai oleh satu protein khusus pada brush border membran luminal. Sewaktu natrium diangkut ke bagian dalam sel, ion hidrogen didesak keluar dalm arah yang berlawanan ke dalam lumen tubulus.
}     Pinositisis – Suatu Mekanisme Transpor Aktif Untuk Mereabsorbsi Protein.
Beberapa bagian dalam tubulus, terutama tubulus proksimal mereabsorbsi molekul – molekul besar seperti protein dengan cara Pinositisis. Dalam proses ini, protein melekat ke brush border membran luminal dan kemudian bagian membran ini berinvaginasi ke bagian dalam sel sampai protein mencekung dengan sempurnadan terbentuklak suatu vesikel yang mengandung protein tersebut. Segera setelah berada di dalam sel, protein itu dicerna menjadi asam amino - asam amino penyusunnya, yang direabsorbsi melewati membran basolateral ke dalam cairan interstisial. Karena Pinositisismembutuhkan energi, maka diduga merupakan suatu bentuk tranpor aktif.
}     Tranpor Maksimum Bagi zat – zat yang di absorbsi secara aktif.
Bagi kebanyakan zat yang direabsorbsi dan disekresikan secara aktif  terdapat  suatu batasan kecepatan dimana zat yang terlarut dapat ditranspor sering disebut sebagai transpor maksimum. Keterbatasan ini disebabkan oleh kejenuhan sistem tranpor khusus apabila jumlah zat terlarut  yang dikirim ke tubulus (disebut muatan tubulus) melebihi kapasitas protein pengangkut dan enzim – enzim khusus yang trekait dalam proses transport.
Sistem transpor glukosa di dalam tubulus proksimal merupakan satu contoh yang baik, umumnya glukosa tidak tampak dalam urin, karena pada dasarnya semua glukosa yang difiltrasi akan direabsorbsi dalam tubulus proksimal. Namun bila muatan yang difiltrasi melebihi kemampuan tubulus mereabsorbsi glukosa maka akan terjadi ekskresi glukosa dalam urin. Pada manusia dewasa, terjadi ekskresi glukosa dalam urin. Pada manusia dewasa, tranpor maksimum glukosa rata – rata sekitar 320 mg/menit, sedangkan muatan glukosa yang difiltrasi hanya sekitar 125 mg/ml (GFR x Glukosa plasma = 125 ml/menit x 1 mg/ml). Dengan suatu peningkatan GFR yang besar dan/atau konsentrasi glukosa plasma yang meningkatkan muatan glukosa yang difiltrasi di atas 320mg/menit. Kelebihan glukosa yang difiltrsi tidak diresbsorbasi tetapi lewat ke dalam urin.
Glukosa plasma pada orang normal hampir tidak pernah menjadi cukup tinggi untuk menyebabkan ekskresi glukosa di dalam urin. Akan tetapi, pada diabetes melitus yang tidak terkontrol, glukosa plas­ma dapat ,neningkat sampai kadar yang tinggi, me­nyebabkan muatan glukosa yang difiltrasi melebihi transpor maksimumnya dan sebagai akibatnya terjadi ekskresi glukosadalam urin.
Ø    Zat – Zat Yang Ditranspor Tetapi Tidak Menunjukkan Transpor Maksimum
Alasan mengapa zat terlarut yang ditranspor secara aktif menunjukkan transpor maksimum adalah karena sis­tem pengangkut transpor mengalami kejenuhan se­waktu muatan tubulus bertambah.
Zat - Zat yang dire­absorbsi secara pasif tidak memperlihatkan transpor karena laju transpor zat-zat ini ditentukan oleh faktor-faktor lain yaitu
 (1) gradien elektro­kimia bagi difusi zat-zat melewati membran
(2) per­meabilitas membran bagi zat-zat
(3) lamanya cairan yang mengandung zat tersebut berada di dalam tubulus.
Tipe transpex seperti ini disebut trunspor Gradien waktu karena laju transpornya bergantung pada gradien elektrokimia dan lamanya zat-zat itu berada dalam tubulus, yang selanjutnya bergantun­g pada laju aliran tubulus.
Beberapa yang ditranspor secara aktif juga mempunyai sifat-sifat trartspor Gradien waktu. Suatu contoh adalah reabsorpsi natrium dalam tubulus pruk­simal. Alasan utama bahwa transpor natrium dalam tubulus proksimal tidak mcnunjukkan suatu transpor maksimum ialah karena terdapat faktor-faktor lain yang membatasi laju reabsorpsi di samping laju mak­simum transpor aktif. Sebagai contoh, pada tubulus proksimal, kapasitas transpor maksimum dari pompa basolateral natrium-kalium ATPase biasanya jauh lebih besar daripada laju reabsorpsi natrium akhir , yang sebenarnya. Penyebabnya adalah karena terda­pat natrium dalam jumlah yang berarti ditranspor keluar dari sel kemudian masuk kembali ke dalam lumen tubulus melalui epitel tautan erat.
Laju terjadi­nya kebocoran kembali ini bergantung pada beberapa faktor, antara lain
(a) permeabilitas tautan erat dan
(b) lekanan fisik interstisial, yang menentukan laju reab­sorpsi aliran yang besar dari cairan interstisial ke dalam kapiler-kapiler peritubulus.
Oleh karena itu, transpor natrium dalam tubulus proksimal terutama lebih mengikuti prinsip-prinsip transpor gradien­ waktu daripada ciri-ciri transpor maksimum tubulus. Ini berarti bahwa semakin besar konsentrasi natrium dalam tubulus proksimal, semakin besar pula laju re­absorpsinya. Begitu pula, makin lambat laju aliran cairan tubulus, makin besar pulalah persentase na­trium yang dapat direabsorbsi dari tubulus proksimal.
Pada bagian yang lebih distal dari nefron, sel-sel epitel mcmpunvai lebih banyak tautan yang lebih erat dan mentranspor lebih sedikit natrium. Pada segmen ­segmen ini, rcabsorpsi natrium menunjukkan suatu transpor maksimum yang mirip dengan transpor aktif zat-zat lain. Sclanjutnva, transpor maksimum ini da­pat diperbesar oleh pengaruh hormon tertentu, seperti aldosteron.
b.      Transpor Pasif
}     Reabsorpsi Air Secara Pasif Melalui Osmosis Terutama Menyertai Reabsorpsi Natrium
Bila zat terlarut ditranspor keluar dari tubulus melalui transpor aktif primer atau sek-under, konsen­trasinya cendcrung berkurang di dalarn tubulus, sc­mentara di dalam interstisium ginjal bertambah. Ini menimbulkan suatu perbedaan konsentrasi yang me­nyebabkan terjadinya osmosis air dalam arah yang sama dengan zat terlarut yang ditranspor, dari lumen tubulus ke interstisium ginjal. Beberapa bagian dari tubulus ginjal, terutama tubulus proksimal, sangat permeabel tcrhadap air, sehingga terjadi rcabsorpsi' air yang begitu cepat sehingga hanya tcrdapat gradien konsentrasi yang kccil untuk zat terlarut yang mele­wati membran tubulus.
Sebagian besar aliran osmotik air terjadi melalui apa yang disebut tautan erat antara sel-sel epitel dan sel-sel itu sendiri. Alasan untuk hal ini, seperti yang telah didiskusikan, adalah bahwa tautan antara sel-sel tidak seerat seperti nama yang disandangnya, dan me­reka membolehkan difusi air dalarn jumlah yang berarti dan ion-ion kecil lainnya. Ini terbukti pada tubulus proksimal, yang mcmpunyai permeabilitas tinggi tcrhadap air dan sedikit permeabilitas terhadap kebanyakan ion; seperti natrium, klorida, kalium, kal­sium, dan magnesium.
Sewaktu air bergerak melintasi tautan erat dengan cara osmosis, air juga dapat membawa serta beberapa zat terlarut, yaitu suatu proses yang disebut sebagai solvent drag. Dan, karena rcabsorpsi air, zat terlarut organik, dan ion-ion bersamaan dengan rcabsorpsi natrium, maka perubahan pada rcabsorpsi natrium akan sangat mempengaruhi reabsorpsi air dan banyak zat terlarut lainnya.
Pada bagian nefron yang terletak lebih distal, mulai dari ansa Henle sampai ke tubulus koligentes, tautan erat ini menjadi jauh lebih kurang permeabel terhadap air dan zat terlarut, dan luas area permukaan membran sel-sel epitel jauh berkurang. Oleh karena itu, air tidak dapat bergerak dengan mudah melewati membran tubulus secara osmosis.. Akan tetapi, hor­mon antidiurelik(ADH) dapat sangat mcningkatkan permeabilitas air pada tubulus distal dan tubulus koli­gentes, seperti yang akan didiskusikan kemudian.
Jadi, pergerakan air melewati epitel tubulus bisa terjadi hanya bila membran itu.permeabel tcrhadap air, tidak peduli berapa bcsar gradicn osmotiknya. Pada tubulus proksimal, permeabilitas air sclalu ting­gi, dan air dircabsorbsi seccpat zat terlarut. Pada ba­gian asendcn ansa Henle, pcrmeabilitas air sclalu ren­dah, sehingga harnpir tidak ada air yang dircabsorbsi, walaupun gradien osmotik besar. Permeabilitas air pada bagian akhir tubulus-tubulus distal, tubulus koligcntcs, dan duktus koligentes-dapat tinggi atau rendah, bergantung pada ada atau tidaknya ADH.
}     Reabsorpsi Klorida,Ureum, dan Zat-Zat Terlarut Lainya Melalui Difusi Pasif
Sewaktu natrium direabsorbsi melalui sel-scl epi­tel tubulus, ion-ion negatif seperti klorida ditranspor bcrsama dengan natrium karena adanya potensial listrik. Dengan demikian, transpor ion natrium ber­muatan positif keluar dari lumen akan meninggalkan bagian dalam lumen menjadi bermuatan negatif, di­bandingkan dengan cairan lnterstisial. Hal ini menyebabkan ion-ion klorida berdifusi secara pasif melalui jalur paraselular (yaitu, intara sel-sel). Re­absorpsi tambahan ion-ion klorida timbul karena ter­jadinya gradien konsentrasi klorida ketika air dire­absorbsi dari tubulus dengan cara osmosis, sehingga mengkonsentrasikan ion-ion klorida dalam lumen tubulus. Jadi, rcabsorpsi aktif natrium berpasangan erat dengan reabsorpsi pasif klorida melalui potensial listrik, dan gradien konscntrasi klo­rida. Ion-ion klorida juga dapat direabsorbsi melalui transpor aktif sekunder. Bagian paling penting dari proses transpor aktif sekunder untuk reabsorpsi klo­rida melibatkan ko-transpor klorida dengan natrium melalui membran luminal.
Ureum juga direabsorbsi secara pasif dari tubulus tetapi jauh lebih sedikit daripada ion klorida. Ketika air dircabsorbsi dari tubulus (melalui osmosis ber­sama dengan reabsorpsi natrium), konscntrasi ureum dalam lumen tubulus mcningkat. Hal ini menimbulkan gradien konscntrasi yang menyebabkan reabsorpsi urea. Akan tetapi, urcum tidak dapat memasuki tubulus scbanyak air. Olch karna itu, kira-kira satu setengah urcum yang difiltrasi melalui kapiler-kapiler glomcrulus akan dircabsorbsi secara pasif dari tubulus. Ureum yang masih terting­gal akan masuk ke dalam urin, menyebabkan ginjal mengekskresikan scjumlah besar produk buangan metabolisme ini.
Produk buangan metabolisme lainnya, yaitu krca­tinin, adalah molckul yang bahkan lebih besar dari ureum dan pada dasarnya tidak permeabel terhadap membran tubulis. Olch karna itu, kreatinin yang, tclah difiltrasi hampir tidak ada yang dircabsorbsi, se­hingga sebenarnya semua kreatinin yang difiltrasi olch glomerulus akan diekskresikan kc dalam urin.
}     Reabsorsi Tubulus Proksimal
Secara normal, sekitar 65 persen dari muatan natrium dan air yang difiltrasi, dan nilai presentase yang rcndah  lagi dari klorida. akan direabsorbsi olch tubulus proksimal sebelum filtrat mencapai ansa Henle.Pcrsentase ini dapat mcningkat atau menurun dalam berbagai kondisi fisiologis, scperti yang akan dibicarakan kemudian.
}     Tubulus Proksimal Mempunyai Kapasitas Yang Besar Untu Rearbsorbsi Aktif dan Pasif
Kapasitas reabsorpsi vang besar dari tubulus proksimal adalah hasil dari sifat-sifat sclularnnya yang khusus, Sel-sel epitel tubulus proksimal bcrsifat sangat metabolik dan mempunyai sejumlah besar mitokondria untuk mendukung, proses transpor aktif yang kuat. Di sam­ping itu, scl-sel tubulus proksimal mempunyai banyak sekali brush border pada sisi lumen (apikal) Membran, juga labirin interselular dan saluran basal yang luas, semuanya ini bersama-sama menghasilkan area permukaan membran yang luas pada sisi lumen dan sisi basolateral dari epitelium  untuk mentranspor ion-ion natrium dan zat-zat lain dengan cepat.
Permukaan membran epitelial brush border yang luas juga dimuati dengan molekul-molekul protein pembawa yang mcntranspor sebagian besar ion natrium melewati membran lumen yang bertalian dc­ngan mckanisnic ko-transport dengan berbagai  nutrien  organik sepcrti asam amino dan glukosa. Sisa natrium ditranspor dari lumen tubulus, ke dalam sel dengan mekanisme transpor imbangan yang mereabsorbsi natrium sementara mensekresi  zat-zat lain kc dalam lumen tubulus, terutama ion-ion hidrogen. Seperti yang telah didiskusikan dalarn Bab 30. sckresi ion hi­drogen ke dalam lumen tubulus adalah langkah pen­ting dalam pemindahan ion-ion bikarbonat dari tubulus (deng,an menggabungkan H+ dengan HCO3 ke bentuk H2CO3.yang mana kemudian berdisosiasi menjadi H2O dan CO2.)
Walaupun pompa natrium – kalium ATPase menyediakan suatu tenaga yang besar untuk reabsorbsi natrium, klorida, dan air diseluruh tubulus proksimal, terdapat beberapa perbedaan mekanisme bagaimana natrium dan klorida di transpor melalui sisi lumen bagian pertama dan terakhir membran tubulus proksimal. Pada pertengahan pertama tubulus , natrium direabsorbsi dengan cara ko- transpor bersama – sama dengan glukosa, asm amino dan zat terlarut lainnya. Tetapi pada bagian pertengahan kedua dari tubulus proksimal, hanya sedikit glukosa dan asam amino yang direabsorbsi. Malahan sekarang natrium terutama direabsorbsi bersama dengan ion –ion klorida. Pertengahan kedua tubulus proksimal memiliki konsentrasi klorida yang relatif tinggi (sekitar 140 mEq/L)dibandingkan dengan bagian awal tubulus proksimal (sekitar 105 mEq/L) karena saat natrium direabsorbsi, natrium membawa glukosa, bikarbonat, dan ion –ion organik pada bagian awal tubulus proksimal, meninggalkan suatu larutan yang mempunyai konsentrasi klorida yang tinggi. Pada pertengahan kedua tubulus proksimal, konsentrasi klorida yang tinggi membantu difusi ion –ion ini dari lumen tubulus melalui tautan interseluler ke dalam cairan interstisial ginjal.
}     Konsentrasi zat terlarut sepanjang tubulus proksimal.
Walaupun jumlah natrium dalam cairan tubulus menurun secara nyata di sepanjanfg tubulus proksimal , kosentrasi natrium dan osmolaritas total tetap relatif konstan karena permeabilitas air di tubulus proksimal sangat besar sehingga reabsrbsi air dapat mengimbangi reabsorbsi natrium.Zat terlarut organik tertentu seperti glukosa,asam amino dan bikarbonat lebih banyak direabsorbsi daripada air sehingga konsentrasi zat – zat tersebut menurun dengan nyata disepanjang tubulus proksimal. Zat – zat terlarut organik yang lain yang kurang permeabel dan tidak direabsorbsi secatra aktif seperti ureum, konsentrasinya meningkat disepanjang tubulus proksimal.Konsentrasi total zat terlarut  seperti yang digambarkan oleh osmolaritas. Pada dasarnya tetap sama disepanjang tubulus [proksimal karena permeabilitas yang sangat tinggi pada bagian nefron ini terhadap air.
}  Sekreasi Asam – Asam Dan Basa – Basa Organik Oleh Tubulus Proksimal.
Tubulus proksimal juga merupakan tempat penting untuk sekresi asam – asam dan basa – basa organik seperti garam – garam empedu,oksalat,urat, dan katekolamin.Banyak dari zai – zat ini merupakan produk akhir dari metabolisme dan harus dikeluarkan dari tubuh secara cepat sekresi zat – zat ini kedalam tubulus proksimal ditambah filtrasi kedalam tubulus proksimal oleh kapiler glomerulus dan hampir tidak ada reabsorbsi pada bagian manapundari sistem tubulus ini semua bergabung turut berperan terhadap ekskresi yang cepat dalam urin.
Selain produk buangan metabolisme, ginjal menyekresi secara langsung banyak obat atau toksin yang potensial berbahaya melalui sel – sel tubulus ke dalam tubulus dan dengan cepat membersihkan zat – zat ini dari darah. Pada obat – obat tertentu seperti penilisin dan salisilat bersihan yang cepat oleh ginjal menimbulkan suatu masalah bagaimana mempertahankan konsentrasi obat agar efektif secara terapeutik.
            Senyawa lain yang diekskresi secatra cepat oleh tubulus proksimal adalah asam para-aminohipurat(PAH), PAH disekresikan begitu cepat sehingga seorang yang normal dapat membersihkan sekitar 90 persen PAH dari plasma yang mengalir melalui ginjal mengekskresinya dalam urin.Karena alasan ini nilai bersihan PAH dapat digunakan sebagai suatu indeks laju plasma ginjal.

2.2.3   Reflek Berkemih
Kandung kemih dipersarafi oleh saraf sakral 2 dan sakral 3. Saraf sensoril dari kandung kemih dikirimkan ke medulla spinalis bagian sakral 2 sampai dengan sakral 4 kemudian diteruskan ke pusat miksi pada susunan saraf pusat. Pusat miksi mengirimkan sinyal kepada otot kandung kemih (destrusor) untuk berkontraksi.
Pada saat destrusor berkontraksi spinter interna relaksasi dan spinter eksterna yang dibawah kontrol kesadaran akan berperan. Apakah mau miksi atau ditahan/ditunda. Pada saat miksi otot abdominal berkontraksi bersama meningkatnya otot kandung kemih. Biasanya tidak lebih dari 10 ml urine tersisa dalam kandung kemih yang disebut dengan urine residu.

2.2.4.  Ciri Urin
}  Sifat fisik air kemih
ü  Jumlah ekskresi dalam 24 jam + 1500 cc tergantung dari intake
ü  Warna, bening kuning muda dan bila dibiarkan akan keruh
ü  Bau khas urine amoniak.
ü  Berat jenis 1, 015 – 1, 020.
ü  Reaksi asam, bila lama – lama menjadi alkalis tergantung diet ( sayur menyebabkan alkalis dan protein memberi reaksi asam).
ü  Produksi urine Anak : 1 cc/ kg BB/ jam
ü  Produksi urine dewasa : 2 – 3 cc/ kg BB/ jam
}  Komposisi Urin
ü  Air kemih terdiri dari 95 % air.
ü  Zat – zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam urea, amoniak, kreatinin.
ü  Elektrolit, natrium, kalsium, bikarbonat, fosfat dan sulfat
ü  Pigmen (bilirubin, urobilin)
ü  Toksin
ü  Hormon.

2.3       Faktor Yang Mempengaruhi Urinaria
Banyak factor yang mempengaruhi volume dan kualitas urine serta kemampuan klien untuk berkemih. Bebarapa perubahan dapat bersifat akut dan kembali pulih/reversibel (mis. Infeksi saluran kemih) sementara perubahan yang lain dapat pulih /ireversibel (mis. Terbentuknya gangguan fungsi ginjal secara progresif dan lambat). Proses penyakit yang terutama mempengaruhi fungsi ginjal (menyebabkan perubahan pada volume atau kualitas urine), pada awalnya secara umum dikategorikan sebagai prarenalis, renalis, atau pascarenalis.
Perubahan prarenalis dalam eliminasi urine akan menurunkan aliran darah yang bersikulasi ke dan melalui ginjal yang selanjutnya akan memyebabkan penurunan perfusi ke jaringan ginjal. Dengan kata lain, perubahan-perubahan tersebut terjadi di luar system perkemihan. Penurunan perfusi ginjal menyebabkan oliguria (berkurangnya kemampuan untuk membentuk urine) atau yang lebih jarang terjadi, anuria (ketidakmampuan untuk memproduksi urine). Perubahan renalis diakibatkan oleh factor-faktor yang menyebabkan cedera langsung pada glomerulus atau tubulus renalis sehingga mengganggu fungsi normal filtrasi, reabsorsi, dan sekresi pada glomerulus atau tubulus renalis tersebut. Perubahan pascarenalis terjadi akibat adanya obtruksi pada sisitem pengumpul urine di setiap tempat kaliks ginjal (struktur drainase yang berada di dalam ginjal) ke meatus uretra (yakni bagian luar ginjal, tetapi berada di dalam system urinarius). Urine dibentuk oleh system perkemihan, tetapi tidak dapat dieliminasi oleh cara-cara yang normal.
Selain perubahan karena penyakit, factor-faktor lain juga harus dipertimbangkan jika klien mengalami gejala-gejala yang terkait dengan eliminasi urine. Masalah yang berhubungan dengan kerja perkemihan dapat merupakan akibat dari adanya masalah pada fisik, fungsi, dan kognitif sehingga menyebabkan inkontinesia, retensi, dan infeksi.
1.      Pertumbuhan dan Perkembangan
Bayi dan anak kecil tidak dapat memekatkan urine secara efektif. Dengan demikian urine mereka tampak berwarna kuming jernih atau bening. Bayi dan anak-anak mengekskresi urine dalam jumlah yang besar dibandingkan dengan ukuran tubuh mereka yang kecil. Misalnya, anak berusia 6 bulan dengan berat badan 6 sampai 8 kg mengeksresi 400 sampai 500 ml urine setiap hari. Berat badan anak sekitar 10% dari berat badan orang dewasa, tetapi mengekskresi 33% urine lebih banyak daripada urine yang diekskresikan orang dewasa.
Seorang anak tidak dapat mengontrol mikturisi secara volunteer sampai ia berusia 18-24 bulan . seorang anak harus mampu mengenali penuhnya kandung kemih mereka, menahan urine selama 1 sampai 2 jam, dan mengomunikasikan keinginannya untuk berkemih kepada orang dewasa. Anak kecil memerlukan pengertian, kesabaran, dan konsistensi orang tuanya. Seorang anak mungkin tidak dapat mengontrol berkemihnya secara total sampai ia berusia 4 atau 5 tahun. Anak laki-laki umumnya lebih lambat mengontrol berkemihnya daripada anak perempuan. Pengontrolan mikturisi di malam hari dan terjadi lebih dini pada proses perkembangan anak, biasanya pada usia 2 tahun.
Orang dewasa dalam kondisi normal mengekskresikan 1500 sampai 1600 ml urine setiap hari. Ginjal memekatkan urinen mengeluarkan urine normal yang berwarna kekuningan. Individu dalam kondisi normal tidak bangun untuk berkemih selama ia tidur karena aliran darah ginjal menurun selama istirahat dan kemampuan ginjal untuk memekatkan urine juga menurun.
Proses penuaan mengganggu mikturisi. Masalah mobilitas kadangkala membuat lansia sulit mencapai kamar mandi tepat pada waktunya. Lansia mungkin terlalu lemah untuk bangkit dari tempat duduk toilet tanpa dibantu. Penyakit neurologis kronis, seperti Parkinson atau cedera sebrovaskular (stroke) mengganggu sensasi keseimbangan dan membuat seorang pria sulit berdiri saat berkemih atau membuat seorang wanita sulit untuk berjalan kekamar mandi. Apabila seorang lansia kehilangan control dalam proses berpikir maka kemampuannya untuk mengontrol mikturisi  tidak dapat diprediksikan. Lansia mungkin akan kehilangan kemampuan untuk tidak mampu mengingat kembali prosedur untuk buang air.
Perubahan pada fungsi ginjal dan kandung kemih juga terjadi seiring dengan proses penuaan. Kecepatan filtrasii glomerulus menurun disertai penurunan kemampuan ginjal untuk memekatkan urine. Sehingga lansia sering mengalami nokturia (urinasi yang berlebihan pada malam hari). Kandung kemih kehilangan tonus otot dan daya tampungnya untuk menahan urine sehingga menyebabkan peningkatan frekuensi berkemih. Karena kandung kemih tidak berkontraksi secar efektif, lansia sering menyisakan urine di dalam kandung kemih setelah ia berkemih (residu urine). Pria lansia juga dapat menderita hipertrofi prostat benigna, yang membuat mereka rentan mengalami retensi urine dan inkontinensia. Perubahan ini meningkatkan risiko pertumbuhan dan perkembangan bakteri pada saluran urinarius yang dapat menyebabkan infeksi saluran kemis (ISK).
2.      Factor Sosiokultural
Adat istiadat tentang privasi berkemih berbeda-beda. Masyarakat Amerika Utara  mengharapkan agar fasilitas toilet merupakan sesuatu yang pribadi, sementara beberapa budaya Eropa menerima fasilitas toilet yang digunakan secara bersama-sama. Peraturan social (mis. Saat istirahat sekolah) mempengaruhi waktu berkemih. Penyediaan pipa didi dalam rumah mungkin jarang tersedia di daerah pemukiman miskin, seperti Appalachia, bagian dalam Maine, serta komunitas terpencil lain di pegunungan.
Pendekatan keperawatan terhadap kebutuhan eliminasi klien harus mempertimbangkan aspek budaya dan kebiasaan sisial klien. Apabila seorang klien menginginkan privasi, perawat berupaya untuk mencegah terjadinya interupsi pada saat klien berkemih. Seorang klien yang kurang sensitive terhadap kebutuhannya untuk mendapatkan privasi harus ditangani dengan sikap berusaha memahami serta menerima klien.
3.      Factor Psikologis
Ansietas dan stress emosional dapat menimbulkan dorongan untuk berkemih dan frekuensi berkemih meningkat. Seorang individu yang cemas dapat merasakan suatu keinginan untuk berkemih, bahkan setelah buang air beberapa menit sebelumnya.
Ansietas jiga dapat membuat individu tidak mampu berkemih sampai tuntas. Ketegangan emosional membuat relaksasi otot abdomen daan otot perineum menjadi sulit. Apabila sfingter uretra eksternal tidak berelaksasi secara total, buang air dapat menjadi tidak tuntas dan terdapat sisa urin didalam kandung kemih. Usaha untuk buang air kecil dikamar mandi umum, untuk sementara dapat membuat individu kesulitan berkemih.
4.      Kebiasaan pribadi
Privasi dan waktu yang adekuat untuk berkemih biasanya penting untuk kebanyakan individu. Beberapa individu memerlukan distraksi ( mis, membaca) untuk rileks.
5.      Tonus otot
Lemahnya otot abdomen dan otot dasar panggul merusak kontraksi kandung kemih dan kontrol filter uretra eksterna. Kontrol mikturisi yang buruk dapat berakibatkan oleh otot yang tidak dipakai yang merupakan akibat dari lamanya imobilitas, peregangan otot selama melahirkan , atrofi otot setelah menopause, dan kerusakan otot akibat trauma.
Drainase urin yang berkelanjutan melalui kateter menetap menyebabkan hilangnya tonus kandung kemih atau kerusakan pada sfingter uretra jika klien terpaksa kateter menetap, kandung kemih klien relatif tetap kosong,  dan dengan demikian, kandung kemih tidak pernah meregang akibat penuhnya daya tampung. Apabila otot tidak meregag dengan teratur maka terjadilah atrofi otot. Pada saat keteter dilepakan, klien mungkin akan mengalami kesulitan dalam memperoleh kembali kontrol kemihnya.
6.      Status volume
Ginjal mempertahankan keseimbangan sensitif antara rotensi dan ekresi cairan. Apabila cairan dan konsentrasi elektrolit serta solit berada dalam keseimbagan, peningkatan asupan cairan dapat menyebabkan peningkatan produksi urine. Cairan yang diminum akan meningkatkan plasma yang bersirkulasi didalam tubuh sehingga meningkatkan volume filtrat glomerolus dan ekresi urin.
Jumlah haluaran urine bervariasi sesuai dengan asupan makanan dan cairan. Jumlah volume urine yang terbentuk pada malam hari sekitar stengah dari jumlah urine yang terbentuk pada siang hari akibat penurunan asupan dan metabolisme hal ini menyebabkan penurunan aliran darah di ginjal. Nokturia dapat merupakan tanda adanya perubahan pada ginjal pada individu yang sehat, asupan air yang berada didalam makanan dan cairan seimbag dengan haluaran air didalam urin, feses, dan kehilangan air yang tidak kasat mata melalui keringat dan pernapasan.
Menelan cairan tertentu secara langsung mempengaruhi produksi dan ekresi urine. Alkohol menghambat pelepasan hormon antidiuretik (ADH) sehingga pembentukan urine akan meningkat. Diuresis dapat ditingkatkan oleh asupan kopi, teh, coklat dan minuman kolak yang mengandung kasein. Makanan yang banyak mengandung cairan, seperti buah dan sayur mayur juga dapat meningkatkan produksi urine.
7.      Kondisi penyakit
Beberapa penyakit dapat mempengaruhi kemampuan untuk berkemih. Ayebdanya luka pada saraf perifer yang menuju kekandung kemih menyebabkan hilangnya tonus kandung kemih, berkurangnya sensasi penuh kandung kemih, dan individu mengalami kesulitan untuk mengontrol urinasi. Misalnya diabetes militus dan sklerosis mulipel menyebabkan kondisi neoropatik yang mengubah fungsi kandung kemih.
Penyakit penyakit yang menyebabkan kerusakan irevesibel pada glomerulus menyebabkan perubahan fungsi ginjal yang permaen. Penyakit ginjal kronis (end stage renal disease, ESRD) adalah istilah yang di gunakan untuk menjelaskan penurunan fungsi ginjal yang diakibatkan oleh proses kerusakan irevesibel. Klien yang menderita ESRD memperlihatkan banyak ganguan metabolisme yang membutuhkan terapi untuk dapat bertahan hidup. Perubahan perubahan di sebabkan olehakumulasi limbah nitrogen dan  berbagai kekacauan asam basa serta kerusakan biokimia. Gejalah gejalah terkait yang dialami klien terjadi sebagai akibat sindrom uremia.sindrom ini di tandai dengan peningkatan limbah nitrogen didalam darah, perubahan fungsi pengaturan (menyebabkan gangguan elektrolit dan cairan yang menyolok), mual, muntah, sakit kepala, koma, dan konfulsi. Pilihan terapi meliputi metode untuk mengoreksi ketidakseimbangan biokimia. Masalah tersebut dapat di tangani secara konservatif, dengan obat obatan dan sebuah program diet serta pembatasan cairan. Namun, seiring dengan semakin nyatanya penurunanfungsi ginjal atau perburukan gejala Uremia, diindasikan terapi yang lebih agreisif. Terapi ini dikenal sebagai terapi penggantian ginjal. Dialisis dan transplantasi organ merupakan dua metode penggantian ginjal. Dua metode dialisis tersebut ialah dialisis peritoneal dan hemodialisis.
Dialisis peritoneal adalah suatu metode tidak langsung untuk membersihkan darah dari produk limbah dengan menggunakan proses osmosis dan difusi. Peritoneum adalah membran serosa yang menyelimuti organ-organ abdomen dan melapisi rongga peritoneal. Peritoneum berfungsi sebagai membran semipermiabel dengan bagian dasarnya terdiri dari kapiler yang mengalirkan darah. Kelebihan cairan dan produk limbah darah dengan mudah dibuang dari aliran darah pada saat aliran elektrolit steril (dialisat) dimasukkan ke dalam rongga peritoneum oleh gaya gravitasi, dialisat dialirkan melalui kateter yang dipasang melalui proses pembedahan. Dialisat dibiarkan di dalam rongga peritoneal selama beberapa waktu yang telah diprogramkan dan kemudian dialirkan keluar oleh gaya gravitasi dengan membawa limbah yang terakumulasi dan kelebihan cairan serta elektrolit.
Hemodialisis dilakukan dengan menggunakan sebuah mesin yang dilengkapi dengan membran penyaring semi permiabel (ginjal buatan) yang memindahkan produk-produk limbah yang terakumulasi dari darah ke dalam mesin dialisis. Pada mesin dialisis, cairan dialisat dipompa melalui salah satu sisi membran filter (ginjal buatan) sementara darah klien keluar melalui sisi membran yang lain. Proses difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi membersihkan darah klien dan darah tersebut dikembalikan melalui suatu alat akses yang ditempatkan khusus ke pembuluh darah (tandur Gore-Tex). Kedua modalitas dialisis dapat diterapkan untuk jangka waktu yang singkat atau panjang dan keduanya memerlukan peralatan khusus serta perawat yang terlatih.
Transplantasi organ ialah penggantian ginjal klien yang rusak dengan sebuah ginjal baru dari donor kadaver atau donor hidup yang memiliki golongan darah dan tipe jaringan yang sesuai. Setelah klien (resipien) dianggap sesuai secara medis dan psikososial, organ ginjal ditanam melaui pembelahan. Obat-obatan khusus (imunosupresif) diberikan untuk kehidupan guna mencegah ditolaknya organ transplantasi organ yang berhasil, menawarkan klien akan potensial pemulihan fungsi ginjal yang normal.
8.      Prosedur Bedah
Stres pembedahan awalnya memicu sindrom adaptasi umum. Kelenjar hipofisis posterior melepas sejumlah ADH yang meningkat, yang meningkatkan reabsorbsi air dan mengurangi haluaran urine. Klien bedah sering memiliki perubahan keseimbangan cairan sebelum menjalani pembedahan yang diakibatkan oleh proses penyakit atau puasa praoprasi, yang memperburuk berkurangnya haluaran urine. Respons stres juga meningkatkan kadar aldosteron, menyebabkan berkurangnya haluaran urine dalam upaya mempertahankan volume sirkulasi cairan.
Analgesik narkotik dan anastesi dapat memperlambat laju filtrasi glomerulus, mengurangi haluaran urine. Obat farmakologi ini juga merusak impuls sensorik dan motorik yang berjalan di antara kandung kemih, medula spinalis, dan otak. Klien yang pulih dari anestesi dan analgesik yang dalam, seringkali tidak mampu merasakan bahwa kandung kemihnya penuh dan tidak mampu memulai atau menghambat berkemih. Anestesi spinalis terutama menimbulkan resiko retensi urine, karena akibat anestesi ini, klien tidak mampu merasakan adanya kebutuhan untuk berkemih dan kemungkinan otot kandung kemih dan otot sfingter juga tidak mampu merespon terhadap keinginan berkemih.
Pembedahan struktur panggul dan abdomen bagian bawah dapat merusakkan urinasi akibat trauma lokal pada jaringan sekitar. Edema dan inflamasi yang terkait dengan penyembuhan dan menghambat aliran urine dari ginjal ke kandung kemih atau dari kandung kemih atau uretra, menggangu relaksasi otot panggul dan sfingter atau menyebabkan ketidaknyamanan selama berkemih. Setelah kembali dari pembedahan yang melibatkan ureter, kandung kemih, dan uretra, klien secara rutin menggunakan kateter urine.
Pembentukan diversi urinarius melalui pembedahan, membuat pintasan (bypass) di daerah kandung kemih atau uretra yang bersifat sementara atau permanen dibuat sebagai rute keluar urine. Diversi urinarius mungkin diperlukan pada klien penderita kenker kandung kemih. Klien yang menjalani diversi urinarius memiliki sebuah stoma (lubang buatan) pada abdomennya untuk mengeluarkan urine.
9.      Obat-Obatan
Diuretik mencegah reabsorpsi air dan elektrolit tertentu untuk meningkatkan haluaran urine. Retensi urine dapat disebabkan oleh penggunaan obat antikolinergik (mis., atropin) antihistamin (mis., sudafed), antihipertensi (mis., aldomet), dan obat penyekat beta-adrenergik (mis., inderal). Beberapa obat mengubah warna urine. Klien yang fungsi ginjalnya mengalami perubahan memerlukan penyesuaian pada dosis obat yang disekresi oleh ginjal.
10.  Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan sistem perkemihan dapat mempengaruhi berkemih. Prosedur, seperti suatu tindakan pielogram intravena atau urogram, tidak memperbolehkan klien mengkonsumsi cairan per oral sebelum tes dilakukan. Pembatasan asupan cairan umumnya akan mengurangi haluaran urine. Pemeriksaan diagnostik (mis., sistoskopi) yang melibatkan visualisasi langsung struktur kemih dapat menyebabkan timbulnya edema lokal pada jalan keluar uretra dan spasme pada sfingter kandung kemih. Klien sering mengalami retensi urine setelah menjalani prosedur ini dan dapat mengeluarkan urine berwarna merah atau merah muda karena perdarahan akibat trauma pada mukosa uretra atau mukosa kandung kemih.

2.4 Masalah Umum dalam Eliminasi Urine
2.4.1 Perubahan Eliminasi Urine
Klien yang memiliki masalah perkemihan paling sering mengalami gangguan dalam aktivitas berkemihnya. Gangguan ini diakibatkan oleh kerusakan fungsi kandung kemih, adanya obstruksi pada aliran urine yang mengalir keluar, atau ketidakmampuan mengontrol berkemih secara volunter. Beberapa klien dapat mengalami perubahan sementara atau permanen dalam jalur normal ekskresi urine. Klien yang menjalani diversi urine memiliki masalah khusus karena urine keluar melalui sebuah stoma.
1.      Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine ialah kehilangan kontrol berkemih. Inkontinensia dapat bersifat sementara atau menetap. Klien tidak lagi dapat mengontrol sfingter uretra eksterna. Merembesnya urine dapat berlangsung terus menerus atau sedikit-sedikit. Lima tipe inkontinensia adalah inkontinensia fungsional, inkontinensia refleks (overflow), inkontinensia stres, inkontinensia urge, dan inkontinensia total.
Inkontinensia tidak harus selalu dikaitkan dengan lansia. Inkontinensia dapat dialami setiap individu pada usia berapa pun, walaupun kondisi ini lebih umum dialami oleh lansia. Diperkirakan bahwa 37% wanita berusia 60 tahun atau lebih mengalami beberapa tingkatan inkontinensia (Brooks, 1993). Inkontinensia dapat merusak citra tubuh. Pakaian yang dapat menjadi basah oleh urine dan bau yang menyertainya dapat menambah rasa malu. Akibatnya, klien yang mengalami masalah ini sering menghindari aktivitas sosial.
Lansia mungkin mengalami masalah khusus dengan inkontinensia akibat keterbatasan fisik dan lingkungan tempat tinggalnya. Lansia yang mobilitasnya terbatas mempunyai peluang lebih besar untuk mengalami inkontinensia karena ketidakmampuan mereka untuk mencapai toilet pada waktunya. Kursi yang dirancang pendek dan tempat tidur yang ditinggikan di atas lantai dapat menjadi halangan bagi lansia yang harus bangun untuk mencapai ke toilet. Lansia yang mengalami kesulitan untuk membuka kancing atau memanipulasi ritsleting menghadapi masalah yang lain. Lansia sering mengalami kekurangan energi untuk berjalan yang sangat jauh pada satu waktu. Toilet mungkin terlalu jauh bagi klien yang mengalami inkontinensia urge.
Inkontinensia yang berkelanjutan memungkinkan terjadinya kerusakan pada kulit. Sifat urine yang asam mengiritasi kulit. Klien yang tidak dapat melakukan mobilisasi dan sering mengalami inkontinensia, terutama berisiko terkena luka dekubitus.
2.            Retensi Urine
Retensi Urine adalah akumulasi urine yang yang nyata di dalam kandung kemih akibat ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih. Urine terus berkumpul dikandung kemih, meregangkan dindingnya sehingga timbul perasaan tegang, tidak nyaman, nyeri tekan pada simfisis pubis, gelisah, dan terjadi diaforesis (berkeringat).
Pada kondisi normal, produksi urine mengisi kandung kemih dengan perlahan dan mencegah aktivasi reseptor regangan sampai distensi kandung kemih meregang pada level tertentu. Refleks berkemih terjadi dan kandung kemih menjadi kosong. Dalam kondisi retensi urine, kandung kemih tidak mampu berespon terhadap refleks berkemih sehingga tidak mampu untuk mengosongkan diri.
Seiring dengan berlanjutnya retensi urine, retensi tersebut dapat menyebabkan overflow retensi. Tekanan dalam kandung kemih meningkat sampai suatu titk dimana sfingter uretra eksterna tidak mampu lagi menahan urine. Sfingter untuk sementara terbuka sehingga memungkinkan sejumlah kecil urine (25 sampai 60 ml) keluar. Setelah urine keluar, tekanan kandung kemih cukup menurun sehingga sfingter memperoleh kembali kontrolnya dan menutup. Seiring dengan overflow retensi, klien mengeluarkan sejumlah kecil urine dua atau tiga kali sejam tanpa adanya penurunan distensi atau rasa nyaman yang jelas. Perawat harus mengetahui volume urine dan frekuensi berkemih supaya dapat mengkaji kondisi ini pada klien. Spasme kandung kemih dapat timbul ketika klien berkemih.
Tanda-tanda utama retensi akut ialah tidak adanya haluaran urine selama beberapa jam dan terdapat distensi kandung kemih. Klien yang berada di bawah pengaruh anestesi atau analgesik mungkin hanya merasakan adanya tekanan, tetapi klien yang sadar akan merasakan nyeri hebat karena distensi kandung kemih melampaui kapasitas normalnya. Pada retensi urine yang berat, kandung kemih dapat menahan 2000 sampai 3000 ml urine. Retensi terjadi akibat obstruksi uretra, trauma bedah, perubahan stimulasi saraf sensorik dan motorik kandung kemih, efek samping obat, dan ansietas.
3.            Enuresis
Enuresis adalah keadaan tidak dapat menahan keluarnya air kencing yang bila terjadi ketika tidur malam hari disebut enuresis nocturnal. Hal ini masih dianggap normal bila terjadi pada balita dan apabila masih dialami anak usia di atas 5 tahun perlu mendapat perhatian khusus. Kasus ini tejadi hanya sekitar 1 diantara 100 anak yang tetap ngompol setelah usia 15 tahun. Pada sebagian besar kasus ngompol dapat sembuh sendiri sampai anak mencapai usia 10-15 tahun.
Enuresis sendiri dikelompokkan menjadi enuresis primer, dimana anak yang sejak lahir hingga usia 5 atau 6 tahun masih tetap ngompol tetapi bila anak pernah ‘kering’ sedikitnya 6 bulan dan mendadak ngompol lagi maka dikelompokkan pada enuresis sekunder. Umumnya enuresis primer lebih banyak terjadi. Berdasarkan hasil penelitian enuresis jenis ini dapat terjadi karena adanya faktor keturunan, apabila kedua orang tua memiliki riwayat ngompol maka 77% anaknya akan mengalami hal serupa. Bila hanya salah satu orang tua ada riwayat enuresis maka akan terjadi 44% pada anakkya dan bila kedua orang tua sama sekali tidak ada riwayat, kemungkinan terjadi enuresis pada anaknya hanya sekitar 15 %.
Enuresis merupakan gejala yang sering dijumpai pada anak. Keadaan ini dapat menimbulkan masalah, baik bagi anak, orangtua, keluarga, maupun dokter anak yang menanganinya. Terhadap anak, enuresis dapat mempengaruhi kehidupan seperti misalnya timbul rasa kurang percaya diri, merusak pergaulan, yang semuanya dapat berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak. Bagi orangtua dan keluarganya, gejala ini dapat menimbulkan frustrasi dan kecemasan.
Enuresis telah dikenal sejak tahun 1550 sebelum Masehi, sebagai suatu keadaan yang mengganggu anak dan memerlukan pengobatan. Hal ini dikemukakan pertama kalinya oleh Ebers (Bakwin dan Bakwin, 1972; HcKendry dan Stewart, 1974). Di kalangan masyarakat primitif, kekuatan supernatural dianggap sebagai penyebabnya, sehingga pengobatan yang diberikan kepada anak dengan enuresis jugs bersifat magis. Definisi enuresis adalah pengeluaran urin yang tidak disadari oleh seorang anak yang dianggap telah dapat mengendalikan isi kandung kemihnya. Dari berbagai kepustakaan, umur saat anak dianggap mampu mengendalikan pengeluaran isi kandung kemihnya ini bervariasi, namun sebagian besar peneliti menyebutkan umur di atas 5 tahun (HcKendry dan Stewart, 1974; Cohen, 1975; Gauthier dkk.1982).
4.      Sering berkemih
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi-didapat (infeksi nosokomial) di rumah sakit yang paling sering terjadi di Amerik:i Serikat. Infeksi ini bertanggung jawab untuk lebih dari 5 juta kunjungan dokter, pertahun (Johnson, 1991). Bakteri dalam urine (bakteriuria) dapat memicu penyebaran organisme ke dalam aliran darah dan ginjal.
Mikroorganisme paling sering masuk ke dalam saluran kemih melalui rule uretra asenden. Bakteri menempati uretra distil, genitalia eksternal, dan vagina pada wanita. Organisme masuk ke dalam meatus uretra dengan mudah dan naik ke lapisan mukosa bagian dalam menuju kandung kemih. Wanita lebih rentan terhadap infeksi karena kedekatan jarak anus denga meatus uretra dan karena uretranya pendek. Lansia dank lien yang menderita penyakit utama yang bersifat progresif atau mengalami penurunan imunitas juga berisiko tinggi. Pada pria, sekresi prostat yang mengandung substansi antibakteri dan panjangnya uretra mengurangi kerentanan terhadap ISK. Diperkirakan 20% sampai 30% lansia yang dirawat di rumah sakit memiliki bakteriuria yang signifikan (Yoshikawa, 1993).
Pada individu sehat yang memiliki fungsi kandung kemih normal, organisme dibuang keluar selama ber­kemih. Namun, distensi kandung kemih mengurangi aliran darah ke lapisan mukosa dan submukosa sehingga jaringan menjadi lebih rentan terhadap bakteri. Urine yang tersisa di dalam kandung kemih menjadi lebih basa sehingga kandung kemih merupakan tempat yang ideal untuk pertumbuhan organisme.
Penyebab paling sering infeksi ini ialah dimasukkannya suatu alat ke dalam jaluran perkemihan. Misalnya, pemasukan kateter melalui uretra akan menyediakan rule langsung masuknya mikroorganisme. Pada orang dewasa, satu kateterisasi yang dipasang sebentar membawa masuk kesempatan infeksi sebesar 1%, sementara prosedur yang lama memiliki risiko infeksi 20% pada lansia (Yoshikawa, '993). Dengan menggunakan kateter kandung kemih menetap, bakteri naik di sepanjang sisi luar kateter pada dinding uretra atau naik ke lumen kateter. Kateter mengganggu mekanisme berkemih normal yang bertindak sebagai pertahanan melawan organisme yang masuk ke dalam uretra. Iritasi lokal pada uretra atau kandung kemih nantinya akan menjadi faktor predisposisi masuknya bakteri ke dalam jaringan. ISK yang didapat di institusi kesehatan juga timbul akibat buruknya praktik cuci tangan pada personel kesehatan, cairan irigasi yang terkontaminasi, dan teknik kateterisasi yang tidak benar.
Kebersihan perineum yang buruk merupakan penyebab umum ISK pada wanita. Faktor predisposisi terjadinya infeksi pada wanita diantaranya adalah praktik cuci tangan yang tidak adekuat, kebiasaan mengelap perineum yang salah yaitu dari arah belakang kedepan setelah berkemih atau defekasi, dan seringnya melakukan senggama seksual. Setiap gangguan yang menghalangi aliran bebas urine dapat menyebabkan infeksi. Sebuah kateter yang di klem tertekuk atau terhambat, dan setiap kondisi yang menyebabkan retensi urine dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi pada kandung kemih.
Klien yang mengalami ISK bagian bawah mengalami nyeri atau rasa terbakar Selama berkemih (disuria) ketika urire mengalir melalui jaringan yang meradang. Demam menggigil, mual, dan muntah, serta kelemahan terjadi ketika infeksi memburuk. Kandung kemih yang teriritasi menyebabkan timbulnya sensasi ingin berkemih yang mendesak dan sering. Iritasi pada kandung kemih dan mukosa uretra menyebabkan darah bercampur dalam urine (hematuria). Urine tampak pekat dan keruh karena adanya sel darah putih atau bakteri. Gejala yang sering timbul apabila infeksi menyebar ke saluran perkeminan bagian atas (pielonefritis-ginjal) adalah nyeri panggul, nyeri tekan, demam, dan menggigil.
2.4.2 Perubahan Produksi Urine
1.      Poliuria
Poliuria adalah pasase volume urin yang besar dalam periode tertentu. Sedangkan diabetes adalah adanya berbagai gangguan yang ditandai dengan poliuria (Dorland, 2002). Diabetes umumnya terbagi menjadi 2, yaitu Diabetes Insipidus (DI) dan Diabetes Mellitus (DM). Namun, umumnya istilah diabetes cenderung merujuk pada Diabetes Mellitus. DM merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan, hanya dapat dikendalikan sedemikian rupa agar penderitanya tetap dalam keadaan sehat secara umum, tidak mengalami komplikasi tertentu. Karena itu, ilmu penyakit dalam─khususnya endokrinologi, perlu dikaji lebih dalam agar masyarakat juga dapat menjadi lebih peka dan tanggap terhadap isu DM. Dalam laporan ini penulis akan mencoba menganalisis kaitan antara poliuria dan simptom lainnya berkaitan dengan DI dan DM berdasarkan dasar teori Endokrinologi.
2.      Oliguria
KENCING SEDIKIT (Oliguria) Merupakan gangguan air kemih berupa pengurangan atau pengecilan aliran urin yang lewat selama waktu tertentu. Akibatnya, volume air kemih menjadi sangat sedikit, yaitu kurang dari 500 ml per hari. Volume air kemih normal berkisar 600-1.800 ml. Gangguan ini tidak berbahaya jika hanya terjadi sesekali dan berlangsung singkat.
Penyebab oliguria yang berlangsung lama merupakan pertanda gangguan ginjal atau pembesaran kelenjar prostat. Selain itu, dapat berhubungan dengan keracunan obat. Kurang minum air putih ikut menyebabkan pengeluaran air kemih sedikit dan tidak lancar.
3.      Anuria
Anuria adalah suatu keadaan dimana tidak ada produksi urine dari seorang penderita. Dalam pemakaian klinis diartikan keadaan dimana produksi urine dalam 24 jam kurang dari 100 ml. Keadaan ini menggambarkan gangguan fungsi ginjal yang cukup berat dan hal ini dapat terjadi secara pelan-pelan atau yang datang secara mendadak. Yang datang pelan-pelan umumnya menyertai gangguan ginjal kronik dan biasanya menunjukkan gangguan yang sudah lanjut. Yang timbul mendadak sebagian besar disebabkan gagal ginjal akut, yang secara klinis dipakai bersama-sama dengan keadaan yang disebut oliguria, yaitu keadaan dimana produksi urine dalam 24 jam antara 100 -- 400 ml. Sebab-sebab anuria oliguria dapat dikelompokkan dalam 3 golongan yaitu : sebab-sebab pre-renal, sebab-sebab renal dan sebab-sebab post-renal. Anuria prerenal misalnya terjadi pada keadaan hipoperfusi seperti akibat dehidrasi, combustio, perdarahan, trauma yang massive atau sepsis. Anuria pre-renal ini dapat juga disebabkan oleh obstruksi arteri renalis misalnya oleh akibat emboli (fibrilasi atrium), thrombus (atherosclerosis), dan trauma arteri renalis bilateralis. Bendungan kedua vena renalis dapat juga menyebabkan penurunan produksi urine, misalnya akibat kelainan koagulasi, atau penyebaran tumor. Anuria renal didapatkan pada nekrosis tubuler akut, glume- rulonefritis akut, dan pada beberapa keadaan glumerulopati. Sedang anuria post-renal dapat terjadi akibat obstruksi urethra oleh karena striktura, pembesaran prostat, sumbatan kedua ureter misalnya karena trauma atau laparatomi, proses keganasan dalam rongga pelvis dan batu pada saluran kemih. Dari sebab-sebab anuria/oliguria yang dapat menyebabkan gagal ginjal sebagian besar adalah sebab-sebab di luar ginjal yang dengan kemajuan ilmu kedokteran telah dapat banyak diperbaiki/dicegah. Hasil peningkatan pengetahuan ini dapat dilihat dalam tabel 1 berikut yang menggambarkan perubahan prognosa gagal ginjal akut. Sebagai akibat terjadinya anuria/oliguria maka akan timbul gangguan keseimbangan didalam tubuh yaitu berupa penum- pukan cairan, elektrolit, dan sisa-sisa metabolisme tubuh, yang seharusnya keluar bersama-sama urine. Keadaan inilah yang akan memberikan gambaran klinis daripada anuria/oliguria pada gagal ginjal seperti edema, asidosis, uremia dsb. Pada umumnya keadaan ini dengan mudah dapat dikenali, sehingga diagnosanya juga tidak sulit. Tetapi untuk mencari etiologi dari anuria kadang-kadang sulit, maka didalam gagal ginjal ini penanggulangan ditujukan kepada gagal ginjal akutnya tanpa memandang etiologinya demi untuk menyelamatkan kegawatan si penderita yang kadang-kadang life-saving. Dari sudut patofisiologi ini dapat jelas dilihat bahwa tindakan pencegahan adalah sangat penting; misalnya pada keadaan yang kemungkinan terjadinya anuria tinggi, pemberian cairan supaya renal blood flow terjamin harus selalu diusahakan, sebelum anuria terjadi. Oleh karena prognosa gagal ginjal kronik lain, maka perlu dibedakan dengan gagal ginjal akut yang prognosanya umumnya lebih baik dengan tindakan yang lebih cepat. Gagal ginjal kronik biasanya dapat dikenali dengan didapatkannya tanda-tanda penyakit ginjal kronik seperti adanya riwayat batu, diabetes mellitus, hipertensi, adanya proteinuria, anemia, pemakaian analgetik yang berkelebihan, penyakit polikistik serta didapatkannya ginjal yang kecil. Bila tidak didapatkan gejala seperti disebutkan diatas maka harus dipikirkan kemungkinan gagal ginjal akut yang masih reversibel dengan pengobatan yang cepat dan tepat. Dalam skema 2 digambarkan dasar penanggulangan anuria secara praktis yang kiranya dapat dilaksanakan tanpa banyak pemeriksaan-pemeriksaan.

2.5       Asuhan Keperawatan
2.5.1    Pengkajian
Untuk mengidentifikasi masalah eliminasi urine dan mengumpulkan data guna menyusun suatu rencana keperawatan, perawat melakukan pengkajian riwayat keperawatan, melakukan pengkajian fisik, mengkaji urine klien, dan meninjau kembali informasi yang telah diperoleh dari tes dan pemeriksaan diagnostik.
·         Riwayat Keperawatan
Riwayat keperawatan mencakup tinjauan ulang pola eliminasi dan gejala-gejala perubahan urinarius serta mengkaji faktor-faktor lain yangg dapat mempengaruhi kemampuan klien untuk berkemih secara normal.
1.      Pola Perkemihan
Perawat menanyakan pada klien mengenai pola berkemih hariannya, termasuk frekuensi dan waktuunya, volume normal urine yang dikeluarkan setiap kali berkemih, dan adanya perubahan yang terjadi baru-baru ini frekuensi berkemih bervariasi pada setiap ndividu dan sesuai dengan asupan serta jenis-jenis haluaran cairan dari jalur yang lain. Waktu berkemih yang umum ialah saat bangun tidur, setelah makan, dan sebelum tidur. Kebanyakan orang berkemih rata-rata sebanyak lima kali atau lebih dalam satu hari. Klien yang sering berkemih pada malam hari kemungkinan mengalami penyakit ginjal atau pembesaran prostat. Informasi tentang pola berkemih merupakan dasa yang tidak dapat dipungkiri untuk membuat suatu perbandingan.
2.      Gejala Perubahan Perkemihan
Gejala tertentu yang khusus terait dengan perubahan perkemihan, dapat timbul dalam lebih dari satu jenis gangguan. Selama pengkajian, perawat menanyakan klien tentang gejala-gejala. Perawat juga mengkaji pengetahuan klien mengenai kondisi atau faktor-faktor yang mempresipitasi atau memperburuk gejala tersebut.
3.      Faktor yang Mempengaruhi Perkemihan
Perawat merangkum faktor—faktor dalam riwayat klien yang dalam kondisi normal mempengaruhi perkemihannya, seperti usia, faktor-faktor lingkngan, dan riwayat pengobatan. Pengkajian pada lansia perlu dilakukan dengan teliti. Perubahan normal dalam proses penuaan memprediposisi timbulnya masalah eliminasi pada lansia. Nama, jumlah dan frekuensi obat-obatan yang diresepkan harus dicatat. Obat-obatan yang dijual bebas dan terpapar dengan larutan pembersih, pestisida, atau oobat-obatan lain yang besifat nefrotoksik juga merupakan aspek penting pada riwayat klien. Barier lingkungan di rumah atau di unit perawatan kesehatan juga dievaluasi. Klien mungkin membutuhkan sebuah tempat duduk toilet yang tinggi, tempat pegangan tangan, atau wadah berkemih yang portabel (mudah dibawa). Perawat mengobservasi adanya ketterbatasan sensorik, misalnya pada klien yang memiliki masalah penglihatan dan mungkin mengalami kesulitan dalam mengkooordinasikan tangannya, perawat perlu mengkaji jenis pakaian yang dapat klien kenakan dan kemudahan klien dalam mengancingkan pakaiannya.
Sebagian penyakit yang dialami di masa lalu seperti ISK atau bedah saluran urinarius, yang dapat meningkatkan risiko terjadinya masalah yang berulang, juga penting untuk dikaji. Perawat perlu mempertimbangkan tindakan pencegahan untuk klien yang menderita penyakit kronis (mis. Multiple sklerosis), yangmerusak fungsi kandung kemih, misalnya dengan cara sering berkemih untuk menjaga kulit klien tetap kering dan bebas dari iritasi. Perawat menanyakan klien tentang ada atau tidaknya diversi uriinarius. Apabila klien menjalani diversi urinarius, perawat menentukan rasional dilakukannya tindakan, tipe diversi dan metode yang biasa digunakan untuk penatalaksanaanya (tipe pemasangan kantung, tipe barier kulit atau plester yang digunakan, metode yang digunakan untuk mengurangi iritasi kulit, frekuensi penggantian peralatan, dan tipe sistem drainase pada malam hari). Kebiasaan pribadi juga dapat mempengaruhi perkemihan. Apabila klien dirawat di rumah sakit, perawat mengkaji sejauh mana kebiasaan pribadi klien berubah. Privasi sering sulit dicapai di tempat perawatankesehatn, terutama jika klien harus menggunakan pispot.
Perawat mengkaji teerpasang atau tidaknya kateter menetap pada klien. Klien yang sedang dalam masa pemulihan setelah menjalani pembedahan mayor atau menderita penyakit kritis atau suatu ketidakmampuan, sering harus dipasang kateter menetap untuk membantu proses pengeluaran urinenya sehingga jumlah urine yang keluar dapat di ukur. Terpasangnya kateter membuat klien berisiko terkena infeksi. Kondisi fisik klien mempengaruhi frekuensi perawat dalam memantau asupan cairan. Pengukurn asupan dan haluaran (I & O) cairan membantu perawat mengkaji keseimbangan cairan klien secara kesseluruhan.
·         Pemeriksaan Fisik
Pengkajian fisik memungkinkan perawat memperoleh data untuk menentukan keberadaan dan tingkat keparahan masalah eliminasi urine. Organ utama yang ditinjau kembali meliputi kulit, ginjal, kandung kemih dan uretra.
1.      Kulit
Perawat mengkaji kondisi kulit klien. Masalah eliminasi urine sering dikaitkan dengan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Perawat mengkaji status hidrasi klien dengan mengkaji turgor kulit dan mukosa mulut.
2.      Ginjal
Apabila ginjal terinfeksi atau mengalami peradangan, biasanya akan timbul nyeri di daerah pinggil. Perawat dapat megkaji adanya nyeri tekan di daerah pinggul pada awal penyakiit pada saat memperkusi sudut kostovertebra (sudut yang dibentuk oleh tulanh belakang dan tulang rusuk ke-12). Peradangan ginjal menyebabkan nyeri selama perkusi dilakukan. Auskultasi juga dilakukan untuk mendeteksi adanya bunyi bruit di arteri ginjal. (bunyi yang dihasilkan dari perputaran aliran darah yang melalui arteri yang sempit).
Perawat yang memiliki ketrampilan tinggi belajar mempalpasi ginjal selama proses pemeriksaan abdomen. Posisi, betuk dan ukuran ginjal dapat mengungkapkan adanya masalah seperti tumor.
3.      Kandung kemih
Pada orang dewasa, kandung kemih terletak di bawah simfisis pubis dan tidak dapat diperiksa oleh perawat. Saat kandung kemih berdistensi, kandung kemih terangkat sampai ke atas simfisis pubis pada garis tengah abdomen dan dapat membentang sampai tepat di bawah umbilikus. Pada inspeksi, perawat dapat melihat danya pembengkakan atau lekukan konveks pada abdomen bagian bawah. Perawat dengan perlahan mempalpasi abdomen bagian bawah. Kandung kemih dalam keadaan normal teraba lunak dan bundar. Saat perawat memberi tekanan ringan pada kandung kemih, klien akan merasakan suatu nyeri tekan atau bahkan sakit. Walaupun kandung kemih tidak terlihat, papalasi dapat menyebabkan klien merasa ingin berkemih. Perkusi pada kandung kemih yang penuh menimbulkan bunyi perkusi tumpul.
4.      Meatus uretra
Perawat mengkaji meatus urinarius untuk melihat adanya rabas, peradangan dan luka. Pengkajian ini mendeteksi adanya infeksi dan kelainan lain. Untuk memeriksa genetalia wanita, posisi dorsal rekumben memungkinkan genetalia terlihat secara menyaluruh. Saat mengenakan sarung tangan, perawat meretraksi lipatan labia untuk melihat meatus uretra. Dalam kondisi normal meatus berwarna merah muda dan tampak sebagai lubang kecil di bawah klitoris dan di atas orifisium vagina. Dalam kondisi normal, tidak ada rabas yang keluar dati meatus. Apabila ada rabas, spesimen rabas uretra tersebut harus diambil sebelum klien berkemih.
Wanita yang mengidap infeksi, rentan terhadap ISK karena rabus vagina dapat bergerak dengan mudah sampai ke meatus uretra. Wanita lansia umumnya menderita vaginitas akibat defisiensi hormon. Perawat menginspeksikan orifisium vagina dengan cermat, dan mendeskripsikan adanya rabas. Infeksi juga dapat diindikasikan oleh adanya kemerahan dan peradangan pada pria yang sudah disirkumsisi untuk melihat meatus.
·         Pengkajian Urin
Pengkajian urine dilakukan dengan mengukur asupan cairan dan haluan urine serta mengobservasi karakteristik urine klien.
1.      Asupan dan Haluran Urin
Perawat mengkaji asupan cairan rata-rata klien setiap hari. Apabila dibutuhkan pengukuran asupan cairan yang akurat pada klien yang berada di rumah, perawat dapat menanyakan klien untuk menunjukkan gelas atau cangkir minum yang digunakannya sehingga asupan cairannya dapat diukur.
Perawat mengukur asupan cairan klien di tempat pelayanan kesehatan, baik jika dokter memprogramkan pengukuran I & O tersebut maupun jika penilaian perawat memerlukan suatu pengukuran yang lebih tepat. Perawat mengukur semua sumber asupan cairan termasuk asupan oral, infus cairan IV, makanan yang diberikan melalui selang, dan cairan yang dimasukkan ke dalam selang nasogastrik atau selang gaster.
Perawat harus melakukan pengukuran asupan ccairan karena klien sering kesulitan untuk mengukur secara mandiri volume urine yang dikeluarkannya. Perubahan dalam volume urine merupakan indikator perubahhan cairan atau penyakit ginjal yang signifikan. Sementara memberi asuhan kepada klien, perawat mengkaji volume urine dengan mengukur (dengan menggunakan wadah plastik, pispot, atau urinal) haluaran urine setiap kali klien berkemih. Wadah kusus (urimeter) ditempelkan diantara kateter menetap dan kantong urine serta merupakan alat yang tepat untuk mengukur volume urine secara teratur. Sebuah urimeter menmpung 100 sampai 200 ml urine. Setelah mengukur urine dari urimeter perawat dapat mengalirkan urine melalui silinder ke dalam kantong drainase urine atau ke dalam sebuah wadah untuk dibuang. Urimeter diindikasikan apabila dibutuhkan pengukuran urine yang akurat per jam.
Apabila urine dari kantung urine diukur, cara yang paling baik adalah dengan menggunakan wadah plastik yang terpisah yang memiliki skala pengukuran. Skala yang tertera di kantung hanya memberikan volume rata-rata. Setiap klien harus memiliki wadah yang memiliki ukuran, yang mereka gunakan sendiri¸untuk mencegah kontaminasi silang.
Perawat melaporkan setiap peningkatan atau penurunan volume yang ekstrem. Yang perlu mendapat perhatian adalah apabila haluaran urine per jam kurang dari 30 ml yang belangsung selama lebih dari 2 jam. Begitu juga apabila volume urine yang banyak keluar secara terus – menerus (poliuria), yakni lebih dari 200 sampai 2500 ml per hari, hal ini harus di laporkan kepada dokter.
2.      Karakteristik Urin
Perawat menginspeksi warna, kejernihan, dan bau urine.
a.      Warna
Warna urine normal bervariasi dari warna pucat, aak kekuningan sampai kuning-coklat (seperti warna madu), tergantung pada kepekatan urine. Urine biasanya lebih pekat pada pagi hari atau pada klien yang menderita kekurangan volume cairan. Apabila seseorang minum cairan lebih banyak, urine menjadi lebih encer.   Pendarahan dari ginjal atau ureter menyebabkan warna urine menjadi meraah gelap; pendarahan dari kandung kemih atau uretra menyebabkan warna urine menjadi merah terang. Berbagai obat-obatan juga mengubah warna urine. Mengonsumsi bit, buah rhubarb, atau blackberries, dpat menyebabkan warna urine menjadi merah. Pewarna khusus yang digunakan dalam pemeriksaan diagnostik intravena pada akhirnya akan mengubah warna urine. Urine yang berwarna kuning-cokelat gelap dapat disebabkan oleh tingginya konsentrasi bilirubin akibat disfungsi hati. Urine yang mengandung bilirubin (bilirubinaria) juga dapat di deteksi dengan terlihatnya busa kuning pada saat spesimen urine dikocok. Perawat mendokumentasikan dan melaporkan setiap adanya kelainan warna atau sedimen, khususnya jika tidak diketahui penyebabnya.
b.      Kejernihan
Urine yang normal tampak transparan saat dikeluarkan. Warna urine yang ditampung dalam suatu wadah selama beberapa menit akan menjadi keruh. Urine yang baru dikeluaran oleh klien yang menderita penyakit ginjal dapat tampak keruh atau berbusa akibat tingginya konentrasi protein. Urne juga akan tampak pekat dan keruh akibat adanya bakteri.
c.       Bau
Urine memiliki bau yang khas. Semakin pekat warna urine, semakin kuat baunya. Urine yang dibiarkan dalam jangka waktu yang lama akan mengeluarkan bau amonia. Hal ini umum terjadi pada klien secara berulang-ulang mengalami inkontinensia urine. Bau buah-buahan atau bau yang manis timbul akibat aseton atau asam asetosetik, akibat produk-produk metabolisme lemak yang tidak komplet, yang telihat pada klien diabetes melitus atau klien yang klaparan.
3.      Pemeriksaan Urin
Perawat sering mengumpulkan spesimen urine untuk pemeriksaan laboratorium. Tipe pemeriksaan menentukan metode pengumpulan urine. Semua spesimen diberi label yang berisi nama klien, tanggal dan waktu pengumpulan urine. Spesimen harus dikirim ke laboratorium dengan tepat waktu untuk memastikan kekuratan hasil pemeriksaan. Kebijakan pengontrolan infeksi yang ditetapkan lembaga harus dipatuhi sebagai tindakan pencegahan standart oleh semua personel kesehatan selama menangani spesimen.
a.      Pengumpulan spesimen
Perawat mengumpulkan spesimen urine secara acak, pengeluaran spesimen bersih atau spesimen yang diambil dari aliran pertengahan (midstream) saat berkemih, spesimen steril, dan spesimen urine pada waktu tetentu.
b.      Spesimen acak
Spesimen urine rutin yang diambil secara acak dapat dikumplkan dari urine klien saat berkemih secara alami atau dari kateter Foley atau kantung pengumpulan urine pada klien yang mengalami diversi urinarius. Spesimen harus bersih, tetapi tidak perlu steril. Spesimen yang diambil secara acak digunakan untuk pemeriksaan urinalisis atau mengukur berat jenis, pH atau kadar glukosa dalam urine secara spesifik.
Klien berkemih ke dalam wadah urine yang bersih, urinal, atau pispot. Banyak klien mampu melakukan hal ini dengan mandiri. Namun, klien yang menjalani pembatasan mobilitas atau klien yang penglihatannya buruk mungkin membutuhkan bantuan perawat. Mengumpulkan spesimen akan lebih mudah jika klien meminum segelas cairan 30 menit sebelum prosedur dilakukan. Klien harus berkemih sebelum defekasi, sehingga feses tidak mngontaminasi spesimen. Klien wanita juga diinstruksikan untuk tidak menaruh tisu toilet di pispot. Hanya 120 ml urine yang dibutuhkan untuk pemeriksaan yang akurat. Setelah spesimen dikumpulkan, perawat mwmasang tutup dengan ketat pada wadah spesimen, membesihkan setiap urine yang mengenai bagian luar wadah, meletakkan wadah di dalam kantung plastik, dan kirim segera spesimen yang sudah diberi label ke laboratorium.
c.       Spesimen midstream atau pengeluaran bersih.
Untuk memperoleh spesimen yang relatif bebas dari miikroorganisme yang terdapat di bagian bawah uretra, perawat menginstrusikan klien tentang metode untuk mengumpulkan spesimen yang dikeluarkan dengan cara bersih (prosedur 46-1). Spesimen tipe ini digunakan untuk pemeriksaan kultur dan sensitivitas urine. Setelah membersihkan genitalia eksterna dengan benar, klien mulai mengeluarkan urine dan biarkan urine yang pertama kali keluar tersebut terbuang; kemudian urine yang keluar dipertengahan aliran berkemih ditampung. Aliran awal urine membersihkan atau membilas bakteri yang berada di orifisium dan meatus uretra. Mengambil spesimen urine dengan cara pengeluaran yang bersih akan paling mudah dilakukan apabila klien menggunakan fasilitas toilet.
d.      Spesimen steril
Metode lain untuk memperoleh spesimen urine yang akan digunakan untuk kultur adalah dengan cara mengambilnya dari kateter menetap. Saat ini mengkateterisasi klien hanya untuk mengambil spesimen urine tidak lagi direkomendasikan karena tindakan ini beresiko tinggi menyebabkan infeksi. Spesimen urine untuk kultur juga tidak diambil dari kantung drainase urine, kecuali urine tersebut adalah urine pertama yang mengalir ke dalam kantung urine baru yang steril. Baktei berkembang dengan cepat di dalam kantung drainase dan dapat menyebabkan kesalahan hasil pengukuran.
Untuk kateter retensi menetap, perawat menggunakan spuid steril untuk menarik urine keluar. Perawat mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan nonsteriluntuk mencegah penularan mikroorganisme. Sebuah spuid dengan ukuran 3 ml dengan jarum berukuran kecil (23 atau 25) merupakan alat yang paling baik untuk mencegah timbulnya lubang permanen di pintu masuk kateter. Namun jika dicurigai adanya darah didalam urine, sebuah jarum dengan ukuran besar dapat mencegah pecahnya sel darah merah. Merupakan cara yang aman, apabila perawat menginsersisebuah jarum langsung keujung kateter karet yang dapat merapat kembali dengan sendirinya. Kateter yang terbuat dari bahan silikon, plastik, atau silastiktidak dapat merapat dengan sendirinya. Kebanyakan kateter urine memiliki pintu masuk khusus sebagai tempat untuk mengambilspesimen. Mula-mula, perawat mengklem selang tepat dibawah tempat yang dipilih untuk menarik urine, biarkan urine segar yang tidak terkontaminasi terkumpul didalam selang. Kemudian perawat mengapus kateter atau pintu masuk (port) dengan menggunakan swab antimikroba. Masukkan jarum dengan sudut 30 derajat untuk memastikan masuknya jarum kedalam kateter. Perawat harus tetap berhati-hati untuk tidak meninggikan selang pada saat mengaspirasi 3-5 urine, karena hal ini dapat mengakibatkanurine mengalir kembali kedalam kandung kemih.
Setelah memperoleh spesimen, perawat memindahkan urine kedalam sebuah wadah steril dengan menggunakan teknik aseptik steril. Perawat melepas sarung tangan, membuang peralatan ke wadah yang sesuai dan mencuci tangan untuk mengurangi transfer
Mikroorganisme ke klien lain serta ke petugas pelayanan kesehatan lain. Jenis pemeriksaan laboratorium harus mengindikasikan metode pengumpulkan urin. Spesimen urin pada waktu tertentu.beberapa emeriksaan fungsi ginjal dan kompossisi urine,seperti mengukur kadar steroid atau hormon andrenokortikoid, kreatininklirens, atau pemeriksaan jumlah protein,memerlukan pengumpulan urine dengan interval waktu 2,12, atau 24  jam
Periode pengumpulan jenis ini dimulai setelah klien berkemi.perawat membuang sampel dan dan menuliskan waktu dimulai pengumpulan spesimen urine didalam wadah dan didalam formulir pemeriksaan laboratorium (pemeriksa kebijakan institusi).kemudian klie mengumpulkan semua urine yang dikeluarakan pada periode waktu yang telah ditentukan.
Setaip kali berkemih,urine dikumpulkan didalam sebuah wadah yang bersih lalu segera masukkan kedalam wadah yang lebih besar.bebrapa pemeriksaan mewajibkan klien berkemih pada waktu-waktu tertentu.setai spesimen harus bebas dari feses atau tisu toilet.
Adannya spesimen terlewat atau tidak tertampung akan membuat hasil pemeriksaan menjadi tidak akurat.perawat harus mengingatkan klien untuk berkemih sebelum defekasi sehingga urine tidak berkontaminasi oleh feses.wadah pengumpulan urine dapat diberi zat pengawet atau perlu dimasukkan kedalam lemari es.labortorium harus diberi konsultasi tentang instruksi ini.klien harus mengeluarkan spesimen urine yang terakhir pada akhir  periode waktu yang telah ditetapkan.
e.       Pengumpulan urine pada anak-anak
Pengumpulan spesimen dari bayi dan anak-anak sering kali sulit di lakukan .remaja dan anak usia sekolah biasanya mampu bekerja sama ,walaupun mereka mungkin merasa malu.anak pra sekolah dan todler memiliki kesulitan berkemih pada saat diminta.memberika cairan pada anak kecil 30 menit sebelum anak tersebut diminta berkemih,mungkin dapat membantu.perawat harus menggunakan istilah berkemih yang dapt dimengerti oleh anak.seorang anak kecil mungkin sungakan untuk berkemih diwadah yang tidak biasannya digunakannya.sebuah kursi terbentuk pot atau topi spesimen,yang ditempatkan dibawah tempat duduk toilet biasannya efektif.perawat harus menggunakn peralatan pengupulan khusus untuk bayi atau todler yang tidak dilatih untuk buang air (toilet training ).kantung yang sekali pakai,terbuat dari bahan plastik yang bening,yang memilki bahan perekat ,dapat dipakaikan pada meatus utetra anak.
Perawat mempersiapkan Bayi untuk pemeriksaan ,diawali dengan membersihkan bagian genetalia,perineum,dan kulit disekitarnya dengan sabun dan air atau dengan antiseptik.pengertian yang menyeluruh diperlukan karena perekat kantung tidak dapat menempel pada permukaan yang lembab,tertutup bedak ,atau berminyak.perawat menempelkan kantung dari bagian belakang ke depan ,diawali dari perineum kemudian ke semifisis pubis.pada anak perempun,perineum harus direnggangkan dengan lembut untuk memastikan bahwa kantung terpasang dengan baik sehingga tidak bocor.pada anak laki- laki,skrotum dan penis dimasukkan ke dalam kantung dengan tepat.sebuah diaper ditempatkan diatas kantung.perawat memeriksa kantung dengan sering dan setelah urine diperoleh,segara lepaskan kantung tersebut. Anak yang aktif dapat dengan mudah kehilangan kantungnya dan kebocoran dapat terjadi .untuk pengambilan spesimen denagan cara pengeluaran bersih .perawat menggunakan kantung pengumpul steril.spesimen urine tidak boleh diambil dengan cara memeras bahan diaper.
·         Tes Diagnostik
Pemeriksaan urine meliputi urinalisasi ,pengukuran berat jenis urine,dan kultur uine.
1.      Urinalisasi
Laboratorum melakukan urinalisasi pada spesimen yang diperoleh dengan metode yang telah dijelaskan sebelumnya .tabel 46-3 memuat daftar nilai norml urinalisasi .spesimen harus diperiksa segera mungkin ,lbih baik dalam 2 jam .spesimen urine harus merupakan urine pertama yang dikeluarkan pada pagi hari untuk memastikan keseragaman konsentrasi spesimen.agar proses skrining berlangsung  dengan cepat,perawat dapat melaksanakan bagian tertentu urinalisasi dengan menggunakan strip reagen khusus.perawat mencelupkan strip kadalam urine kemudian mengobservasi adanya perubahan warna dalam jarak waktu yang telah ditetapkan dalam kemasan strip tersebut.


PENGUKURAN DAN NILAI NORMAL


INTERPRETASI
pH (4,6-8,0)
pH membantu mengindikasikan keseimbangan asam-basa .sifat urine yang dibiarkan selama beberapa jam berubah menjadi basa.Ph asam membantu mencegah pertumbuhan bakteri
Protein (sampai 10mg/100ml)
Dalam kondisi normal ,protein tidak terdapat di dalam urine. Protein dalam urine ditemukan paqda penyakit ginjal akibat kerusakan pada glomerulus atau tubulus sehingga protein dapat masuk kedalam urine
Glukosa (dalam kondisi normal tidak ada)
Glukosa dalam urine ditemukan pada klien penderita diabetes karena ketidakmampuan tubulus untuk mereabsorpsi konsentrasi glukosa yang tinggi (di atas 180 mg/100ml).konsumsi glukosa yang berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan munculnya sejumlah glukosa di dalam urine pada individu yang sehat.
Kelon (dalam kondisi normal tidak ada)
Klien yang diabetes militusnya sulit dkontrol,akan mengalami pemecahan asam lemak.produk akhir metabolisme lemak ialah kelon.klien yang mengalami dehidrasi,kelaparan atau mengkonsumsi aspirin yang berlebihan juga mengalami ketonuria
Darah (sampai 2 sel darah merah)
Kerusakan glomerulus atau tubulus dapat menyebabkan sel darah merah masuk ke dalam urine.darah juga bisa terdapat di dalam urine karena trauma penyakit , atau pembedahan pada saluran kemih bagian bawah ,pada wanita,darah di dalam spesimen urine dapat mengindikasikan terjadinya kontaminasi urine dengan cairan menstruasi
Berat jenis (1,010 -1,030)
Barat jenis mengukur konsentrasi partikel di dalam urine .berat jenis urine yang tinggi mencerminkan urine yang pekat dan berat jenis urine yang rendah mencerminkan urine yang encer .berat jenis urine dapat meningkat akibat dehidrasi,penurunan aliran darah ginjal ,dan peningkatan sekresi ADH
Pemeriksaan mikroskospik
Berat jenis urine dapat menurun akibat hidrasi yang berlebihan ,penyakit ginjal dini,dan sekresi ADH yang tidak adekuat
Sel darah putih (0-8)perlapangan berkekuatan tinggi)
Jumlah yang lebih banyak dapat mengindikasikan adanya infeksi pada saluran kemih.
Bakteri  (dalam kondisi normal tidak ada)
Bakteri mengindikasikan adanya infeksi pada saluran kemih
Silinder (dalam kondisi normal tidak ada)
Silinder adalah badan silindris yang m4engambil bentuk seperti obyek di dalam tubulus ginjal.terdapat beberapa tipe ,yakni hialin,sel darah putih,sl-sel granural dal sel – sel epitel.keberadaanya di dalam  urine merupakan temuan yang abnormal dan mengindikasikan adanya perubahan pada ginjal.

2.      Berat jenis urine
Berat jenis urine ialah berat atau derajat konsentrasi suatu substabsi yang dibandingkan dengan air dalam volume yang sama.untuk mengukur berat jenis urine ,digunaknan urinometer dan silinder.urinometer memiliki skalab  berat jenis yang spesifik pada bagian atas dan pada sebuah bola air raksa yang berat dibagian bawahnya.spesimen urine dituangkan kedalam sebuah silinder khusus yang bersih dan kering.urinometer yang berat dicelup dan diputarkan secara perlahan kedalam Silinder yang berisi urine.konsentrasinya substansi yang terlaryt di dalam urine menentukan kedalam urinometer yang terapung .pengukuran ini selalu dilakukan untuk melengkapi urinalisis.perwat yang bekerja di unit perawatan kritis mungkin bertanggung jawab untuk melakukan pengukuran berat jenis urine secara periodik selama pengkajian klien.
Dengan menempatkan urinometer sejajr mata perawat,hasil pengukuran berat jenis urine dibaca pada dasar lengkung batas urine.berat jenis soesimen urine yang dikeluarkan pada pagi hari oleh klien yang berpuasa,mencerminkan kemampuan maksimum ginjal dalam mengonsentrasikan urine.berat jenis urine yang kurang dari 1,010 memcerminkan ketidak mampuan ginjal mengkonsentrasi urine atau tidak cukupnya sekresi ADH.ginjal yang bterserang penyakit akan kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan urine.oleh karena itu,berat jenis menjadi”terfiksasi” pada nilai yang rendah (1,010 atau lebih rendah).peningkatan berat jenis urine dapat mengindikasikan danya dehidrasi.subtansi radiopaq atu subtansi yang memiliki berat jenis molekul yang tinggi di dalam urine (mis protein atau glukosa)dapat menyebabkan ketinggian berat jenis urine yang semu.
Tesosmolalitas urine harus di lakukan jika pertanyaan tentang ke akuratan pengukuran berat jenis urine muncul.walaupun kedua tes tersebut mengukur konsentrasi urine,tes osmolalitas lebih akurat karena mengukur jumlah total partikel yang ada di dalam larutan.
3.      Kultur Urin
Kultur urine membutuhkan sempel urine steril yang di ambil dengan cara pengeluaran – bersih dibutuhkan sekitar 48 jam sebelum laboratorium dapat melaporkan hasil temuan yang menunjukkan adannya pertumbuhan bakteri.sementara menunggu hasil,antibiotik spektrum luas dapat diresepkan segera setelah kultur diperoleh.tessensitivitas menentukan entibiotik spesifik yang efektif.hal (sensitifitas )kultur urine dapat mengusulkan perubahan dalam pilhan obat .
4.      Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik sistem perkemihan ialah salah satu dari beberapa sistem organ yang pemeriksaan diagnostiknya dapat akurat dan dapat dipertanggungjawankan melelui beberapa teknik radiografik.dan pendekatan untuk melihat struktur perkemihan,yakni teknik langsung dan tidak langsung.dapat cukup sederhana atau sangat komplek,sehingga membutuhkan interfensi keperawatan yang ekstensiv.prosedur ini lebih jauh dibagi lagi menjadi kategori infasif dan non infasif.
5.      Rontgenogram abdomen
Rontgenogramabdomen ,yang disebut juga sebagai plain film ,KUB atau flaplate pada abdomen umumnya digunakan untuk mengkaji adanya kelainan pada seluruh struktur saluran perkemihan.prosedur ini dapat menentukan ukuran,kesimestrisan bentuk dan lokasi ginjal,ureter,serta struktur kandung kemih.prosedur ini juga bermanfaat untuk melihat batu(jika batu mengalami pengerasan )atau tumor pada organ ini.selain itu,tulang iga atau struktur penyokong lain di sekelilingnya dapat dikaji untuk melihat adanya fraktur atau kelainan .hal ini penting jika klien menderita cedera traumatik tertentu.tidak adanya temuan positif pada prosedur rontgenogram tidak menyingkirkan kemungkinan adanya kelainan pada saluran kemih mmungkin di perlukan pemeriksaan diagnostik tambahan.
Implikasi keperawatan pada klien yang menjalani prosedur ini meliputi penjelasan prosedur dan mengurangi kecemasan klien .persiapan usus khusus tidak dibutuhkan,kecuali jika dokter menetapkanya.
6.      Pielogram intravena
Untuk melihat keseluruhan sistem kemih, doktermemprogramkan urogram eksresi atau pielogram intravena (intravenous pyelogram.IVP ). Prosedur ini memvisualisasi duktus pengumpulan dan pelvis renalis serta memperlihatkan ureter,kandung kemih dan uretra ,walaupun prosedur ini tidak dapat invasif ,klien perlu menerima injeksi pewarna radiopaq secara IV.medium yang di injeksi hanya memerlukan waktu beberapa menit untuk bersirkulasi dan diekskresi .pewarna tidak terlihat sampai perwarna tersebut di filtrasi dan dikonsentrasikan oleh ginjal.karena ginjal dan ureter terletak di belakang usus halus,persiapan usus perlu dilakukan pada klien dengan cara mrngosongkan usus halus sebelum prosedur dilaksanakan.prosedur yang menggunakan barium tidak boleh di berikan pada 2 sampai 3 hari sebelum IV karena residu barium di dalam usus halus mengalami pemandangan.
Selam proses IVP,pemeriksaan sinar-X dilakukan pada jarak waktu tertentu yaitu 30 samapai 60 menit setelah zat pewarna masuk dan terkonsentrasi di ginjal.klien juga dapat diminta untuk berkemih selama pelaksanaan prosedur untuk mengukur pengosongan kandung kemih.penyakit atau gangguan pada saluran kemih yang harus di selidiki dengan cara ini mengikuti oklusi arteri renalis,tumor,kista atau batu,refluks vesikoureteral,dan cedera traumatik.
Implikasi keperawatan sebelum tes dilakukan meliputi mengenali klien yang berisisko mengalami perubahan fungsi ginjal akibat injeksi pewarna kontras secara IV.setiap klien yang mengalami insufisensi ginjal memiliki risiko.klien lansia rantan terhadap efek nefrotoksik pewarana kontras ,karena klien kehilangan cairan selama mempersiapkan usus.pengkajian keperawatan mengenai status volume dan upaya mempertahankanya sebelum orosedur ini dilakukan merupakan hal yang paling penting.
Implikasi keperawatan tambahan adalahsebagi berikut :
a.       Menandatangani  surat persetujuan (jika merupakan kebijakan lembaga )
b.      Mengkaji adanya riwayat alergi yodium pada klien ,yang berarti ,klien juga diperkirakan alergi terhadap pewarna IVP.
c.       Memberikan obat pencahar pada sore hari senelum pemeriksaan.
d.      Memastikan bahwa klien mengikuti program pembatasan asupan yang ditetapkan sebelum dilaksanakannya tes (dapat berupa puasa setelah tengah malamatau diperbolaehkan mengonsumsi cairan jernih hanya setelah mengonsumsi makan malam yang berupa cairan jernih.)
e.       Menjelaskan bahwa warna kemerahan di wajah merupakan hal normal selama pewarna diinjeksikan dan klien mungkin akan merasa pusing atau hangat.
f.       Menjelaskan bahwa infus intravena untuk injeksi pewarna mulai diberikan sebelum pelaksanaan tes.
g.      Menjelaskan bahwa tes yang dilakukan melibatkan pemeriksaan sinar-X yang diambil pada beberapa jarak waktu dan bahwa klien akan berkemih menjelang akhir tes.
Tidak semua lembaga mempekerjakan perawat di departemen radiologi. Apabila tidak ada perawat, dokter atau teknisi radiologi mengemban tanggung jawab ini. Implikasi selama tes meliputi tindakan-tindakan berikut:
a.       Kaji tempat intravena untuk melihat adanya tanda-tanda infiltrasi zat pewarna ke dalam jaringan(mis, adanya pembengkakan, kemerahan, dan nyeri).
b.      Observasi adanya tanda-tanda reaksi alergi terhadap zat pewarna(mis, distress pernapasan, penurunan tekanan darah,dan urtikaria.)
c.       Ingatkan klien tentang sensasi normal yang ditimbulkan oleh injeksi zat pewarna.
Impilkasi keperawatan setelah pelaksanaan tes meliputi tindakan berikut:   
a.       Pastikan bahwa klien menerima diet yang biasa diterimanya setelah pelaksanaan tes
b.      Dorong klien untuk mengonsumsi cairan guna meminimalkan dehidrasi yang disebabkan oleh persiapan usus dan untuk mencegah potensial terjadinya efek nefrotoksik akibat materi kontas.
c.       Pantau asupan dan haluaran cairan dan segera laporka kepada dokter jika ada perubahan.
d.      Observasi adanya reaksi alergi yang terlambat.
7.      Pemindaian (scan)ginjal
Tes radionukilda, seperti pemindaian ginjal memungkinkan visualisasi tidak langsung pada struktur saluran perkemihan setelah isotop radioaktif diinjeksi per IV. Pemilihan sebuah isotop bergantung pada proses fisiologis yang akan diperiksa.Emisi dari radionuklida daapt difoto dengan menggunakan kamera khusus. Isotop dapat dideteksi tanpa membutuhkan persiapan usus. Dosis radioisotop yang digunakan sangat rendah. Oleh karena itu tidak dibutuhkan tindakan pencegahan terhadap pajanan radioaktif, kecuali penggunaan sarung tangan sekali pakai, jika klien menggunakan pispot atau urinal untuk buang air. Bilas pispot atau urinal dan siram urine yang dibuang di wc sebanyak 2 kali untuk menghilangkan setiap bahaya radiasi yang mungkin tertinggal.
Setelah sebuah radionuklida diinjeksikan, radionuklida bersirkulasi melalui ginjal dan diekskresikan. Pemindaian ginjal mengukur konsentrasi radioaktif. Pemindaian ini tidak menimbulkan nyeri kecuali untuk fungsi vena. Prosedur pemindaian diselesaikan dalam waktu sekitar satu jam. Informasi tentang aliran darah ke ginjal, struktur anatomi dan fungsi ekskresi ginjal dapat diperoleh dari prosedur ini. Dokter dapat mendiagnosis kelainan,seperti oklusi arteri renalis, obstruksi urinarius,dan banyak penyalit ginjal lainnya. Prosedur ini diindikasikan untuk klien yang tidak mampu menerima zat pewarna untuk prosedur IVP. Perawat tidak memberikan sedatif secara rutin sebelum tes, kecuali dokter melihat bahwa klien sangat cemas.
Implikasi keperawatan sebelum tes dilakukan adalah sebagai berikut:
1)      Menandatangani surat persetujuan (jika ditetapkan oleh kebijakan lembaga)
2)      Menjelaskan bahwa radioisotop diinjeksikan secara intravena melalui selang IV yang sudah terpasang atau dengan jarum.
3)      Menjelaskan bahwa mesin yang mengukur asupan isotop sama dengan alat pengukur Geiger(alat pengukur banyaknya radiasi).
4)      Menjelaskan bahwa klien tidak akan merasa tidak nyaman, tetapi ia harus tetap berbaring.
5)      Menjelaskan bahwa tidak ada resiko akibat pajanan radioaktif.
Implikasi keperawatan selama tes meliputi tindakan berikut:
1)      Membantu klien mengubah posisi salama tes.(Teknisi dapat melakukan hal ini).
Tidak ada implikasi keperawatan khusus setelah pelaksanaan tes.
8.      Computerized axial tomography
Computerized tomography (CT) merupakan prosedur sinar –X terkomputerisasi yang digunakan untuk memperoleh gambaran terperinci mengenai struktur bidang tertentu didalam tubuh. Pemindai(scanner) tomografik adalah sebuah mesin besar yang berisi komputer khusus serta sistem pendeteksi sinar-X yang berfungsi secara simultan untuk memfoto struktur internal berupa potongan lintang transversal yang tipis. Komputer melalui,serangkaian manipulasi yang kompleks, mampu ” merekonstruksi” gambaran potong lintang sebagai foto yang dikenali pada monitor televise. Prosedur ini memungkinkan visualisasi kondisi patologis yang abnormal,seperti tumor, obstruksi, massa di retroperitoneum, dan pembesaran nodus limfe. Pemindai CT(CT scan) dapat mendeteksi massa berukuran kurang dari 2 cm. Walaupun prosedur ini tidak invasif, pada beberapa pemeriksaan, materi kontras intravena atau oral digunakan memperluas daerah yang diperiksa. Apabila kontras intravena digunakan, mungkin perlu memberikan larutan pembersih usus per oral (mis, golytely)atau dengan menggunakan enema, terutama jika organ tambahan didalam rongga abdomen akan diperiksa.Implikasi keperawatan sebelum, selama,dan setelah tes ini sama dengan implikasi keperawatan yang tertera pada pemeriksaan IVP. Namun, perawat perlu menjelaskan bahwa klien akan ditempatkan di sebuah mesin yang besar , yang dapat menimbulkan perasaan klaustrofobia pada individu yang rentan.


9.      Ultrasound ginjal
Ultrasonografi merupakan alat diagnostic noninvasif yang berharga dalam mengkaji gangguan perkemihan. Alat ini menggunakan gelombang suara yang tidak dapat terdengar, berfrekuensi tinggi,yang memantul dari struktur jaringan. Jeli konduktif diberikan ke kulit klien dan berfungsi sebagai alat pentransmisi gelombang suara. Transduser yang digerakkan diatas jeli konduktif akan memancarkan berkas suara yang mana berkas suara tersebut juga melewati jaringan tubuh yang memiliki kepadatan berbeda. Beberapa gelombang suara direfleksikan balim ke transduser sebagai gaung. Gaung ini diubah menjadi impuls listrik yang ditayangkan pada sebuah osiloskop, memberikan sebuah gambaran tentang jaringan yang diperiksa. Kecepatan gelombang suara bervariasi sesuai dengan kepadatan jaringan. Posisi klien selama prosedur biasanya telungkup, tetapi klien juga dapat diposisikan duduk. Ultrasound sering digunakan untuk mengidentifikasi struktur keseluruhan ginjal, dan mengidentifikasi kelainan struktur pada ginjal atau pada saluran kemih bagian bawah serta untuk membantu biopsi perkutaneus. Kelainan seperti tumor atau kista pada ginjal dengan mudah diidentifikasi. Apabila sebuah Doppler digunakan bersama dengan transduser, pemeriksaan aliran darah melalui ginjal juga dapat dilakukan. Prosedur ini tidak menimbulkan nyeri.
Implikasi keperawatan sebelum prosedur dilakukan diantaranya adalah dengan menjelaskan tentang tes dan sedapat mungkin mendorong klien untuk mengonsumsi cairan per oral agar kandung kemih menjadi distensi. Tidak ada indikasi keperawatan khusus pada klien setelah pelaksanaan tes.
Sistometogram(CMG) adalah sebuah tes yang menentukan derajat fungsi otot detrusor. Tes ini digunakan untuk menyingkirkan sebab-sebab inkontinensia. Sebuah kateter dimasukkan, volume residu diukur  dan dibuang, dan kandung kemih diisi dengan salin steril atau gas karbondioksida dalam pertambahan yang kadarnya telah ditetapkan terlebih dahulu. Pembacaan tekanan dilakukan pada setiap penambahan tersebut. Selama waktu pengisian, persepsi klien bahwa kandung kemih telah penuh, keinginan untuk berkemih dan kemampuan untuk menghambat pengeluaran kemih, didokumentasikan.
Implikasi keperawatan sebelum pelaksanaan tes adalah mencakup penjelasan tentang prosedur dan perlunya melaporkan sensasi yang timbul. Setelah tes selesai, klien harus diinstruksikan untuk melaporkan timbulnya sensasi berikut; berkeringat, nyeri, mual, kandung kemih penuh,atau keinginan kuat untuk berkemih.
10.  Prosedur invasif
Prosedur invasif meliputi sistoskopi, biopsy dan angiogram.
A.    Sistoskopi.
Sistoskopi memungkinkan dokter melihat bagian dalam kandung kemih dan uretra. Sistoskop telihat hampir seperti kateter urine, walaupun sistoskop tidak fleksibel dan umumnya berukuran lebih besar. Sistoskop diinsersi melalui uretra klien.Instrumen ini memiliki selubung plastik atau karet,sebuah obturator yang membuat skop tetap kaku selama insersi, sebuah teleskop untuk melihat kandung kemih dan uretra, dan sebuah saluran untuk menginsersi kateter atau instrumen bedah khusus.
Prosedur terasa nyeri selama insersi instrumen. Terdapat risiko perforasi kandung kemih jika klien tidak rileks dan tidak kooperatif. Dapat diberikan anestesi umum, spinal, atau lokal. Karena tes perlu memasukkan objek asing ke dalam rongga yang steril, klien menerima sejumlah besar cairan (per intravena atau oral) sebelum dan selama prosedur untuk mempertahankan berlanjutnya aliran urine serta untuk membuang setiap bakteri. Antibiotikjuga dapat diberikan secara intravena. Selama tes, spesimen urine dan jaringan dapat dikumpulkan.
Dokter biasanya melakukan sistoskopi di dalam ruang sistoskopi di rumah sakit. Meja sistoskopi khusus meminimalkan stres dan keletihan yang dapat dialami klien akibat mempertahankan satu posisi dalam waktu yang lama.
Implikasi keperawatan sebelum tes meliputi tindakan berikut:
a.       Tandatangani surat persetujuan.
b.      Lakukan persiapan bowel atau enema atau berikan obat katartik pada malam hari sebelum tes dilakukan.
c.       Apabila anestesi lokal akan digunakan, dorong klien untuk mengonsumsi cairan oral.
d.      Apabila anestesi umum akan digunakan, instruksikan klien untuk berpuasa setelah tengah malam.
e.       Jelaskan bahwa insersi sistoskop sama seperti insersi kateter uretra.
f.       Jelaskan pentingnya tetap berbaring selama tes.
g.      Jelaskan bahwa selang intravena akan mulai mengalirkan cairan selama tes.
h.      Berikan obat sedatif dan analgesik sesuai dengan program yang ditetapkan dokter.
Implikasi keperawatan selama tes meliputi tindakan berikut:
a.       Bantu klien untuk mendapatkan posisi litotomi.
b.      Bersihkan daerah perineum dengan menggunakan larutan antiseptik.
c.       Jelaskan ( jika klien sadar) bahwa insersi sistoskop menimbulkan keinginan kuat untuk berkemih.
d.      Ingatkan klien untuk tetap berbaring, jika sadar.
Implikasi keperawatan setelah tes meliputi tindakan berikut:
a.       Instruksikan klien untuk tetap di tempat tidur sesuai program.
b.      Kaji adanya tanda-tanda kemungkinan retensi urine dan waktu berkemih pertama.
c.       Observasi volume dan karakteristik urine, termasuk urine yang berwarna keruh atau mengandung darah setiap kali berkemih.
d.      Dorong klien untuk meningkatkan asupan cair dan pantau asupan serta haluaran.
e.       Observasi adanya demam, disuria atau perubahan tekanan darah.
f.       Berikan obat-obatan untuk meredakan spasme kandung kemih dan/ atau nyeri punggung bagian bawah.
B.     Biopsi ginjal
Biopsi ginjal menentukan sifat, luas, dan prognosis penyakit ginjal. Prosedur ini dilakukan dengan mengambil irisan jaringan korteks ginjal untuk diperiksa dengan teknik mikroskopik yang canggih. Prosedur dapat dilakukan dengan metode perkutan (tertutup) atau pembedahan (terbuka). Pemeriksaan ultrasound untuk mengetahui lokasi ginjal telah merevolusi tindakan perkutan. Diagnosis jaringan memungkinkan pembedaan antara proses penyakit yang menyebabkan perubahan fungsi ginjal. Oleh karena itu, intervensi pengobatan yang lebih spesifik dapat dilakukan.

Implikasi keperawatan sebelum prosedur dilakukan meliputi tindakan berikut:
a.       Tanda tangani surat persetujuan.
b.      Jawab pertanyaan lanjutan tentang prosedur setelah dokter terlebih dahulu menjelaskannya.
c.       Kaji pemeriksaan hematologi (mis, hitung darah lengkap, waktu pendarahan, waktu protrombin, jumlah thrombosis dan tipe serta pemeriksaan silang untuk kemungkinan transfusi darah) yang diprogramkan sebagai bagian dari rangkaian prosedur.
d.      Ambil specimen urine untuk analisis rutin, kultur dan untuk menentukan sensitivitasnya.
e.       Instruksikan klien untuk mengambil posisi yang tepat dengan menempatkan bantal dibawah abdomen untuk meniggikan ginjal dan tekhnik bernapas (klien dapat diminta untuk menahan napas saat jarum biopsy dimasukkan)selama prosedur berlangsung. (menahan napas selama inspirasi membuat ginjal tidak bergerak saat jarum dimasukkan)
f.       Berikan obat sedatif untuk meredakan ansietas.
Implikasi keperawatan selama tes meliputi tindakan sebagai berikut:
a.       Berikan dukungan emosional kepada klien.
b.      Latih klien bernapas dan mengambil posisi yang benar.
c.       Ingatkan klien tentang sensasi yang akan dirasakannya, yang disebabkan oleh pemberian analgesik lokal dan penggunaan instrument biopsi.
Implikasi keperawatan setelah tes meliputi tindakan berikut:
a.       Pantau tanda-tanda vital, catat perubahan yang konsisten disertai dengan pendarahan internal dan syok hemoragik.
b.      Observasi jumlah, warna dan karakter urine, catat urine yang mengandung darah. Perawat mungkin perlu menyimpan spesimen (observasi kebijaksanaan lembaga)
c.       Kaji pemeriksaan hematologi (hitung darah lengkap) setelah biopsi.
d.      Dorong klien untuk mengonsumsi cairan secara oral.
e.       Instruksikan klien untuk tetap berada di tempat tidur selama waktu yang telah ditetapkan (biasanya 24 jam)
f.       Kaji daerah biopsi untuk melihat adanya tanda pendarahan dan catat keluhan nyeri.
g.      Pertahankan balut tekan (balutan yang mengikat/ menekan) ditempat biopsi.
h.      Instruksikan klien untuk tidak melaukan aktivitas berat, paling tidak selama 2 minggu.
C.     Angiografi (arteriogram)
Angiogram ginjal merupakan prosedur radiografis invasif yang mengevaluasi sistem arteri ginjal. Arteriogram paling sering digunakan untuk memeriksa arteri ginjal utama atau cabang-cabangnya untuk mendeteksi adanya penyempitan atau oklusi. Selain itu, prosedur ini mengevaluasi adanya plasma (mis, neoplasma atau kista) untuk menentukan adanya perubahan aliran darah. Arteriogram dilakukan dengan menempatkan kateter ke dalam salah satu arteri femoralis dan memasukkannya sampai ke ketinggian arteri renalis. Materi kontras radiopaq diinjeksikan melalui kateter sementara gambaran sinar-X diambil secara berurutan dengan cepat.
Implikasi keperawatan sebelum tes meliputi tindakan berikut:
a.       Tandatangani surat persetujuan.
b.      Kaji adanya alergi terhadap yodium, yang memprediksikan adanya alergi terhadap zat kontras yang digunakan dalam angiogram.
c.       Pastikan bahwa klien puasa setelah tengah malam.
d.      Jelaskan bahwa warna kemerahan pada wajah adalah hal yang normal salama zat pewarna diinjeksikan dan bahwa klien mungkin akan merasa pusing atau hangat.
e.       Jelaskan bahwa tes ini meliputi pemeriksaan sinar –X , yang dilakukan dalam berbagai interval waktu setelah zat pewarna diinjeksikan.
Implikasi keperawatan setelah arteriogram atau venogram dilakukan meliptu hal-hal berikut:
a.       Pantau tanda-tanda vital setiap jam sampai klien stabil kemudian panjangkan interval sampai setiap 2 jam dan 4 jam secara berurutan.
b.      Pastikan bahwa klien mempertahankan tirah/selama 8 sampai 12 jam.
c.       Periksa nadi, kaji sirkulasi pada ekstremitas yang dipasang kanula, serta pastikan bahwa ekstremitas tetap dalam posisi lurus.
d.      Observasi klien pada tempat pemasangan kateter selama 24 jam untuk melihat adanya pendarahan, peningkatan nyeri tekan, dan pembentukan hematoma.
e.       Pertahankan balut tekan ditempat insersi selama 24 jam(periksa kebijakan institusi).
1)      Observasi klien untuk melihat adanya reaksi yang terlambat terhadap materi kontras.
Pantau asupan dan haluaran klien serta laporkan adanya kelainan volume urine kepada dokter. Cairan biasanya meningkat baik berasal dari pemberian cairan secara intravena maupun melalui mulut setelah tes dilaksanakan untuk membantu membuang zat pewarna serta meminimalkan efek nefrotoksik zat pewarna.
2.5.2    Diagnosa keperawatan
Pengkajian fungsi eliminasi urine klien yang dilakukan terus menerus menunjukkan pola data yang memungkinkan perawat membuat diagnosa keperawatan yang relevan dan akurat.perawat berfikir secara kritis dengan merefleksikan pengetahuannya tentang klien sebelumnya, meninjau kembali karakteristik penentu yang teridentifikasi, menerapkan pengetahuan tentang fungsi urine, dan kemudian membuat diagnosis yang spesifik. Diagnosis mungkin berupa masalh actual atau suatu masalah yang kemungkinan akan klien alami.
Diagnosis dapat berfokus pada perubahan eliminasi urine atau masalah-masalah terkait, seperti kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan inkontinensia urine.
Identifikasi karakteristik penentu mengarahkan perawat dalam memilih diagnosis yang tepat. Menspesifikkan faktor-faktor terkait untuk setiap diagnosis memungkinkan pemilihan intervensi keperawatan yang bersifat individual. Diagnosa keperawatan pada klien retensi urine yang disertai overflow, intervensi keperawatan jangka panjangnya bervariasi, bergantung kepada sebab yang terkait. Untuk klien dengan kerusakan neurologis permanen, seperti sklerosis multiple, perawat perlu merencanakan metode alternatif untuk mengosongkan kandung kemih, misalnya pemasangan kateter dalam jangka panjang. Sebaliknya klien yang mengalami retensi urine disertai overflow,yang terkait dengan anesthesia, kemungkinan tidak memerlukan intervensi setelah kateter tunggal yang dimasukkan mengosongkan kandung kemih. Pemulihan total dari pengaruh anastesia mengeliminasi masalah tersebut.

Contoh diagnosa Keperawatan NANDA untuk eliminasi urine
1.      Nyeri yang berhubungan dengan :
Ø  Inflamasi uretra.
Ø  Obstruksi pada uretra.
2.      Defisit perawatan diri; toileting yang berhubungan dengan
Ø  Kerusakan kognitif
Ø  Keterbatasan mobilitas.
3.      Kerusakan integritas kulit atau risiko kerusakan, integritas kulit yang berhubungan dengan:
Ø  Inkontinensia urine.
4.      Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan :
Ø  Kerusakan sensorik-motorik.
5.      Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan:
Ø  Perasaan yang dirasakan akibat diversi urinarius.
Ø  Perasaan yang dirasakan akibat inkontinensia.
6.      Risiko infeksi yang berhubungan dengan:
Ø  Hiegene personal yang buruk.
Ø  Insersi kateter uretra.
7.      Inkontinensia fungsional yang berhubungan dengan:
Ø  Terapi diuretik.
Ø  Keterbatasan mobilitas.
8.      Inkontinensia refleks yang berhubungan dengan:
Ø  Kerusakan neurologis.
Ø  Penggunaan anastesi untuk pembedahan.
9.      Inkontinensia stres yang berhubungan dengan:
Ø  Peningkatan tekanan intraabdomen.
Ø  Kelemahan otot panggul.
10.  Inkontinensia urgensi yang behubungan dengan :
Ø  Iritasi mukosa kandung kemih.
Ø  Penurunan daya tampung/ kapasitas kandung kemih.
11.  Inkontinensia total yang berhubungan dengan:
Ø  Adanya fistula
Ø  Kerusakan neurologis.
12.  Retensi urine yang berhubungan dengan:
Ø  Obstruksi leher kandung kemih.
Ø  Terhambatnya lengkung refleks.
Contoh Proses Diagnostik Keperawatan Untuk Eliminasi Urine
Aktivitas pengkajian
Batasan karakteristik
Diagnosa keperawatan
Tanyakan klien mengenai adanya sensasi untuk berkemih
Kaji keluarnya urine dalam jumlah sedikit tapi sering atau hanya berupa tetesan
Palpasai di atas simfisis pubis untuk melihat adanya distensi
Sensasi sepenuhnya kandung kemih atau desakan untuk berkemih
Sensani nyeri selama dan setelah berkemih
Melaporkan seringnya berkemih dalam jumlah kecil
Kandung kemih dapat dipalpasi
Keinginan untuk berkemih meningkat pada waktu di palpasi
Kemungkinan urine keluar berupa tetesan saat dipalpasi
Retensi urine (disertai overflow) berhubungan dengan melemahnya otot detrusor

2.5.3    Perencanaan
Dalam mengembangkan suatu rencana keperawatan, perawat menetapkan tujuan dan hasil akhir yang diharapkan untuk setiap diagnosis. Rencana menggabungkan aktivitas untuk meningkatkan kesehatan dan intervensi terapeutik untuk klien yang mengalami masalah eliminasi urine. Intervensi preventif urine mungkin dibutuhkan oleh klien yang beresiko mengalami masalah perkemihan. Perawat juga merencanakan terapi sesuai dengan tingkat keparahan resiko pada klien. Hasil akhir yang ditetapkan di dalam rencana akan tercapai jika terapi efektif.
Dalam proses keperawatan, penting untuk mempertimbangkan lingkungan rumah klien dan eliminasi rutinnya yang normal saat merencanakan terapi untuk klien. Dalam merencanakan asuhan keperawatan untuk beberapa klien mungkin diperlukan konsultasi dengan profesional kesehatan lain. Misalnya, ahli teapi fisisk dapat merancang rencana latihan untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan sehingga klien akan mampu berjalan ke kamar mandi. Penguatan yang diberikan terhadap kebiasaan hidup sehat yang telah dijalankan klien akan meningkatkan kepatuhan klien terhadap asuhan.
Klien yang waspada akan adanya perubahan eliminasi urine baik aktual maupun resiko, belajar mengenali tanda-tanda perubahan dan dapat mencegah masalah yang serius. Perubahan eliminasi urine merupakan resiko tinggi bagi status kesehatan klien secara keseluruhan.
Merencanakan asuhan keperawatan juga melibatkan suatu pemahaman tentang kebutuhan klien untuk mengontrol fungsi tubuhnya. Perubahan eliminasi urine dapat menjadi sesuatu yang memalukan, membuat tidak nyaman, dan sering membuat klien frustasi. Perawat dan klien bekerja sama untuk menetapkan langkah guna mempertahankan keterlibatan klien dam asuhan keperawatan dan untuk mempertahankan eliminasi urine yang normal.
Tujuan asuhan keperawatan untuk klien meliputi hal-hal di bawah ini :
1.      Memahami eliminasi urine yang normal
2.      Meningkatkan pengeluaran kemih yang normal
3.      Mencapai pengosongan kandung kemih yang lengkap
4.      Mencegah infeksi
5.      Mempertahankan integritas kulit
6.      Mendapatkan rasa nyaman
Masalah- masalah terkait seperti ansietas, mungkin memerlukan intervensi yang sering kali tidak mempunyai efek langsung pada eliminasi urine. Namun masalah terkait tersebut kemungkina akan belanjut kecualai perawat melakukan intervensi. Masalah-maslah yang muncul pada perubahan eliminsai urine seringkali sering berhubungan dan kompleks. Perawat juga harus mengantisipasi masalah yang mungkin timbul sebagia akibat pemberian terapi. Misalnya, diagnosa resiko infeksi dapat ditegakkan jika klien terpasang kateter menetap.
Perencanaan keperawatan pada klien yang dirawat di rumah sakit harus meliputi perencanaan pulang. Perawat menetapkan suatu peralatan bantuan yang akan dibutuhkan dan kebutuhan klien akan penyuluhan. Sangat penting memberikan penyuluhan pada klien selama menginap di rumah sakit. Penyuluhan tentang perawatan diri klien dikuatkan secara terus-menerus dan minta klien mendemonstrasikan kemabali ketrampilan psikomotor serta perwatan dirinya yang penting. Misalnya, klien yang dipulangkan dalam keadaan terpasang kateter menetap akan perlu melakukan perawatan kateter, memahami cara mengosongkan kakantung drainase dengan aman, mengukur urine secara akurat dan mengetahui tanda serta gejala infeksi pada saluran perkemihan. Kebutuhan pelayanan kesehatan dirumah harus dieksplorasi dan rujukan yang tepat harus dibuat. Peran perawat dalam merencanakan intervensi ini akan membuat klien menjalani transisidengan lancar melalui setiap fasedalam proses keperawatan.
4 Implementasi
Implementasi merupakan fase tindakan dalam proses keperwatan. Perawatan akan melakukan tindakan kolaboratif dan tindakan mandiri untuk membantu klien mencapai hasil akhir serta tujuan yang diharapkan. Aktivitas yang mandiri adalah aktifitas ketika perawat menetapkan keputusannya sendiri. Salah satu contoh aktivitas ini adalah penyuluhan tentang aktivitas perawatan diri kepada klien. Aktivitas kolaboratif adalah aktivitas-aktivitas yang diprogramkan oleh dokter dan dilaksanakan oleh perawa, seperti pemberian obat.
1.      Peningkatan kesehatan
Fokus peningkatan kesehatan adalah untuk membantu klien untuk memahami dan berpartisispasi dalam praktik perawatan diri sendiri yang akan memelihara serta melindungi fungsi sistem kemih yang sehat. Fokus ini dapat dicapai dengan menggunakan beberapa cara.
a.       Penyuluhan klien
Keberhasilan terapi yang ditujukan untuk menghilangkan atau meminimalkan masalah eliminasi urine, sebagai bergantung keberhasilan dalam upaya memberikan penyuluhan kepada klien. Perawat menginstruksikan klien berdasarkan kekhususan masaah eliminasi mereka. Misalnya, klien yang praktik hiegiennya buruk akan mendapatkan manfaat dari mempelajari sterilitas normal saluran perkemihan dan cara untuk mencegah infeksi. Mendiskusikan mengenai mekanisme dasar produksi urine dan berkemih pada klien yang mengalami perubahan eliminasi, juga sangat bermanfaat. Pengetahuan menenai faktor-faktor yang meningkatkan produksi urine normal dan meningkatkan berkemih juga dapat membantu. Klien mempelajari arti adanya gejala perubahan urine sehingga perawatan kesehatan preventif sejak dini dapat dimulai.
Perawat dapat dengan mudah melakukan penyuluhan pada saat memberikan asuhan keperawatan. Misalnya, jika perawat sedang mencoba meningkatkan asupan cairan klien, waktu yang baik untuk mendiskusikan manfaat meningkatkan asupan cairan adalah pada saat memberikan cairan yang dicampur dengan obat-obatan atau makanan. Perawat mungkin akan lebih sukses dalam memberikan penyuluhan kepada klien tentang kebersihan perineum pada saat membantu klien mandi atau saat melakukan perawatan kateter.
b.      Meningkatkan perkemihan normal
Mempertahankan eliminasi urine normal akan membantu mencegah terjadinya masalah perkemihan yang banyak. Banyak tindakan keperawatan yang telah dirancang untuk meningkatkan sistem berkemih normal pada klien yang beresiko mengalami kesulitan berkemih dan pada klien yang memiliki masalah dalam berkemih. Perawata dapat melakukan banyak tindakan secara mandiri.
·         Menstimulasi reflek berkemih.
Kemampuan klien untuk berkemih bergantung pada adanya rasa desakan untuk berkemih, kemampuan untuk mengontrol sfingter uretra dan kemampuan untuk rileksselam berkemih. Perawat dapat membantu klien untuk belajar rileks dan menstimulasi reflek berkemihdenagn mengajarkan posisi normalsaat berkemih. Wanita lebih mampu berkemih dalam posisi jongkok atau duduk. Posisi ini meningkatkan kontrakso otot-otot panggul dan otot-otot intraabdomen yang membantu mengontrol sfingter serta membantu kontraksi kandung kemih. Apabila klien tidak mampu menggunakan fasilitas toilet, perawat membantu klien untuk mengambil posisi jongkok di atas sebuah bedpan atau commode (tempat buang air) di samping tempat tidur. Seorang pria lebih mudah berkemih dalam posisi berdiri. Apabila pria tidak dapat mencapai fasilitas toilet ia dapat berdiri di samping tempat tidur kemudian berkemih di dalam sebuah urinal, sebuah wadah logam atau plastik untuk tempat urine. Pada waktu tertentu, satu atau dua perawat mungkin perlu membantu pria untuk berdiri.
Tindakan lain untuk meningkatkan relaksasi dan kemampuan berkemih ialah memberiakan stimulus sesorik. Suara air yang mengalir membantu klien untuk berkemih melalui kekuatan sugesti. Menepuk paha bagian dalam dapat menstimulasi saraf sesorik dan meningkatkan reflek berkemih. Meletakkan tangan klien dalam sebuah panci berisi air hangat sering dapat menigkatkan berkemih. Duduk di atas bedpan yang telah di hangatkan akan membuat seseorang lebih mudah untuk rileks dan berkemih. Perawat juga dapat menuangkan air hangat ke atas daerah perineum. Menawarkan cairan yang akan diminum klien juga dapat meningkatkan berkemih.
·         Mempertahankan kebiasaan eliminasi
Banyak klien mengikuti rutinitas untuk menigkatkan berkemih normal. Di rumah sakit atau fasilitas perwatan jangka panjang, rutinitas perawat dapat bertentangan dengan rutinitas klien. Upaya mengintegrasikan kebiasaan klien ke dalam rencana asuhan akan membantu mencegah timbulnya masalah-masalah yang berhubungan dengan perkemihan.
·         Mempertahankan asupan cairan yang adekuat
Metode sederhana dalam meningkatkan berkemih normal adalah dengan mempertahankan asupan cairan yang adekuat. Klien yang memiliki fungsi ginjal normal dan tidak menderita penyakit jantung atau perubahan yang membuatnya harus membatasi asupan cairan, harus meminum 2000 sampai 2500 ml cairan setiap hari. Namun asupan cairan rata-rata per hari sebanyak 1200 sampai 1500 ml, biasanya adekuat.
Apabila asupan cairan ditingkatkan, urine yang diekskresikan mengeluarkan solut atau partikel yang dapat berkumpul di dalam sistem perkemihan. Asupan cairan yang adekuat dapat meminimalkan inkontinensia urgensi pada para lansia dengan mengurangi iritasi pada kandung kemih yang disebabkan oleh urine urine yang pekat (colling,owen,dan mccready,1994). Karena klien biasanya tidak mau meminum cairan sebanyak 2500 ml sehari, perawat harus menganjurkan cairan yang disukai klien agar ia mau meminumnya. Banyak sayur-sayuran dan buah-buahan yang juga banyak mengandung cairan. Akan sangat membantu untuk membuat jadwal meminum cairan di rumah (misal, pada waktu makan atau pemberian obat-obatan). Untuk meminimalkan nokturia, hindari asupan cairan 2 jam sebelum waktu tidur.
c.       Meningkatkan pengosongan kandung kemih secara lengkap
Dalam kondisi normal, sejumlah urine kecil tersisa di dalam kandung kemih setelah klien berkemih karena sfingter kandung kemih menutup. Sfingter memberikan tekanan lebih tinggi daripada tekanan urinr yang tersisa di dalam kandung kemih. Dengan demikian individu secara normal tetap dapat mengontrol peneluaran urinenya dan tetap kering. Inkontinensia urinedapat terjadi karena tekanan di dalam kandung kemih terlalu besar  atau karena sfingter terlalu lemah, yang mencegah pengosongan kandung kemih.
Tindakan untuk meningkatkan berkemih dapat membantu klien yang mengalami inkontinensia atau retensi urine. Tindakan tambahan yang digunakan untuk meningkatkan dan mengontrol pengosongan kandung kemih sehingga klien memperoleh kemampuan untuk mengontrol eliminasinya. Kebanyakan masalah eliminasi urine dapat dikelompokkan ke dalam dua klasifikasi besar yaitu kegagalan untuk menyimpan atau kegagalan untuk mengosongkan kandung kemih (thayer,1994)
d.      Pencegahan infeksi
            Salah satu pertimbangan paling penting untuk klien yang mengalami perubahan perkemihan ialah kebutuhan untuk mencegah infeksi pada sistem perkemihannya. Pemeliharaan kebersihan perineum yang baik yang meliputi pembersihan meatus iretra setiap kali selesai berkemih atau atau defekasi adalah tindakan yang sangat penting. Asupan cairan harian sebesar 2000 sampai 2500 ml akan mengencerkan urine dan meningkatkan pengeluaran kemih secara teratur yng mengeluarkan mikroorganisme dari uretra.
            Mengasamkan urine. Urine dalam kondisi normal bersifat asam dan cenderung menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Daging,telur, roti utuh, buah berri, buah prunes, dan buah plums meningkatkan keasaman urine. Makanan ini dimetabolisme dengan produk akhir bersifat asam yang pada akhirnya memasuki urine. Walaupun banyak jus buah berri yang harus dikonsumsi untuk memberi efek pada pH urine, suatu penelitian yang dilaporkan di Harvard mendukung bukti adanya pengurangan bakteriuria yang signifikan pada populasi yang di teliti (NewsWatch,1994). Asam askorbat dosis tinggi dapat menurunkan pH.

2.      Perawatan akut
a.       Mempertahankan kebiasaan eliminasi
            Klien biasanya memerlukan waktu untuk berkemih. Meminta klien berkemih dengan cepat sehingga mereka dapat dikirim ke pemeriksaan sinar-X, atau meminta spesimen urine secepat mungkin tidak membuat klien menjadi rileks dan menjalani kebiasaan berkemih normal. Klien harus di beri waktu sekurang-kurangnya 30 menitnuntuk menyiapkan spesimen. Perawat mempelajari waktu saat klien berkemih normal seperti saat bangun tidur atau sebelum makan dan kemudian menawarkan kesempatan kepada klien untuk menggunakan fasilitas toilet. Kebutuhan untuk berespon terhadap keinginan berkemih klien juga merupakan hal yang penting. Penundaan dalam membantu klien ke kamar mandi dapat menganggu proses berkemih normaldan menyebabkan inkontinensia.
            Privasi sangat penting untuk berkemih normal. Apabila klien tidak dapat mencapai kamar mandi, perawat memastikan bahwa daerah disamping tempat tidur ditutup oleh gorden. Di dalam rumah, klien yang mengalami kelemahan dapat memilih menggunakan commode di samping tempat tidur yang tertutup di belakang sebuah sekat atau pembagi ruangan. Beberapa klien merasa malu jika suara berkemihnya terdengar. Air yang mengalir atau upaya membilas toilet dapat menutupi suara tersebut. Anak kecil sering kali tidak mampu berkemih apabila ada orang lain selain orang tua mereka.
            Apabila karakteristik klien menggunakan tindakan khusus untuk berkemih perawat harus mendorong penggunaan tindakan itu dirumah dan jika mungkin diinstitusi. Klien mungkin dapat lebih mudah rileks dan berkemih saat membaca dan mendengarkan musik. Meminum segelas atau secangkir cairan juga dapat meningkatkan pengeluaran kemih.
b.      Obat-obatan
            Terapi obat-obatan yang diberikan secara tersendiri atau bersamaan dengan terapi dapat membantu mengatasi masalah inkontinensia dan retensi. Terdapat tiga tipe obat-obatan. Satu obat merelaksasi kandung kemih yang mengalami ketegangan/spasme sehingga meningkatkan kapasitas kandung kemih; satu obat menstimulasi kontraksi kandung kemih sehingga meningkatkan pengosongan kandung kemih dan satu obat lainnya menyebabkan relaksasi otot polos prostat, mengurangi obstruksi pada aliran uretra.
            Kandung kemih dipersarafi oleh sistem saraf parasimpatis. Saat urine terdapat di kandung kemih, inkontinensia urgensi dapat timbul akibat hiperaktivitas otot kandung kemih yang tiba-tiba meningkat tekanan intravesikular. Kontraksi kandung kemih yang tidak terkontrol dapat ditimbulkan oleh iritan pada kandung kemih setempat seperti batu atau infeksi. Obat-obatan yang menekan neurotransmiter asetilkolia yang fungsinya menstimulasi kandung kemih mengurangi inkontinensia yang disebabkan oleh iritasi dengan kandung kemih. Contoh obat-obatan antikolinergik ini meliputi propantelin (ProBathine) dan oksibutinin klorida (ditropan) antikolinergik dapat menyebabkan disritmia jantung dan harus digunakan dengan hati-hati pada klien yang menderita penyakit jantung. Antikolinergik juga dapat menyebabkan konstipasi dan kekeringan pada mulut.
            Pada saat kandung kemih kosong, otot detrusor berkontraksi sabagai respon terhadap stimulasi parasimpatis. Pengosongan kandung kemih yang tidak lemgakap merupakan akibat dari kerusakan stimulasi saraf atau kelemahan otot detrusor. Akibatnya klien mengalami retensi urine dan kemungkina inkontinensia overflow. Obat-obatan kolinergik meningkatkan kontraksi kandung kemih dan pengosongannya. Betanekol (urecholine) menstimulasi saraf parasimpatis untuk meningkatkan kontraksi dinding kandung kemih dan merelaksasi sfingter. Betanekol dapat diberikan melalui subkutan atau oral. Salah satu efek samping obat-obatan kolinergik adalah menyebabkan diare.
            Inkontinensia overflow atau berupa tetesan urine yang dialami oleh pria yang menderita pembesaran prostat, dapatv diobati dengan menggunakan penyekat adrenergik alfa-1 seperti terazosin (Hytin). Terazosin diberikan peroral dan merelaksasi otot polos prostata, sehingga meredakan gejala obstruksi. Obat ini dapat menyebabkan hipotensi dan juga digunakan dalam terapi hipertensi.
c.       Kateterisasi
            Kateterisasi kandung kemih dilakukan dengan memasukkan selang plastik atau karet melalui uretra ke dalam kandung kemih. Kateter memungkinkan mengalirnya urine yang berkelanjutan pada klien yang tidak mampu mengontrol perkemihan atau klien yang mengalami obstruksi. Kateter juga menjadi alat untuk mengakaji haluaran urine perjam pada klien yang status hemodinamikanya tidak stabil. Karena kateterisasi kandung kemih membawa resiko ISK dan trauma pada uretra maka untuk mengumpulkan spesimen maupun untuk menangani inkontinensia lebih dipilih tindakan yang lain.
      Tipe kateterisasi
·         Kateterisasi indweling atau intermiten untuk retensi merupakan dua bentuk insersi kateter. Pada teknik intermitan kateter lurus yang sekali pakai dimasukkan cukup panjang untuk mengeluarkan urine dari kandung kemih (5 sampai 10 menit) pada saat kandung kemih kosong perawat dengan segera menarik kateter. Kateterisasi intermitan dapat diulang jika diperlukan tetapi penggunaan yang berulang meningkatkan resiko. Kateter menetap atau kateter Foley tetap ditempat untuk periode waktu yang lebih lama sampai klien mampu berkemih dengan tuntas dengan spontas atau selam pengukuran akurat per jam dibutuhkan. Mungkin juga perlu tindakan untuk mengganti kateter indweling secara periodik.
·         Kateter lurus sekali pakai memiliki lumen tunggal denag lubang kecil yang berjarak sekitar 1,3 cm dari ujung kateter, melalui lumen dan masuk ke dalam suatu wadah. Kateter Foley menetap memiliki balon kecil yang dapat digembungkan, yang melingkari kateter tepat di bawah ujung kateter. Apabila digembungkan, balon tertahan di pintu masuk kandung kemih untuk menahan selang kateter tepat di tempatnya.  Kateter menetap untuk retensi juga memiliki 2 atau 3 lumen di dalam badan kateter. Satu lumen mengeluarkan urine melalui kateter ke kantung pengumpul. Lumen kedua membawa air steril ke dan dari dalam balon saat lumen digembungkan atau dikempeskan. Lumen ketiga (pilihan) dapat digunakan untuk untuk memasukkan cairan atau obat-obatan ke dalam kandung kemih. Menentukan jumlah lumen adalah mudah yaitu dengan menghitung jumlah drainase dan tempat injeksi pada ujung kateter.
·         Tipe kateter ketiga memiliki ujung yang melengkung. Sebuah kateter Coude digunakan pada klien pria, yang mungkin mengalami pembesaran prostat yang mengalami obstruksi sebagian uretra. Kateter Coude tidak terlalu traumatik selama insersi karena kateter ini lebih kaku dan lebih mudah dikontrol daripada kateter yang ujungnya lurus.
            Kateter tersedia dalam banyak diameter untuk menyesuaikan saluran uretra klien. Anjurkan tentang cara membuat keputusan yang tepat berkaitan dengan pemilihan kateter yang tersedia. Kateterisasi dapat diindikasikan untuk berbagai alasan. Apabila waktu kateterisasai pendek dan upaya untuk meminimalkan infeksi merupakan suatu Prioritas, maka metode katerisasi intermiten adalah yang terbaik. Kateterisasi intermiten jga dianjurkan untuk individu yang mengalami cedera medulla spenalis, yang tidak dapat engontrol kandung kemihnya. Dengan mengeluarkan urine secara intermiten dari kandung kemih secara rutin, klien ini lebih sedikit mengalami infeksi. Kateterisasi menetap digunakan jika diperluka pengosongan kandung kemih dalam jangka panjang.
d.      Pencegahan Infeksi
Klien yang dikateterisasi dapat mengalami infeksi melalui berbagai cara. Mempertahankan system drainase urine tertutup merupakan tindakan yang penting untuk mengontrol infeksi. System yang rusak dapat menyebabkan masuknya mikroorganisme. Daerah yang memmiliki resiko ini adalah daerah insersi kateter katung drainase, sambungan selang, klep, dan sambungan antara selang dengan kantung.
Selain itu, perawat memantau kepatenan system untuk mencegah terkumpulnya urine di dalam delang. Urine di dalam kantung drainase merupakan medium yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Bakteri dapat berjalan menaiki selang drainase untuk berkembang di tempat berkumpulnya urine. Apabila urine ni kembali mengalir kedalam kandung kemih klien, kemungkinan akan terjadi infeksi. Yoshikawa (1993) telah mendemonstrasikan bahwa hamper 100% klien yang terpasang kateter berada dalam status bakteriuria setelah 3 sampai 4 minggu.
Telah tersedia ajuran tentang cara untuk mencegah infeksi pada klien yang  dikateterisasi.
·         Irigasi dan Instilasi Kateter
Untuk mempertahankan kepatenan kateter urine menetap, kadang-kadang perlu untuk mengiritasi atau membilas kateter. Darah, pus, atau sedimen dapat terkumpul di dalam selang dan menyebabkan distensi kandung kemih serta menyebabkan urine tetap berada ditempatnya. Masuknya larutan steril yang diprogramkan oleh dokter akan membersihkan selang dari materi yang terokumunikasi di dalamnya. Untuk klien yang mengalami infeksi kandung kemih, dokter dapat memprogramkan iritasi kandung kemih yang larutanya terdiri dari larutan antiseptic atau antibiotic untuk membersihkan kandung kemih atau mengobati infeksi lokal. Kedua irigasi tersebut menerapkan tekhnik asepsis steril.
Sebelum melakukan irigasi, perawat mwngkaji kateter untuk melihat adanya penyumbatan. Apabila jumlahKedua irigasi tersebut menerapkan tekhnik asepsis steril. Sebelum melakukan irigasi, perawat mwngkaji kateter untuk melihat adanya penyumbatan. Apabila jumlah urine di dalam kantung drainase lebih sedikit dari pada asupan cairan klien atau kurang haluaran selama periode shift sebelumnya, mugkin terjadi penyumbatan pada selang. Apabila urine tidak keluar denga bebas, perawat dapat memijat-mijat selang. Pemijatan dilakukan dengan menekan kemudian melepaskan tekanan pada selang drainase dengan kuat seara bergantian. Pemijatan yang dilakukan oleh perawat ini harus selalu dimulai dari arah klien ke kantung drainase sehingga bekuan darah atau sedimen tidak akan didorong masik kembali ke dalam kateter.
Burgener (1987) merekomendasikan supaya system tertutup dipertahankan selama irigasi atau instilasi yang bersifat intermiten. Perawat menggunakan spuit steril dengan kapasitas yang menampung 30 sampai 50 ml dengan jarum berukuran 19 sampai 22 yang memliki panjang 1 inci, untuk memasukkan larutan yang diprogramkan ke dalam kateter. Teknik ini efektif untuk mengirigasi kateter yang tersumbat sebagian atau untuk instilasi kandung kemih.
Upaya irigasi intermiter tunggal lebih aman dan mengurangi kemungkinan pemarahan infeksi ke dalam saluran kandung kemih. Ada dua metode tambahan untuk irigasi kateter. Salah satunya adalah sisitem irigasi kandung kemih secara tertutup. System ini memungkinkan untuk seringnya irigasi intermiten atau kontinu tanpa gangguan pada system kateter steril. System ini paling sering digunakan pada klien yang menjalani bedah genitourinaria dan kateternya yang beresiko mengalami penyumbatan oleh fregmen lendir dan bekuan darah system ini dilakukan dengan membuka system drainase tertutup untuk menginstilasi irigasi kandung kemih. Tekhnik ini menimbulkan resiko lebih besar untuk terjadinya infeksi. Namun demikian, tekhnik ini dperlukan saat kateter tersumbat dan kateter tidak ingin diganti (miasal, setelah pembedahan prostat).
·         Melepaskan Kateter Menetap
Saat mengangkat sebuah kateter menetap, perawat meningkatkan fungsi normal kandung kemih dan mencegah trauma pada uretre. Untuk mengangkat kateter, perawat memerlukan sesebuah handuk sekali pakai yang bersih, sebuah wadah sampah, dan sebuah spuit steril yang ukurannya sama dengan volume larutan di dalam balon kateter yang digembungkan. Sarung tangan sekali pakai juga direkomendasikan. Pada ujung setiap kateter tertera sebuah label yang menerangkan volume larutan (5 sampai 30 ml) di dalam balon.
Perawat memposisikan kliendalamposisi yang sama dengan posisi selama kateterisasi. Beberapa institusi merekomendasikan untuk mengumpulkan beberapa specimen urine steril pada kesempatan ini atau mengirimkan ujung kateter untuk pemeriksaan kultur atau sensitivikasi. Setelah melepas plester, perewat menempatkan haduh di dengan posisi selama kateterisasi. Beberapa institusi merekomendasikan untuk mengumpulkan beberapa specimen urine steril pada kesempatan ini atau mengirimkan ujung kateter untuk pemeriksaan kultur atau sensitivikasi. Setelah melepas plester, perewat menempatkan haduh di antara paha klien wanita atau di atas paha pria. Perawat meenginsersi spuit ke dalam tempat injeksi. Kebanyaakan tempat injeksi merapat dengan sendirinya dan hanya ujungn tempat injeksi merapat dengan sendirinya dan hanya ujung spuit yang perlu dimasukkan. Perawat denga [erlahan menarik seluruuh larutan untuk mengempeskan balon secara total. Apabila bagian larutan tertinggal, balon yang sudah dikempeskan sebaggian akan membuat saluran uretra mengalami trauma pada saat kateter diangkat. Setelah megempeskan balon, perawat enjelaskan pada klien bahwa mungkin akan mengalami suatu sensasi terbakar saat kateter ditarik. Perawat kemudian menarik kateter keluar secara lembut dan perlahan.
Normal bagi klien bila mengalami dirusia, khususnya bila kateter telah terpasang selama beberapa hari atau beberapa minggu. Kateter menyebabkan inflamasi pada kanal uretra. Klien mungkin juga mengeluarkan urine dengan sering sampai kandung kemih memperoleh kembali tonusnya secara utuh.
Perawat mengkaji fungsi berkemih klien dengan mulu-mula memperhatikan pengeluaran air kemih setelah kateter diangkat dan mendokumentasi waktu serta jumlah peneluarsn urine selama 24 jam berikutnya. apabila Jumlah urin yang di keluarkan kecil,dibutuhkan pengkajian distensi kandung kemih yang sering. Apabila lebih dari 8 jam tidak terjadi pengeluaran kemih,mungkin kateter perludisersi kembali.
·         Alternatif untuk Kateterisasi ureta
Untuk menghindari resiko yang terkait dengan insersi kateter melalui uretra,terdapat dua alternatif pengeluaran urine. Katerisasi supra publik dilakukan dengan pembedahan yakni menempatkan kateter kedalam kandung kemih melalui dinding abdomen diatas simfisis pubis.dokter melakukan prosedur dibawah pengaruh anesteria lokal atau general. Kateter di fiksasi di tempatnya dengan jahitan,perekat tubuh komersil yang disiapkan,atau keduanya. Urine mengalir ke dalam kantung drainase.kateter suprapubis relatif sedikit menimbulkan nyeri dan mengurangi insidensi infeksi yang umu terjadi pada penggunaan kateter retensi. Wanita yang menjalani histerektomi vagina juga dapat memperoleh manfaat sementara dari  insersi kateter suprapubis setelah menjalani pembedahan.
Kateter suprapubis dapat tersumbat oleh sedimen bekuan darah, atau dinding abdomen itu sendiri. Perawat harus memantau asupan dan haluaaran klien,mengobservasi adanya tanda infeksi ginjal(misal:nyeri tekan pada pinggang,menggigil,dan demam serta memantau tampilan urin).penyebaran infeksi ke ginjal dapat mengindikasikan dilakukan nya pengangkutan kateter. Asupan cairan yang adekuat akan membantu meminimalkan resiko penyumbatan oleh sedimen atau infeksi akibat stagnasi urin.kateter suprapubis harus tetep paten sepanjang waktu perawat juga memberikan perawatn kulit di sekitar tempat insersi.
Alternatif kedua untuk kateterisasi ialah penggunaan kateter kondom .kondom cocok diggunakan untuk pria yang mengalami inkontinesia atau dalam keadaan koma yang masih memiliki kemampuan mengosongkan kandung kemih sampai tuntas dan spontan.kondom merupakan penyelubung karet yang lunak ,lentur yang membungkus penis ,kondom dapat digunakan pada malam hari saja atau sepanjang hari tergntung pada kebutuhan klien.ada tiga metode umum untuk memfiksasikan kateter kondom.satu metode menggunakan secarik  plester atau karet elstis yang melingkari bagian atas kondom untuk memfiksasikan nya tepat di tempatnya metide ketiga menggunakan cincin yang dapat digembungkan di dalam kondom untuk memfiksasikan pemasangan kondom. Perawatan harus di lakukan untuk memastikan bahwa apapun tipe atau ukuran kondom yang digunakan suplai darah ke penis tidak boleh terganggu.jangan pernah menggunakan plester standar untuk memfiksasikan kateter kondom karena plester tersebut tidak ikut meregang seiring dengan perubahan ukuran penis.
Perawat harus mengganti kateter kondom setiap hari untuk memeriksa adanya iritasi kulit. Setiap kali mengganti kateter,perawat membersihkan meatus uretra dan penis secara menyeluruh . Adanya plintiran kondom pada tempat terpasang nya selang drainase harus sering diperiksa untuk di periksa kepatenannya. Untuk  pria yang penisnya tertarik ke dalam (rectacted penis)mempertahankan kateter kondom yang konvensional terbukti sulit.peralatan khusus tersedia untuk membantu menghilangkan masalah ini
Tidak ada peralatan pengumpul bagi wanita yang seefektif kateter kondom sehingga peralatan inkontinensia yang sering digunakan ialah pembalut dan pakaian pelindung. Untuk mempertahan kan martabat nya pembalut dan pakaian pelindung sebaiknya tidak disebut sebgai popok orang dewasa serta sering di ganti mencegah timbulnya bau.
3.      Perawatan Restorasi 
Klien dapat memiliki kembali fungsi perkemihan normal nya melalui aktivitas khusus seperti melatih kembali kandung kemih(bladder retraining)atau melatih kebiasaan berkemih. Apabila kedua akti fitas diatas tidak mungkin di lakukan maka katerisasi mandiri dapat di gunakan sebagai tindakan untuk mngontrol pengeluaran urin klien.
a.       Menguatkan Otot Dasar Panggul
Klien yang mengalami kesulitan untuk memulai atau menghentikan aliran urin dapat memperoleh manfaat dari melkukan latihan dasar panggul.

b.      Blader Retraining
Tujuan bladder retraining(melihat kembali kandung kemih) ialah untuk mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran air kemih,(AHCPR,1992). Agar belade retraining ini berhasil, klien harus menyadari dan secara fisik mampu mengikuti program pelatihan. Program tersebut meliputi penyuluhan upaya berkemih yang terjadwal, dan memberikan umpan balik positif, fungsi kandung kemih untuk sementara mungkin terganggu setelah suatu priode kateterisasi(Resnick,1993).
Perawat pada awalnya mengkaji pola kemih klien. Informasi ini memungkinkan perawat merencanakan sebuah program yang seringmemakan wakru 2 minggu atau lebih untuk di pelajari, walaupun program dapat mulai dilaksanakan di rumah sakit atau unit rehabitasi,program tersebut mungkin perlu di lanjutkan di suatu fasilitas perawatan yang luas atau di rumah. Apabila klien menderita ISK yang mendasari gangguan pola berkemih, ISK tersebut harus di obati pada waktu yang sama. Tindakan berikut dapat membantu klien yang menderita inkontinensia untuk memperoleh kembali kontrol berkemihnya dan merupakan dari bagian perawatan rehabilitatif serta restorasi.
1.      Mempelajari latihan untuk menguatkan dasar panggul.
2.      Memulai jadwal berkemih pada bangun tidur, setiap 2 jam sepanjang siang dan sore hari, sebelum tidur,dan setiap 4 jam pada malam hari.
3.      Menggunakan metode untuk mengawali berkemih(mis.air mengalir dan ,menupuk paha bagian dalam).
4.      Menggunakan metode untuk relaksguna membantu pengosongan kandung kemih secara total(mis.membaca dan menarik nafas dalam).
5.      Jangan pernah mengabaikan keinginan untuk berkemih(hanya jika masalah klien melibatkan pengeluaran urine yang jarang sehingga dapat mengakibatkan retensi).
6.      Mengonsumsi cairan sekitar 30 menit sebelum jadwal waktu berkemih.
7.      Hindari the,kopi,alcohol,dan minuman berkafein lainnya.
8.      Minum obat-obatan diuretik yang sudah di programkan atau cairan untuk meningkatkan diuresis(seperti the atau kopi)dini pada pagi hari.
9.      Semakin memanjangkan atau memendekkan priode antar berkemih.
10.  Menawarkan pakaian dalam pelindung untuk menampung urine dan mengurangi rasa malu klien(bukan popok).
11.  Mengikuti program pengontrolan berat tubuh apabila ,masalahnya adalah obisitas.
12.  Memberikan umpan balik positif saat tercapai pengontrolan kemih. Pedoman ini membantu klien untuk mendapatkan pola berkemih rutin dan mengontrol faktor-faktor yang mungkin meningkatkan jumlah episode inkontinensia.
c.       Melatih Kebiasaan
Seorang klien yang memiliki inkontinensia fungsional dapat memperoleh manfaat dari metode melatih kebiasaan, yang akan membantu kontrol berkemih klien secara volunter,ditetapkan jadwal berkemih yang fleksibel berdasarkan pola berkemih klien.
Perawat membantu kllien kekamar mandi sebelum episode inkontinensia tterjadi, jadwalkan pemberian cairan dan obat-obatan supaya tidak mengganggu jadwak berkemih. Klien yang mengalami disfungsi fisik atau mental yang berat atau moderat dapat memperoleh manfaat dari metode ini. Aoabila dikombinasikan dengan umpan balik positif pada saat klien berhasil berkemih, pendekatan ini disebut juga prompted voiding.

d.      Katerisasi Mandiri
Beberapa klien yang mengalami gangguan kronis seperti ceedera medula spinalis belajar  untuk melakukan kateterisasiberhasil. Secara mandiriklien harus mampu secara fisik  untuk memanipulasi peralatan dan mengambil posisi supaya kateterisasi berhasil, perawat mengajar klien tentang struktur saluran urinarius, teknik bersih berhadap dengan teknik steril, pentingnya asupan cairan yang adekuat dan frekuensi melakukan kateterisasi mandiri setiap 6 sampai 8 jam,akan tetapi jadwal harus di tetapkan sesuai kondisi setiap indifidu.
e.       Mempertahankan Integritas Kulit
Keasaman normal urine mengiritasi kulit. Urine yang dibiarkan menyentuh kulit menjadi bersifat alkalin, menyebabkan pembentukan krusta atau membentuk endapan yang berkumpul di kulit, yang mengakibatkan kerusakan kulit. Pemaparan yang kontinu pada daerah perineum atau kulit di sekitar ostomi menyebabkan maserasi dan ekskoriasi berharap (lihat bab 38). Cara terbaik untuk menghilangkan urine dari kulit adalah dengan mencuci kulit dengan sabun yang lembut dan air hangat. Pelembab tubuh membuat kulit tetap lembab dan salep yang mengandung minyak menjadi barier terhadap urine, klien yang mengompol dan membasahi pakaiannya harus di mandikan setengah bagian dan di beri perangkat pakaian bersih setelah berkemih.
Klein yang  yang menjalani ostomi memiliki masalah haigin khusus karna urin mengalir keluar secara contino dari tempat ostomi. Barier kulit menjadi suatu lapisan pelindung antara kulit klein dan kantum kostomi penting adat tersebut terpasang denganpas pda permukaan kulit di sekitar ostoman .urin yang tetap persentuhan dalam kulit abdomen selama periode waktu yang terpasang periode waktu yang panjang akan merusakkan kulit apbila terjadi kerusakan ,system kantum tidak akan menimpel pada jaringan  yang sudah dimiliki epitel dan kebocoran menjadi maslah utama yang menyebabkan kerusakan kulit tambaha.
f.       Peningkatan Rasa Nyaman
Klien yang mengalami perubahan perkemihan menjadi tidak nyaman akibat gejala-gejala maslah perkemihanyang muncul.distensi yang menyebabkan rasa nyeri,disuria,pola berkemih yang tidak dapat diperediksi  atau sering berkemih merupakan sumber rasa tidak nyaman
Klien yang menderita ikontieisia akan merasa nyaman jika ia mengenakan pakain yang bersih dan kering.apabila inkontinensia stresb merupakan masalah, sebuah bantalan pelindung menawarkan perlindungan supaya pakain dan linen tidak menjadi kotor. Pakaian yang basah akan menempel pada kulit dan dapat menyebabkn gesekan serta iritasi.
Di suria dapat diredakan dengan memberikan analgesic urinarius yang bekerja pada mukosa kandung kemih dan uretra. Fenasopiridin,dan gatal.zat ini juga dapat di temukan terkandung dalam antibiotik sulfanamid preparad,seperti aso’gantonol dan aso’gantrisin.sulfanamid memberikan efek antibakteri tambahan.klien yang mengkonsumsi obat-obatan yang mengandung fenasopiridin harus menyadari bahwa urine mereka dapat terlihat berwarna orange.meraka harus meminum cairan dalam jumlah besar untuk mencegah keracunan akibat sulfonamid dan untuk mempertahankan aliran yang optimal melalui sitem perkemihan.
Apabila klien mengalami rasa tidak nyaman lokal akibat peradangan pad uretra, rendah duduk (sitz bath) dalam air hangat dapat dilakukan sebagai upaya untuk merendahkan nyeri. Air yang hangat melunakkan jaringan yang meradang di dekat miatus uretra dengan cara meningkatkan suplai darah. Klien sering merasa rilek setelah sitz bath sehingga berkemih akibat distensi tidak dapat.
2.5.5    Evaluasi
Untuk mengaveluasi hasil akhir dan respons klien terhadap hasuhan keperawatan,perawat mengukur keefektifansemua intervensi.tujuan optimal dari intervensi keperawatan yang dilakukan ialah kemampuan klien untuk berkemih secara volunter tampa mengalami gejala-gejala(mis.,urgensi,disuria atau sering berkemih).urine yang keluar harus berwarna kekuninga,jernih tidak mengandung unsur-unsur yang abnormal,dan memilki pH serta berat jenis dalam rentang nilai yang normal. Klien harus mampu mengidintivikasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkemihan normal.perawat juga dapat mengifaluasi intervirsi usus, yang dirancang untuk meningkatkan pungsi berkemih normal dan mencegah terjadinya kompilikasi akibat perubahan pada sistem perkemihan (lihat kotak di hl.1734)
Perawat mengumpulkan data yang berhubungan dengan pola pemikiran klein, fisoko klien untuk mengalami perubahan pada saluran urinarius, dan kondisi fisik klien. Analisis laboratoriu. Tentang spsimen urine dan peninjauan ulang diagnostic struktur urinarius memberikan informasi yang lebih lanjut.
Intervensi keperawatan meningkatakan perkemihan normal dan memberi dukungan pada klien yang tidak mampu mempertahankan control berkemihan.akibat kerentanan saluran berkemihan terhadap infeksi,salah satu perhatian utama dalam keperawatan ialah pengentrolan dalam infeksi.klien yang perkemihannya mengalami perubahan juga dapat merasakan malu,mengalami isolasi social, dan depresi.perubahan yang terjadi sementara (mis.,keteterisasi)ataupun berlansung dalam jangka waktu lama (mis.,lengkung ilial,perawat mempertahankan prifasi dan martabat klien.perawat jua mengevaluasi kebutuhan klien untuk memperoleh pelayanan pendukung tambahan (mis.,perwatan kesehatan di rumah terapi fisik,konseling)dan mulai membuat rujukan.
Upaya memberikan perawat yang berkeulitas merupakan tujuan terpenting profesi keperawatan. Sampai akhir tahap ini,perawat secara aktif terlibat dalam mengembangkan metode yang secara sistematis mengevaluasi proses keperawatan.penelitian keperawatan di lakukan dalam upaya memfalidasi proses keperawatan peningkatan kualitas berkembang menjadi sebuah media untuk mengavaluasi pemberian asuhan keperwatan. Tujuannya ialah memastikan pemberian asuhan keperawatan yang kompenten dan berdasarkan kiat keprawatan disertai hasil akhir yang positif untuk setiap klien.

Contoh Evaluasi Intervensi untuk Retensi Urin
TUJUAN
TINDAKAN EVALUATIF

HASIL YANG DI HARAPKAN
Klien akan mendapatkan kembali pola berkemih yang biasa dalam 2 hari setelah kateter di lepas







Klien akan memahami elimenasi urine yang normal






Klien akan bebas dari infeksi

Palpasi kandung kemih untuk mendeteksi adanya distensi setelah berkemih.
Tanyakan klien mengenai sensasi penuhnya kandung kemih setelah berkemih.
Evaluasi volume haluaran urine



Minta klien untuk menjelaskan pemahamannya mengenai pengeluaran kemih normal
Minta klien untuk menjelaskan faktor-faktor yang meningkatkan atau merusak elimenasi urine.
Observasi kebiasaan perawatan diri klien dalam buang air
Apabila di programkan,ambil sampel aliran urine bagian tengah untuk di kultur.
2.1  Kaji klien untuk memeriksa adanya tanda-tanda urgensi,sering berkemih,di suri,rasa terbakar, atau rasa gatal pada meatus uretra observasi krakteristik urine

Kandung kemih tidak akan mengalami distensi setelah klien berkemih.
Klien akan menyangkal rasa penuh pada kandung kemihnya setelah berkemih.
Klien akan mampu berkemih sampai kandung kemihnya benar-benar kosong dalam waktu 24 jam setelah kateter di lepas 
Klien akan mengungkapkan pemahamannya tentang elimainasi urine dan mengikuti untuk perawatan kesehatan untuk meningkatkan elimenasi


Tidak ada pertumbuhan bakteri klien akan tetap bebas dari gejala urine akan berwarna jernih,kekuningan dan tidak mengandung sadimen.





BAB III
PENUTUP
3.1              Kesimpulan
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak dirongga retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke medial. Pada posisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat struktur-struktur pembuluh darah, system limfatik, sistem saraf dan ureter menuju dan meninggalkan ginjal.
Ginjal bila diiris secara melintang akan terlihat korteks dan medulla. Di dalam medulla terdapat piramida ginjal yang mengandung banyak nefron.
Proses pembentukan urin terjadi dalam tiga tahapan yaitu filtrasi yang terjadi di glomerulus, rearbsorbsi dan ekskresi yang terjadi di tubulus. Dalam proses urinase juga melibatkan ureter, kandung kemih, dan uretra
3.2              Saran
Demikian makalah yang telah kami susun, semoga dengan makalah ini dapat menambah pengetahuan serta lebih bisa memahami tentang pokok bahasan makalah ini bagi para pembacanya dan khususnya bagi mahasiswa yang telah menyusun makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua









DAFTAR PUSTAKA

Potter dan Perry.2005.Fundamental Keperawatan Vol.1 Edisi 4.Jakarta:EGC
Rainford DJ. Acute Renal Failure . Jn : Cortio JE ed The tretment
of Renal Failure. Lancaster : MTP ; 1982.
Reginal Bruskewitz. Urinary tract signs and symtoms, In : Franklin
SS, ed Practical Nephrology. New York : John Willy Sons, 1981.
Gabriel R. Acute Renal Failure. Post Graduate Nephrology, 2 nd
Ed. 1978.
Syaifuddin, (2009). Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika.
Setiadi, (2007).Anatomi & Fisiologi Manusia. Yogjakarta: Graha Ilmu.
http://totonrofiunsri.wordpress.com/2009/01/28/anatomi-dan-fisiologi-sistem-perkemihan/
http://3ipa3smanwrg.blogspot.com/2009/07/proses-pembentukan-urine.html
http://www.google.co.id/imglanding?q=ginjal&hl=id&gbv=2&tbs=isch:1&tbnid=eKwZuORAnSMZdM:&imgrefurl=http://mekar-wijaya.blogspot.com/2009/12/ginjal.html&imgurl=https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiUUkHRwfRK2iEsvafqjC_Q0gUdEwmITek4_oygxIbJ-6_WCRO8bNdmL10yZ31ksv8LBsUYnnr8KgsAj5tH-K-ALUgqtVohX03dpjv0ciHQLPjHfLFMh-y6dzktabw29nVeDna_QXofc4s/s400/Ginjal%252B41.png&zoom=1&w=400&h=271&iact=hc&ei=OMouTaCPJ4mesQPWmbzjCA&oei=cbsuTYafG8bNrQfk6MH_CA&esq=22&page=1&tbnh=106&tbnw=157&start=0&ndsp=25&ved=1t:429,r:7,s:0&biw=1366&bih=524
http://p3mp3m.wordpress.com/2010/06/04/pengertian-enuresis/
http://medicalstudentdate.blogspot.com/2011/04/latar-belakang-enuresis.html